Semilir Rindu Membiru, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? Episode 38
Novel Romantis Cinta Terlarang, Romance Adult, Bagian 38
Novel Cinta Terlarang- Gina membiarkan tangannya diremas. Sejak beberapa hari berada di rumah sakit, ia merasa semakin rindu dengan Bayu yang ternyata sangat perhatian. Bagi perempuan pasundan itu, mendapatkan kesempatan menjadi istrinya adalah kebahagiaan yang lebih baik dari pada dunia dan isinya.
Bagaimana Gina tidak bahagia? Bukan hanya bisa menjadi seorang istri, kini juga sedang mengandung janin buah cinta sucinya. Dulu semua orang memandangnya hina, bagai bunga layu terbuang pada semak belukar dunia malam.
Belajar peduli, Gina mengambil keputusan berisiko jatuh lebih dalam. Sebuah konspirasi tetap saja masih kerap datang menghantui tidak tau diri. Bagaimana jika semuanya terbongkar? Ia ingin segera pulang, meluapkan rindu yang bergetar dalam dada.
"Aku gak mau pulang. Aku mau disini saja, Aa." Gina berbalik memunggungi suaminya.
"Jangan khawatir, Sayang. Aa kuat loh 'berpuasa' untuk, Neng. Mau?"
Bayu berdecak gemes, apa istrinya tidak paham bahwa ia setengah hidup terbelenggu rindu.
"Aya naon, Aa? Neng teh tidak sejahat itu atuh. Kapan Neng teh bisa menolak Aa?" Gina berbalik, menatap penuh kemenangan pada Bayu menyeringai.
"Iya kitu, Neng? Emm okeh... siap-siap Neng mendapatkan hukuman."
Bayu menghitung pucuk-pucuk rambut bidadarinya itu yang terurai di atas bantal. Wanita itu memang mempesona dan penuh dengan cinta.
Sepanjang hari Bayu itu tidak henti-hentinya berdoa. Wajahnya yang tampan itu tampak letih, tetapi matanya yang sedih itu tampak penuh keteguhan pula.
"Udah ... Aa jangan nangis. Neng teh tak aya permen. Cup cup cup. Jiwa ragaku dan bahkan hidupku hanya untuk Aa."
"Siapa pula yang nangis, Neng. Aa cuma kelipatan."
"Iya gitu, Aa?" Gina begitu saja mendaratkan kecupan hangat di kening suaminya. Kemudian memeluk erat-erat. "Sabar ini ujian Sabar ini ujian."
Bayu membalas memeluk istrinya. "Janji ya. Jangan pernah tinggalkan Aa."
"Emang Neng bisa pergi kemana Aa? Aya aya wae. Neng teh selamanya hidup di hati Aa Bayu."
Gina sangat menyadari akan penyakitnya. Apakah itu sebuah hukuman dari perbuatan masa lalu atau cara Sang Maha Cinta mensucikan dirinya dari segala dosa?
"Jujur, apa yang Neng sembunyikan dari Aa?"
Sebuah pertanyaan melesat begitu saja dari Bayu. Bagaimana mungkin Gina bisa mengungkapkan semua kebenarannya?
Berkali-kali pula dalam hati Gina mengatakan bahwa semua ini adalah kesalahannya. Bayu tidak terlalu mengerti, mengapa bidadari di sampingnya ini selalu berkata penuh teka-teki.
Entah apa yang dipikirkan Gina hingga Bayu harus membuka lapis demi lapis pertanyaan yang menyelubunginya. Apakah Bayu benar-benar hilang ingatan?
Gina terdiam dan merapatkan selimut hingga dada. Mengalihkan matanya dari Bayu yang menatapnya intens dan membuat detak jantungnya porak-poranda.
Pulang dari Rumah Sakit
Beberapa saat kemudian, ketika seorang perawat memastikan Gina boleh pulang dan beristirahat di rumah. Begitu lembut Bayu merengkuh pinggangnya dan menuntun hingga ke parkiran mobil di depan IGD rumah sakit.
