Kupu-kupu Malam, Bagian 30, Cinta Terlarang Mama Muda Ini Dosa Siapa?
Novel Cinta Terlarang- Menjadi kupu-kupu malam di usia muda sebenarnya bukanlah sebuah pilihan bagi gadis asal Bandung bernama Gina Aulia. Ia lebih akrab di panggil Celine dalam dunia surga malam. Demi melunasi hutang keluarga yang menjeratnya menjadi penyebab utamanya.
Usianya masih sangat muda, tentu Celine lebih mudah untuknya memenangkan persaingan dan itulah kenapa ia menjadi angel high clas, tidak kalah dengan daun muda peri Alexsis. Memilih kota pahlawan Surabaya memang menjadi pilihan terbaiknya agar jauh dari kampung halaman.
“Jangan ragu, Aa,” bisik Celine, bangkit duduk di atas bathub. Aduahai begitu indah lukisan Maha Karya Alam Semesta, wajahnya berseri seperti matahari pagi, leher jenjang membuat vampire manapun tidak akan sanggup menahan diri untuk tidak mengigit manja.
“Kenapa Abang menangis?” Sebebuah suara dari Angela yang berada disebelahnya. Entah sejak kapan baju dan kain sudah terlempar sembarangan di luar kamar mandi.
Angela bisa membaca kepedihan hati Urya, sesuatu yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Gadis Minahasa itu bertekat untuk membuat satu-satunya pria dalam kamar mandi itu melupakan segalanya.
Tanpa waktu lama, sepasang bidadari itu sudah melakukan tarian surgaloka di hadapan Urya. Demikian lincah gerakan demi gerakan tarian itu, terkadang semarak-semruyak hanya dengan satu tujuan : Mempersembahkan kenikmatan semata pada sang Sultan.
Usianya masih sangat muda, tentu Celine lebih mudah untuknya memenangkan persaingan dan itulah kenapa ia menjadi angel high clas, tidak kalah dengan daun muda peri Alexsis. Memilih kota pahlawan Surabaya memang menjadi pilihan terbaiknya agar jauh dari kampung halaman.
“Jangan ragu, Aa,” bisik Celine, bangkit duduk di atas bathub. Aduahai begitu indah lukisan Maha Karya Alam Semesta, wajahnya berseri seperti matahari pagi, leher jenjang membuat vampire manapun tidak akan sanggup menahan diri untuk tidak mengigit manja.
Sisa-sisa air yang menempel, mengalir melewati bukit berjajar, begitu ran um, ken yal yang turun-naik seiarama nafas pemiliknya. Puncaknya terhiasi mutiara mulia berwarna hitam cok lat muda, menantang ditaklukan.
Urya mengangkat muka, pandanganya terpaku pada melandai-landai, putih ken yal dihadapanya. Bibirnya terkunci rapat, melandai-landai membawa ingatannya kembali tiga tahun yang lalu. Pada saat itu, pertama kali bersama Alena, meyakinkan bahwa seumur hidup hanya akan menjadi istri Urya.
Urya mengangkat muka, pandanganya terpaku pada melandai-landai, putih ken yal dihadapanya. Bibirnya terkunci rapat, melandai-landai membawa ingatannya kembali tiga tahun yang lalu. Pada saat itu, pertama kali bersama Alena, meyakinkan bahwa seumur hidup hanya akan menjadi istri Urya.
“Kenapa Abang menangis?” Sebebuah suara dari Angela yang berada disebelahnya. Entah sejak kapan baju dan kain sudah terlempar sembarangan di luar kamar mandi.
Angela bisa membaca kepedihan hati Urya, sesuatu yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Gadis Minahasa itu bertekat untuk membuat satu-satunya pria dalam kamar mandi itu melupakan segalanya.
Tanpa waktu lama, sepasang bidadari itu sudah melakukan tarian surgaloka di hadapan Urya. Demikian lincah gerakan demi gerakan tarian itu, terkadang semarak-semruyak hanya dengan satu tujuan : Mempersembahkan kenikmatan semata pada sang Sultan.
