Cerita Kelam Hari Pernikahan Mantan
Baca Kumpulan Cerpen Mantan Terbakar
Sebuah cerita kehidupan yang menguras emosi, adakah diangkat dari kisah nyata?
Sebuah cerita kehidupan yang menguras emosi, adakah diangkat dari kisah nyata?
Rama dan Shinta berkipas saling menatap aneh di bawah dua nama Sang Maha Cinta dan Kekasih-Nya menjadi pewayangan lambang cinta terbingkai persegi empat warna gelap, segelap masa lalumu. Terpampang jelas dua nama menjadi penanda awal kehidupan baru dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Akhirnya kau menemukan laki-laki yang sama tidak berharganya seperti dirimu. Sebuah kisah yang ditulis dari tetesan air mata berbasuh lara di mana orang-orang menyebutnya hari pernikahan mantan. Bagaimana kalian bertemu kemudian menikah? Sebuah pertanyaan yang tidak perlu untuk di ceritakan. Hanya kau dan ia yang paling mengerti akan hal itu.
Hanya ada satu pertanyaan yang mengganjal pikiran. Apa yang terjadi dengan malam pertama kalian? Sedang kesucian perawan kebanggaan setiap perempuan itu telah musnah. Adakah suamimu mengetahui rahasia kelam itu? Atau seperti dulu yang kau lakukan, berbohong dengan tangis air mata buaya. Bukan lagi air mata kadal.
Demi api neraka yang membakar jiwa para pendosa, kisah kelam itu semua berawal enam tahun yang lalu. Di tanah rantau orang, kau dan 'ia' bertemu pada suatu senja. Saling bercerita hingga akhirnya menjalin cinta.
20 Juni 2013
Tepat saat langit cerah berhias awan keemasan menjulang indah. Kau kenakan baju feminim untuk pertama kalinya. Lk square navy kemeja hem lengan tiga perempat, bercorak kotak-kotak warna hitam putih dengan celana pendek bewarna putih yang bersaing dengan warna putih kulit pahamu.
"Ada yang salah ya, Kak?" Laki-laki itu tercenung mematung memandangmu tidak berkedip sedikitpun. Secepat kilat jari lentikmu mencubit lenganya.
"Sakit tau, Ga!" Ia meronta mencebik menahan cubitan manjamu.
"Kak Ara nyebelin. Ya udah gue turun lagi ...."
Sebelum kau putar balik badan, ia segera menangkap lenganmu. Dalam hati mungkin kau berkata; yes berhasil.
"Ega ... Lu cantik baget hari ini." Ara perlahan berjalan mendekat menatapmu tajam. Anehnya seolah-olah udara dingin membeku membuatmu menggigil walaupun senja itu masih panas.
Bibir tipis mungil semanis strabery-mu tidak mampu bergerak apalagi berucap. Bisu, lidah kelu waktu seakan berhenti berputar. Seperti serutan sekam rambutmu yang jatuh oleh hempasan angin menutupi pipi, segera jemari Ara yang gagah menyusun, menghitung jumlah rambut hitam keemasan seperti warna senja itu kembali pada tatanannya.
"Apa ini artinya ... Lu nerima cinta gue, Ga?"
Sebuah pertanyaan dari Ara mebuatmu semakin gugup. Jantungmu berdetak lebih kencang berkali-kali tapi kamu tidak mati-mati. Aneh ya? Biarin.
Dalam hati kau bergumam; inilah tanganku, genggamlah yang erat lagi kuat. Inilah tubuhku, peluklah dengan lenganmu yang penuh kasih dan jangan lepaskan. Inilah bibir mungilku. Ciumlah dengan ciuman yang dalam, panjang dan senyap.
"Enggaak!!"
"Baiklah. Asal lu udah tahu gue cinta ama lu. Itu udah cukup."
"Cukup apa?"
Matamu mendelik menantangnya. Perlahan akal warasmu mulai meranggas berganti emosi membuncah. Kau tarik begitu saja 'tali goci' hem kemeja biru baju Ara sekuat tenaga hingga kedua hidung mancung itu saling menyentuh.
Deru nafas kau dan ia kian jelas terdengar dalam resah mempora-porandakan logika. Sepertinya cupid telah menyihir cinta kalian berdua.
"Gak salah. Itu yang ingin gue bilang ...." Belum sempat simungil tipis trabery meyelesaikan kata-katanya segera mendarat serangan dahsyat yang begitu panjang, dalam dan senyap.
Sepertinya iblis'pun mulai berdatangan seiring bergantinya senja menjadi malam. Sesuatu yang seharusnya tidak terjadi telah terjadi, kau persembahkan mahkota suci untuk melelehkan hatinya. Ara'pun bertekuk-lutut dalam pelukanmu.
Hari-hari laksana mimpi dalam panggung sandiwara, bahagia, sedih silih berganti kalian lalui bersama. Berbagi segala hal, mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut'pun sudah tidak asing buat kau dan dia.
Seperti biasa wanita pada umumnya, seolah tanpa dosa terkadang kau juga ikut bercertita di dunia maya dengan memberikan komentar seolah paling suci. Bahkan tak jarang sering menghakimi para pendosa, sungguh kau memang wanita beracun secerdik ular, selincah tupai melompat.
Bukanya kalian akhirnya menikah? Justru malah berpisah, lantaran restu keluarga Ara tak didapat. Kau pergi menghilang membawa malu? Atau memang tidak tau malu.
Bagaimana mungkin, kau yang dulu seramah kecinci menyapa Ara, sekuat hati meyakinkanya. Namun saat ia memperjuangkan cintamu, kau pergi begitu saja.
Apa kau lupa tiga tahun yang telah kalian lalui bersama? Melewati cadas beringas berbagi cerita. Apa kau lupa suara desahmu di sudut ranjang itu? Atau cebik manjamu dalam kamar mandi. Entahlah, bahkan di dapur bermain tepung atau saat memasak, di tangga, di kolam renang, di semua sudut-sudut dalam dan luar ruagan itu masih menyisakan aroma keringat harum racunmu.
Apa kau lupa dengan senyumu yang selalu tersugugkan hanya untuk Ara? Semua bayangan kenangan itu mungkin saat ini telah sirna.
Enam tahun telah berlalu, kini laki-laki bernama Uky yang sebentar lagi menjadi ayah dari anak pertamamu. Waktu tidak bisa diputar kembali. Begitu juga dengan sejarah cinta yang tidak mungkin bisa dihapus sekalipun ia mati untuk selamanya.
Paling tidak Ara sekarang lebih tenang saat mengerahui kenyataan, bukan rindu yang dikirimkan namun bingkai pernikahan yang menjadi jawaban. Ia akan baik-baik saja. Mungkin? Entahlah. The End
Ngenes nian
ReplyDeleteSiapa yang ngenes? Ngaku
Delete