"Ingin maem atau beli sesuatu sebelum pulang, Neng?"
Hanya diam, Gina menggeleng lemah kemudian bersandar di kursi penumpang. Pura-pura memejamkan mata. Walaupun sebenarnya sudah cukup sehat dan kuat, kapan lagi punya kesempatan dimanja suaminya?
Memejamkan mata Gina membawa kembali saat honymoon di pangandaran ....
Gina mengenakan lingere merah maron hadiah dari Angela dan merasa bagai bidadari surga yang turun ke bumi.
Tatapan mata Bayu nampak membara tatkala melihat istri melenggang aduhai mendekat menuju ranjang. Begitu memabukkan, memutar-mutar dalam minda.
Lukisan Maha Karya Sang Maha Cinta begitu sempurna tatkala Gina terlentang-menantang ditaklukkan. Melandai-landai menjulang sangat angun melenakan.
Dada Bayu bergoyang dahsyat, gemetar membuatnya terpaku bersyukur memiliki bidadari surga secantik Gina Aulia. Saat hidupnya telah digenapi, apalagi yang dibutuhkan? Kecuali rasa syukur berlipat-lipat ganda.
Gemetar, Bayu begitu lihai menari-nari berlari kecil dari ujung kaki hingga ujung rambut bidadarinya yang sudah terbang keawang-awang.
Sekejap saja kain bahan satin itu sudah berterbangan di atas lantai. Menambah pesona keindahan lukisan Maha Karya Sang Maha Cinta. Gina bergerak gelisah saat tarian Bayu mulai menghangat.
Begitu bersemangat, Gina kini duduk dalam pangkuan Bayu, membenamkan segala kerinduan. Menghuncam kuat-kuat lampir muda itu mulai menindas....
"Udah sampai, Neng... Neng..." Bayu memanggil istrinya saat mobil hitam metalik buatan jepang itu tiba di depan rumah.
Gina masih tetap pura-pura tertidur, takut apa yang dihayalkanya ketahuan. Bayu menggendongnya ke kamar dan terjaga ketika dibaringkan di atas ranjang.
Membuat Bubur untuk Bidadari
Bayu melemparkan kecupan singkat di kening istrinya. Kemudian pergi ke dapat untuk membuat bubur. Koki dadakan itu memasak dengan kasih sayang tulus.
Begitu lihai berkutat di dapur tiga puluh menit mungkin lebih. Bangga dan bahagia menatap masakan pertama istinya, dengan semangat ia kemudian meninggalkan dapur.
Bayu hanya ingin menjadi suami terbaik untuk istrinya. Sesampainya dalam kamar, betapa terkejutnya Bayu melihat Gina tengah berganti pakaian.
Melihat pegunungan menantang untuk ditaklukkan, mata Bayu berkabut. Ada daya magnet yang tidak tau diri dalam dadanyadan sulit dikendalikan.
"Jika masih lemes, Neng istirahat aja atuh," katanya Bayu menatapnya miring.
Sindiran itu menggoda pertahanan Gina yang sejatinya keduanya sama-sama terbelenggu rindu hanya tertahan iba takut tidak bisa membahagiakan, takut dianggap tidak berperasaan dan pengertian.
Bagian itu yang membuat mereka merasa tidak adil. Mengapa sebuah rindu harus dihalangi oleh rasa iba? Berperasaan harus dibenturkan dengan belenggu rindu.
Bayu rasanya tidak tega harus meminta haknya sebagai suami pada istrinya yang baru saja pulang dari rumah sakit. Padahal setengah hidup ia mendamba dayungan surgaloka.
Sementara Gina merasa kurang percaya diri dihadapan pria terkasih. Rasa takut mengecewakan Bayu memutar-mutar dalam minda. Padahal rindu dalam dada sudah begitu membiru untuk menyatu, menanti hujan membanjiri sawah mengering.