Celine dan Angela berbagi tugas dan memainkan peranya masing-masing. Hari itu, dunia milik mereka bertiga, sulit terhitung berapa banyak kenikmatan yang ditengguknya, semua mabuk dalam asmara terlarang.
Begitulah rezeki dibagi rata, perasaan senasib sepenanggungan dibagi sama. Sama rasa sama rata, katanya. Tapi jika saatnya bersaing sengit tidak jarang mereka saling menebar kebencian bahkan ke hal yang paling kecil.
Antara hitam dan putih batas di dunia mereka begitu tipis atau bahkan tidak ada. Semuanya kelabu, pekat dan pahit. Walau begitu selalu banyak cara untuk mereka tertawa melupakan semua itu.
Apalagi jika dapat klien tajir, tentu akan mengalir pundi-pundi rupiah yang cukup untuk berpesta-pora atau membeli tas mahal. Jalan-jalan dan membahagiakan diri sendiri.
“Aku bahagia, Aa. Aku selalu merasa nyaman setiap memandang mata Aa. Mungkin aku telah jatuh cinta pada Aa Urya, pada pertemuan yang sangat singkat ini.”
Celine tercenung di depan cermin, menyisir rambutnya yang lurus seperti serutan sekam. Tubuhnya nan molek hanya terbungkus lingire merah maron muda, warna cerah membuat kulitnya seputih bengkoang, berkilau dan mulus.
Sebenarnya tubuhnya sangat letih, ia istirahat sebentar dan memanjakan diri untuk mengumpulkan kembali tenaga yang terkuras. Mumpung Urya dan Angela pergi sebentar, keluar jalan-jalan.
“Kenapa aku cemburu saat Aa Urya bersama Angela? Ini gak bener.” Celine mendengus kesal. Bagaimana mungkin ia menaruh perasaan pada pelanggannya? Gadis asal Bandung itu sangat paham, Urya hanya tamu yang sekedar singgah.
“Aah semua lelaki sama saja. Mereka menginginkan wanita hanya untuk memenuhi nafsunya saja.”
Begitulah rezeki dibagi rata, perasaan senasib sepenanggungan dibagi sama. Sama rasa sama rata, katanya. Tapi jika saatnya bersaing sengit tidak jarang mereka saling menebar kebencian bahkan ke hal yang paling kecil.
Antara hitam dan putih batas di dunia mereka begitu tipis atau bahkan tidak ada. Semuanya kelabu, pekat dan pahit. Walau begitu selalu banyak cara untuk mereka tertawa melupakan semua itu.
Apalagi jika dapat klien tajir, tentu akan mengalir pundi-pundi rupiah yang cukup untuk berpesta-pora atau membeli tas mahal. Jalan-jalan dan membahagiakan diri sendiri.
Hari Ketiga, Awal November di Surabaya
“Aku bahagia, Aa. Aku selalu merasa nyaman setiap memandang mata Aa. Mungkin aku telah jatuh cinta pada Aa Urya, pada pertemuan yang sangat singkat ini.”
Celine tercenung di depan cermin, menyisir rambutnya yang lurus seperti serutan sekam. Tubuhnya nan molek hanya terbungkus lingire merah maron muda, warna cerah membuat kulitnya seputih bengkoang, berkilau dan mulus.
Sebenarnya tubuhnya sangat letih, ia istirahat sebentar dan memanjakan diri untuk mengumpulkan kembali tenaga yang terkuras. Mumpung Urya dan Angela pergi sebentar, keluar jalan-jalan.
“Kenapa aku cemburu saat Aa Urya bersama Angela? Ini gak bener.” Celine mendengus kesal. Bagaimana mungkin ia menaruh perasaan pada pelanggannya? Gadis asal Bandung itu sangat paham, Urya hanya tamu yang sekedar singgah.
