Pesona Bidadari Bandung, Episode 37, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa?
Novel Cinta Terlarang Penuh Dosa Mama Muda
Novel Cinta Terlarang- Betapa gelis jelita manis bidadari bumi asal kota kembang. Serupa nafasnya wangi harum bunga beraneka warna, sorot matanya berbinar meneduhkan jiwa semusim semi, dingin lagi sesejuk hawa pegunungan kota Bandung.
Berlama-lama Bayu menatap bidadari surganya yang melahap sarapan pagi ini hingga tandas. Rupanya perjalanan melintasi sembilan samudera keindahan surga loka mereka telah membakar kalori cukup berlimpah sehingga memaksa kelaparan.
Magligai Bidadari Bandung
Saat cinta menyatu dalam mahligai menakjubkan, apalagi jika bukan kebahagiaan yang menggelora? Terlintas sedikit senyum terbit diwajah keduanya mengingat sepintas kenangan setelah subuh tadi.
Sebuah perjalanan melenakan lagi memabukkan mereka bukan sekedar kenikmatan melainkan candu kebutuhan. Berkali-kali, berlama-lama, menari-nari memenuhi mata dan dada.
Gina mengamati aura Bayu lebih segar pagi ini. Suaminya menghabiskan dua piring nasi, empat potong paha ayam goreng kesukaannya dan semangkuk sayur menir. Tidak lupa sambal bawang putih.
Apakah kegiatan selepas Subuh tadi menguras energinya? Pikir Gina lucu melihat suaminya makan.
Melihat istrinya malamun, Bayu dengan perlahan mengulurkan tangan dan membelai lentik jemari istrinya.
"Apa mau nambah lagi, Neng?" goda Bayu puas, sembari meremas tangan bidadari surganya.
"Idih maunya Aa ' kan? Emm mau..."
"Bener, Neng?" Bayu begitu bersemangat, menyala-nyala.
"Iya mau... tapi boong..." Gina tertawa puas, "mau rapikan taman aja Aa. Emangnya Aa gak kerja?" imbuhnya.
"Ah males banget. Neng nyebelin. Males, males...."
"Emm siapa yang ngajarin coba, Aa 'kan?"
"Iya iya iya iya iya iya iya iya iya iya iya iya iya... puas?"
"Puas pakai banget." Gina menatap Bayu penuh kemenangan.
Bayu berdiri, menggeser kursinya, meraih kepala Gina mendaratkan kecupan hangat di kening bidadari surga asal Bandung itu dengan lembut.
"Aa berangkat kerja dulu ya, Neng."
"Iya Aa, Sayang Jangan lupa pulang kerja nanti belikan strabery yang tidak terlalu masak juga tidak terlalu muda. Awas lupa! Jika bayi kita nanti ngiler, Aa pokoknya yang Neng salahin."
"Ya udah nanti Aa suruh 'anak-anak' beli dan antar pulang."
"Gak mau, Aa. Harus Aa sendiri yang beli dan bawa pulang," ancam Gina dengan nada meninggi.
"Sama aja atuh, Neng. Aa pulang telat, soalnya banyak kerjaan menumpuk," rayu Bayu mencubit hidung Gina, gemes.
"Ya sudah kerja aja terus. Sibuk aja terus. Aku memang gak berarti buat Aa 'kan?"
Gina menangis melemparkan sendok makan, mukanya dilipat-lipat, bibirnya bisa dikucir.
Suara bantingan sendok membuat mamanya mengintip dari balik pintu. Mamanya hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan putrinya yang sedang ngidam. Menangis bahagia.
"Siap tuan putri. Hamba akan melayani dengan sepenuh hati," goda Bayu duduk mencium perut istrinya. "Kelakuan mamamu jangan diikuti ya sayang," imbuh bisiknya.
"Apa?" Gina mendelik, mendorong suaminya.
"Ya udah sana berangkat kerja. Awas pulang telat, tidur di luar. Aku akan nangis terus pokoknya. Titik."
"Emmmuuuahh i love you. Aa berangkat kerja dulu ya sayangku. Jaga diri Neng buat Aa ya." Berkali-kali Bayu mencium kening istrinya hingga akhirnya berangkat mencari menir untuk menyambung hidup dan keluarga.
Menjenguk ke Rumah Sakit
Sebuah senyum tipis terkembang di bibir Gina ketika ia ingat ciuman pertama mereka. Betapa jauh dalam ruang dan waktu adegan yang mempesona itu, tetapi betapa dekat kini di kalbunya, begitu melekat. Ia ingat betapa tidak kuasa dirinya berpikir jernih dan bertindak leluasa waktu itu.
Lalu kini Gina tersesat dalam kelapang-legaan itu. Kini ia menyongsong sebuah rindu yang perlahan-lahan membalut rasa. Seluruh hidupnya kini hanya untuk Bayu dan malaikat kecil yang ada dalam rahimnya.
Apa pula itu kejanggalan ketakmasuk-akalan? Sebentuk cinta. Sekerat rindu. Itulah kejanggalan. Itulah ketakmasuk-akalan.
Begitu jelas dalam ingatan Gina sebagai Celine dan Bayu sebagai Urya waktu di Surabaya.....
Ia sedang tenggelam dalam melintasi sembilan samudera keindahan. Tubuhnya yang penuh energi muda itu berkeringat, bergerak naik turun dengan ganas. Celine menggelinjang-gelinjang penuh gairah.Suara des4h bercampur er4 ngan dan r1nt1han memenuhi kamar yang luas di dalam hotel berbintang. Derit dan derik ranjang ikut meningkahi, menambah semarak dan seronok suasana. Dua buah bantal tampak berserakan di lantai, di atas beberapa helai pakaian yang tampaknya dibuka tergesa-gesa dan dilemparkan begitu saja oleh pemiliknya.
“Aa… lebih cepat lagi… Sayang…,” Celine terdengar mendes4h mer1nt1h, sambil melingkarkan kedua tangannya di leher pria itu, menarik kepala Urya lebih tenggelam lagi di lekuk-liku pangkal lehernya.....
Post a Comment for "Pesona Bidadari Bandung, Episode 37, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? "
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.