"Neng udah sehat kok, Aa," balasnya pura-pura lesu. Gina yang begitu dalam mencintai Bayu memilih untuk diam, menyembunyikan perasaan. Sementara hatinya tidak ingin suaminya merasa kecewa.
"Maem dulu ya. Aa udah buatin bubur untuk Neng."
Bayu benci moment-moment seperti itu. Menjalani hari-hari takut menyakiti kekasih hati. Lebih benci lagi, ia tidak bisa berpaling.
Keadaan begitu tega menyiksa keduanya dalam rindu membiru.
"Gak mau, pahit gak buburnya?"
"Asli dijamin manis. Kalau gak percaya, maem sambil lihat wajah Aa. Pasti manis."
"Halah dasar pinter gombal. Suapin."
"Siap tuan putri. Tapi ada bayarannya."
"Iya iya iya iya iya iya iya, sepuas Aa Bayu deh."
"Bener nih?"
"Kapan Neng pernah bohong, Aa?"
"Kebiasaan, ditanya balik bertanya. Ya udah makan dulu buburnya. Keburu biar punya tenaga nanti," goda Bayu tersenyum miring.
Gina dalam hati bertanya-tanya. Apakah Urya juga begitu pengertian pada kedua istrinya yang lain, Eva dan Alena? Mungkin itu salah satu alasan keduanya tidak mau berbagi suami.
Lelaki mapan, tampan dan pengertian menjadi banyak idaman. Permasalahannya adalah wanita mana yang rela dimadu?
Terkadang terbesit rasa cemburu pada Eva dan Alena. Bagaimana tidak? Mereka berdua dicintai oleh Urya dalam keadaan sadar.
Sementara Gina dicintai Urya dalam keadaan menjadi Bayu. Kapan saja ingatan itu kembali, ia bisa kehilangan suaminya.
Eva dan Alena berasal dari wanita terpandang dan baik-baik. Sedangkan Gina dari lembah nista saat masih menjadi Celine.
Perasaan itu sungguhpun datang selalu Gina tepis. Apapun resikonya, paling tidak Gina pernah bahagia dan merasa dicintai.
"Pelan-pelan atuh Neng maemnya."
"Masakan Aa rasanya enak banget. Neng suka."
Sebening tirta jatuh begitu saja membasahi pipi Gina, sembari menyantap habis bubur.
"Apapun yang terjadi. Neng adalah my wife, for ever."
Bayu menyeka air mata yang tertumpah itu. Mengelus-elus punggung istrinya. Siang itu Bayu melayani Gina bak cinderella.
Mentari terus berjalan, merubah siang menuju senja. Keduanya baru saja selesai mandi dan absen berjamaah. Sudah tidak ada alasan lagi untuk memenjarakan rindu.
"Neng kangen banget sama Aa Bayu. Peluk aku please."
Gina menyandarkan kepalanya didada bidang itu, menikmati datangnya senja di atas balkon depan kamar.
"Sebentar lagi Ramadhan, bakal puasa lama, kan?"
"Aiss dasar ya. Emm masalah ngegombal Aa Bayu ahlinya."
Riak air kolam renang memantulkan bias cahaya begitu indah, bunga-bunga tertata tapi di taman. Semilir angin pegunungan kota Bandung membuat susana begitu romantis.
Entah sejak kapan keduanya sudah saling terpagut, menari lincah, senyap dan dalam. Siluet pergulatan romantis mereka sungguh indah. Penyatuan mereka di balkon jika terlihat dari bawah kolam renang, siapapun pasti akan iri melihatnya.
Dedaunan melambai, hempasan demburan ombak perlahan terdengar dari kejauhan hembusan nafas yang membumbung tinggi ke udara, menyampaikan rindu pada semesta...
Keduanya sudah tidak bisa terkendali lagi...
Next
INDEKS LINK
Selamat membaca dan jangan lupa bahagia. Pantengin terus untuk mengikuti episode selanjutnya.
Post a Comment for "Semilir Rindu Membiru, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? Episode 38"
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.