“Aah semua lelaki sama saja. Mereka menginginkan wanita hanya untuk memenuhi nafsunya saja.”
Tangan Celine mengambil salah satu alat kecantikan di atas meja kecil, sebelah cermin. Sangat lincah, jemari lentiknya mulai merias wajahnya. Debu-debu kosmetik menempel tipis pada kulit, ia begitu cantik seperti bidadari turun dari khayangan.
“Pertama kali melihat Aa Urya, terlihat begitu manis. Aku bisa melihat ia sebenarnya lelaki yang baik. Siapa sangka dia juga memiliki sisi yang sama seperti pria-pria lain, bren gsek, mengukur wanita segala sesuatunya dengan uang.”
“Pertama kali melihat Aa Urya, terlihat begitu manis. Aku bisa melihat ia sebenarnya lelaki yang baik. Siapa sangka dia juga memiliki sisi yang sama seperti pria-pria lain, bren gsek, mengukur wanita segala sesuatunya dengan uang.”
Celine terbayang kembali dua hari yang telah ia lalui bersama Urya. Sambil tersenyum dalam hati, ia memarahi dirinya sendiri.
Celine kamu telah membuka gerbang dunia ke arah tidak pernah terduga. Kini apa yang akan terjadi berikutnya harus kamu simak dengan seksama. Bukan kamu tau dengan jelas bahwa Urya melakukan semua ini karena sangat mencintai kedua istrinya? Hati-hati bermain perasaan, sekali jatuh cinta artinya kamu rela jatuh terjerembab kelembah putus asa menyakitkan yang mengasyikan.
“Kamu cantik banget, Lin?”
Celine kamu telah membuka gerbang dunia ke arah tidak pernah terduga. Kini apa yang akan terjadi berikutnya harus kamu simak dengan seksama. Bukan kamu tau dengan jelas bahwa Urya melakukan semua ini karena sangat mencintai kedua istrinya? Hati-hati bermain perasaan, sekali jatuh cinta artinya kamu rela jatuh terjerembab kelembah putus asa menyakitkan yang mengasyikan.
“Kamu cantik banget, Lin?”
Sebuah suara dari Urya yang membuat gadis Bandung itu menoleh. Entah sejak kapan Urya dan Angela masuk kamar, Celine terlalu sibuk berdebat kusir dengan perasaanya sendiri.
“Makasih sayang. Aku kangen banget.” Celine memeluk Urya erat-erat, ada perasaan aneh takut kehilangan.
“Masa sih? Baru di tinggal tiga jam saja udah kangen,” sindir Angela, dadanya sedikit nyeri.”Ini aku bawa makanan kesukaanmu, Seblak Pedas.”
Celine tidak menjawab pertanyaan Angela, gadis itu justru menjawab bibir berpagut dengan Urya. Tanpa ampun, ia mulai menjadi lampir muda yang menindas.
Sepuluh menit kemudian celana emba dan kemeja sudah berterbangan. Angela hanya menjadi penonton pertunjukan itu, hatinya sakit hanya tidak berdarah.
“Wow legitnya selangit, aroma bunga mawar begitu harum, membius saraf otaku …”
“Makasih sayang. Aku kangen banget.” Celine memeluk Urya erat-erat, ada perasaan aneh takut kehilangan.
“Masa sih? Baru di tinggal tiga jam saja udah kangen,” sindir Angela, dadanya sedikit nyeri.”Ini aku bawa makanan kesukaanmu, Seblak Pedas.”
Celine tidak menjawab pertanyaan Angela, gadis itu justru menjawab bibir berpagut dengan Urya. Tanpa ampun, ia mulai menjadi lampir muda yang menindas.
Sepuluh menit kemudian celana emba dan kemeja sudah berterbangan. Angela hanya menjadi penonton pertunjukan itu, hatinya sakit hanya tidak berdarah.
