Jadikan Hanya Aku Tempat Penitipan Benihmu
Cerita Bersambung Romantis yang Bikin Baper
Sebuah Janji Cinta yang membuat jantung berhenti sejenak, nafasmu tercekat. Tahukah kau apa yang paling menyiksa saat jatuh cinta? Adalah saat kamu dan ia bertemu dengan keadaan berpunya diwaktu tidak tepat. Raga mengaduh tertusuk.
Hujan-hujan air mata tersembunyikan 'pun mulai mengalunkan simfoninya yang menjadi sayu, tidak lagi merdu. Apa yang akan terjadi?
BAB 1
Tepat hari saptu malam minggu, setelah hang out untuk merayakan kepulangan seorang teman, Monica dan berapa temannya menginap di rumah Varol yang kebetulan orang tuanya sedang pergi keluar kota.
"Aku sudah melakukan tesnya, Rol. Aku hamil," kata Monica pagi itu. Tanpa jawaban Varol terdiam, duduk di sudut dinding kamar, di bawah poster vintage dari flea market, Paris.
"Tidak mungkin! Itu bukan anakku!" Varol menundukkan kepala. Cewek cantik berbulu mata lentik itu terlihat bingung. Monica berumur 20 tahun dan belum menikah, baru kuliah dan pagi itu mengetahui kenyataan ia hamil.
Monica tidak ingin menangis saat alat tes itu menunjukkan bahwa hasilnya positif. Siapa yang akan peduli apakah Monica hamil atau tidak? Orang tuanya tidak peduli kehamilannya. Terutama ayahnya yang sudah tidak mengakui Monica sebagai anak sejak bayi enam bulan.
Mereka tidak mungkin akan memberikan pertanyaan-pertanyaan atau bahkan memarahinya. Cewek itu tidak percaya dengan yang namanya cinta.
Mungkin Varol akan peduli dengan kehamilan Monika itu yang dipikirkan, karena ia ayah dari bayinya. Kenyataanya tidak demikian, Varol justu bicara seperti itu.
Monica tidak ingin menangis saat alat tes itu menunjukkan bahwa hasilnya positif. Siapa yang akan peduli apakah Monica hamil atau tidak? Orang tuanya tidak peduli kehamilannya. Terutama ayahnya yang sudah tidak mengakui Monica sebagai anak sejak bayi enam bulan.
Mereka tidak mungkin akan memberikan pertanyaan-pertanyaan atau bahkan memarahinya. Cewek itu tidak percaya dengan yang namanya cinta.
Mungkin Varol akan peduli dengan kehamilan Monika itu yang dipikirkan, karena ia ayah dari bayinya. Kenyataanya tidak demikian, Varol justu bicara seperti itu.
Monica berjalan menghampirinya, berlutut dan membelai rambut Varol. Lelaki itu justru memejamkan mata.
"Ini anakmu, Rol!"
Varol menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kita akan menikah 'kan? Kita akan membesarkan anak ini 'kan?"
Monica yang tidak lagi sabar mendengar jawaban Varol, lelaki itu membuka matanya dan mata merah menyala terbakar amarah ....
"Jangan! ...."
... Terdengar Andai kutahu-Ungu seperti menjadi lagu pengantar kematiannya. Monica menjerit dan jatuh tersungkur.
Varol mencabut pisau itu dengan tatapan matanya yang tajam. Ia memeluk Monica, melonglong minta tolong. Seperti ada yang mengomando, satu persatu temannya terbangun, menghampiri dan menyaksikan Monica bersimbah darah dipelukannya.
Siapa sangka hubungan bos dan sekertarisnya itu menjadi petaka? Mereka berbeda umur, Monica pacaran dengan Varol karena lelaki itu tajir. Mahkluk betina mana yang tidak kelonjotan di hadapan pria kaya dan bergelimang harta?
"Hari telah berlalu dan bulan telah berganti. Pada akhirnya harus aku harus merelakan dan melepaskannya dari hatiku.
Untuk apa Varol memberiku setitik kebahagiaan jika pada akhirnya segunung penderitaan ia timpakan kepadaku?
Benarkah aku telah kehilangan dirinya atau dari awal memang tidak pernah memiliki? Dan pada akhirnya yang tersisa hanya kenang-kenangan saja. Tidak lebih."
Baca Juga Novel Online On Going:
"Suster jangan tutup jendelanya! Biarkan udara bening tanpa warna itu masuk." Jerit Monica dari lamunan setelah beberapa hari terbaring di atas ranjang rumah sakit.
"Baiklah, seharusnya Anda lebih banyak istirahat dan jangan terlalu berpikir berat," balasnya dengan menggeleng-gelengkan kepala.
Suster itu kembali membuka jendelanya lebar-lebar. Hembusan angin bening tanpa warna menyerbu masuk ke dalam ruangan.
"Suster apakah bayiku baik-baik saja?"
Suster itu membalasnya dengan senyuman.
"Suster apakah bayiku baik-baik saja? Jawab!"
Hening tanpa jawaban, Suster itu kembali membalasnya dengan senyuman.
Rintik-rintik sebening mutia jatuh membasuh pipi Monica, memenuhi dada, tidak terkendali.
"Sebaiknya Anda tanyakan langsung besok dengan dr. Dede, Nona."
Monica tersenyum sinis dan mengangguk dengan tatapan matanya yang kosong.
Seorang Head Manager Perusahan Bisnis Raksasa
Varol mencabut pisau itu dengan tatapan matanya yang tajam. Ia memeluk Monica, melonglong minta tolong. Seperti ada yang mengomando, satu persatu temannya terbangun, menghampiri dan menyaksikan Monica bersimbah darah dipelukannya.