“Wow legitnya selangit, aroma bunga mawar begitu harum, membius saraf otaku …”
Urya tidak lagi sanggup menyelesaikan kata-katanya. Gadis pasundan itu sudah mendudukinya. Menekan sekuat tenaga.
Pertunjukan itu membuat Angela tidak tinggal diam. Ia sama sekali tidak mau mengalah dengan sahabatnya itu. Tidak butuh waktu lama kini sudah membentuk huruf U wuwu. Urya membirakan dirinya tidur terlentang di bawah, sementara sepasang bidadari itu saling berukar posisi dalam beberapa waktu.
Sepasang bidadari merasa mendapatkan keluluasaan dan perasaan cemburu diluapkan dengan gairah api asmara yang membara. Keduanya melaju dengan cepat seperti kereta api ekspres yang meninggalkan peron.
“Eva … Alena … Maafkan aku …. Tidak ada maaf untuk aku … terserah ….” Gumam Urya dalam hati, ia membiarkan dirinya mengikuti arus laut permainan, menghanyutkanya ….
Sembilan puluh sembilan menit kemudian … mungkin lebih, seprai sudah awut-awutan. Celine tepar, tidur dibahu Urya sebelah kanan dan Angela tidak berdaya disebelah kiri.
“Makasih ya sayang,” kata Urya menciumi pucuk-pucuk rambut kedua gadis dalam pelukanya.
“Abang masih kuat?” tantang Angela mencebik manja.
“Istirahat sebentar, biar nanti lebih geregetan,” sahut Celine merajuk, tidak mau mengalah. Mereka perlu persiapan energi yang cukup sebab tidak ingin mengecewakan klien sebaik Urya. Apalagi saat musim hujan seperti ini. Sepertinya setan turun bersama butiran-butiran air menyuruh manusia berpesta pora sepanjang malam.
Siapakah bisa membuat bahagia? Adalah orang yang membuatmu menderita. Semakin melupakan, justru semakin terjerat perasaanya. Semakin tidak sanggup melupakan “Eva-Angela” . Hatinya memberontak-bergejolak seperti air mendidih, sesak.
Sebuah pengadilan kecil terjadi dalam minda dengan Urya sebagai tersangkanya. Pagi itu ia berjalan sendirian, mencoba menenangkan diri. Wajahnya tampak pias namun luar biasa tenang. Matanya menerawang jauh tidak mempedulikan jalanan disekitarnya.
Seperti sebuah drama telenovela, langit berkonspirai menumpahkan milyaran rintik menyerbu bumi. Urya terus berjalan mengikuti langkah kakinya, ia sangat letih.
“Eva jiwaku, bagaimana aku bisa hidup tanpa jiwa?” bulir bening meleleh membasahi pipi bersama petir menyambar-nyambar bumi. “Alena hatiku, tanpa hati tidak lebih aku hanya zombie.”
Urya terengah-engah hujan membasahi seluruh tubuhnya. Bajunya tidak sanggup membungkus tubuh yang kuyub. Angin bergemuruh dipepohonan yang satu persatu dilewatinya. Cahaya lampu neon tidak sanggup menembus gelap, semakin pekat oleh kabut dan curahan air langit yang murka.
“Aaah …..!!”
Urya menjerit sekuat tenaga, melengking membumbung ke langit. Mukanya peris terhantam butir-butir air hujan yang seakan tidak mau berkompromi. Berkali-kali mata berkerjab menahan perih.
“Apa kamu ingat, Va? Saat di pinggir jalanan Purwodadi, kendaraan kita rusak pada malam hari. Kita tidur di teras rumah orang tidak dikenal. Kamu rela tidur dijalanan, menenemaniku dengan takzim. Maafkan aku, Va.”
Urya terus berjalan …. Sementara dari arah berlawanan ada mobil melaju, sopirnya mengomel berkali-kali karena hujan amat lebat menutupi pandangan … Brakk … Apa yang akan terjadi? Next
Pertunjukan itu membuat Angela tidak tinggal diam. Ia sama sekali tidak mau mengalah dengan sahabatnya itu. Tidak butuh waktu lama kini sudah membentuk huruf U wuwu. Urya membirakan dirinya tidur terlentang di bawah, sementara sepasang bidadari itu saling berukar posisi dalam beberapa waktu.
Sepasang bidadari merasa mendapatkan keluluasaan dan perasaan cemburu diluapkan dengan gairah api asmara yang membara. Keduanya melaju dengan cepat seperti kereta api ekspres yang meninggalkan peron.
“Eva … Alena … Maafkan aku …. Tidak ada maaf untuk aku … terserah ….” Gumam Urya dalam hati, ia membiarkan dirinya mengikuti arus laut permainan, menghanyutkanya ….
Sembilan puluh sembilan menit kemudian … mungkin lebih, seprai sudah awut-awutan. Celine tepar, tidur dibahu Urya sebelah kanan dan Angela tidak berdaya disebelah kiri.
“Makasih ya sayang,” kata Urya menciumi pucuk-pucuk rambut kedua gadis dalam pelukanya.
“Abang masih kuat?” tantang Angela mencebik manja.
“Istirahat sebentar, biar nanti lebih geregetan,” sahut Celine merajuk, tidak mau mengalah. Mereka perlu persiapan energi yang cukup sebab tidak ingin mengecewakan klien sebaik Urya. Apalagi saat musim hujan seperti ini. Sepertinya setan turun bersama butiran-butiran air menyuruh manusia berpesta pora sepanjang malam.
Hari keenam, November Badai Menghantam
Siapakah bisa membuat bahagia? Adalah orang yang membuatmu menderita. Semakin melupakan, justru semakin terjerat perasaanya. Semakin tidak sanggup melupakan “Eva-Angela” . Hatinya memberontak-bergejolak seperti air mendidih, sesak.
Sebuah pengadilan kecil terjadi dalam minda dengan Urya sebagai tersangkanya. Pagi itu ia berjalan sendirian, mencoba menenangkan diri. Wajahnya tampak pias namun luar biasa tenang. Matanya menerawang jauh tidak mempedulikan jalanan disekitarnya.
Seperti sebuah drama telenovela, langit berkonspirai menumpahkan milyaran rintik menyerbu bumi. Urya terus berjalan mengikuti langkah kakinya, ia sangat letih.
“Eva jiwaku, bagaimana aku bisa hidup tanpa jiwa?” bulir bening meleleh membasahi pipi bersama petir menyambar-nyambar bumi. “Alena hatiku, tanpa hati tidak lebih aku hanya zombie.”
Urya terengah-engah hujan membasahi seluruh tubuhnya. Bajunya tidak sanggup membungkus tubuh yang kuyub. Angin bergemuruh dipepohonan yang satu persatu dilewatinya. Cahaya lampu neon tidak sanggup menembus gelap, semakin pekat oleh kabut dan curahan air langit yang murka.
“Aaah …..!!”
Urya menjerit sekuat tenaga, melengking membumbung ke langit. Mukanya peris terhantam butir-butir air hujan yang seakan tidak mau berkompromi. Berkali-kali mata berkerjab menahan perih.
“Apa kamu ingat, Va? Saat di pinggir jalanan Purwodadi, kendaraan kita rusak pada malam hari. Kita tidur di teras rumah orang tidak dikenal. Kamu rela tidur dijalanan, menenemaniku dengan takzim. Maafkan aku, Va.”
Urya terus berjalan …. Sementara dari arah berlawanan ada mobil melaju, sopirnya mengomel berkali-kali karena hujan amat lebat menutupi pandangan … Brakk … Apa yang akan terjadi? Next
Post a Comment for "Kupu-kupu Malam, Bagian 30, Cinta Terlarang Mama Muda Ini Dosa Siapa? "
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.