Siapa sangka hubungan bos dan sekertarisnya itu menjadi petaka? Mereka berbeda umur, Monica pacaran dengan Varol karena lelaki itu tajir. Mahkluk betina mana yang tidak kelonjotan di hadapan pria kaya dan bergelimang harta?
"Hari telah berlalu dan bulan telah berganti. Pada akhirnya harus aku harus merelakan dan melepaskannya dari hatiku.
Untuk apa Varol memberiku setitik kebahagiaan jika pada akhirnya segunung penderitaan ia timpakan kepadaku?
Benarkah aku telah kehilangan dirinya atau dari awal memang tidak pernah memiliki? Dan pada akhirnya yang tersisa hanya kenang-kenangan saja. Tidak lebih."
Mereka sama-sama kesepian dan saling melengkapi. Memang keduanya sama-sama tidak percaya cinta, namun kenyataan telah bergaul rapat membuat Monica hamil.
Baca Juga Novel Online On Going:
"Suster jangan tutup jendelanya! Biarkan udara bening tanpa warna itu masuk." Jerit Monica dari lamunan setelah beberapa hari terbaring di atas ranjang rumah sakit.
"Baiklah, seharusnya Anda lebih banyak istirahat dan jangan terlalu berpikir berat," balasnya dengan menggeleng-gelengkan kepala.
Suster itu kembali membuka jendelanya lebar-lebar. Hembusan angin bening tanpa warna menyerbu masuk ke dalam ruangan.
"Suster apakah bayiku baik-baik saja?"
Suster itu membalasnya dengan senyuman.
"Suster apakah bayiku baik-baik saja? Jawab!"
Hening tanpa jawaban, Suster itu kembali membalasnya dengan senyuman.
Rintik-rintik sebening mutia jatuh membasuh pipi Monica, memenuhi dada, tidak terkendali.
"Sebaiknya Anda tanyakan langsung besok dengan dr. Dede, Nona."
Monica tersenyum sinis dan mengangguk dengan tatapan matanya yang kosong.
Monica kuliah sambil bekerja magang yang kebetulan bekerja sebagai sekertarisnya. Mereka sama-sama kesepian dan saling jatuh cinta untuk melengkapi satu sama lain.
Varol membuat peluang untuk lebih dekat dan selalu bersama. Hanya baginya berpacaran bukanlah suatu pilihan, ia tidak ingin terikat untuk sementara waktu.
Bisa dibilang suatu hubungan yang cukup aneh, sama-sama jatuh cinta dan melengkapi akan tetapi tidak mau membuat ikatan. Tatapan mata Monika yang indah dengan rambut panjang, membuat setiap mata lelaki memandang seolah terhipnotis, terutama lesung pipinya, imut dan unyuk.
"Aiss ... ribet. Ya udah kamu ke sini aja. Terangin langsung." Varol mematikan smartphonenya.
Entah apa yang merasuki, Varol semendadak angin membayangkan Monica melakukan tarian surgawi, meliuk-liuk, mendesah manja memenuhi mindanya.
"Pagi, Pak." Sesatnya ing rembang datang menghadap kemudian dilanjutkan memberikan penjelasan di depannya.
Mata Varol bekerja keras melihat wajah Monika yang duduk di depanya, naik turun dari ujung rambut hingga di atas perut.
"Udah coba kamu kesamping sini. Jelasin lagi. Bagaimana bisa paham melihat tulisanya terbalik."
Seperti menyukai pagi, Varol tidak perlu menjelaskan selalu menyukai sorot mata Monika, dadanya bergetar, porak-poranda berantakan.
Monica beranjak kemudian berada disampingnya. Waktu seolah berhenti bagi Varol, seperti potongan adegan film romance yang bergerak lambat. Memutari meja besar, berdiri di sampingnya, merunduk. Mereka begitu sangat dekat hingga suara detak jantunpun terdengar.
Monika kembali panjang kali lebar nerocos tidak berkesudahan. Penjelasanya bagai suara radio rusak bagi lelaki yang tengah takjub memandang dada tidak begitu besar juga bukan rata tipis seperti tripek. Melandai-landai memabukan, padat dan berisi.
"Oh ... hemm ... iya ... oke ... oh ..." Tangan Varol diletakan pada pundaknya dan Monika membiarkanya untuk mulai bergerilya. Sampaikah pada tangan kanan ke pinggul, wanita itu masih saja diam tanpa kata.
Segala penat Varol menemukan obatnya. Liukan demi lekukan menentramkan gusar, mengenangkan segala yang jauh berjalan. Perlahan merambat, segala sesuatunya mulai tidak terkendali.
"Pak !!!" Monica mendelik saat jemari itu memasuki zona terlarang.
"Aku suka kamu. Suka segala tentangmu, terlebih saat ngambek. Kecantikanmu memabukan."
"Halah gombal. Ini masih jam kerja, Pak! Apa obatnya habis?" Suara Monica tertahan, setengah jengkel.
"Ya udah lanjutkan sana pekerjaanmu. Nanti kamu saya antar ya. Bisa?"
Hanya anggukan kecil sebagai jawabanya. Apakah Monica sedih karena harga dirinya direndahkan atau justru bahagia karena lelaki tampan itu menaruh rasa?
Varol rasanya sudah tidak sabar ingin memeluk tubuh Monica berlama-lama, menikmati desah sambil menatap, membuat kisah terindah. Apa yang akan terjadi? Next
Wadaw .. varol...
ReplyDelete