Belajar Plot Twist Anagnorosis Beserta Contohnya
Belajar Menulis Novel, Cerbung dan Cerpen
Plot Twist selalu memberikan keterkejutan bagi pembaca dan menjadi tantangan tersendiri untuk penulis. Tidak heran banyak penulis fiksi ramai mempelajarinya. Kenapa? Tulisan cerita dengan plot Twist itu sangat sesuatu.
Tulisan sebelumnya membahas jenis-jenis Plot Twist dan ternyata sahabat Belajar Bersama Bisa masih banyak yang ingin mengulas lebih mendalam.
Seperti biasa, sebelum melanjutkan jangan lupa gabung dengan Group Belajar Bersama Bisa di facebook dan telegram untuk mengikuti diskusi dan belajar menulis .
Adalah anagnorisis (a.na.gno.ri.sis) atau penemuan adalah sebuah momen ketika tokoh mendapatkan pencerahan tentang jati dirinya atau orang lain. Pengetahuan baru inilah yang mengubah pemahaman tentang dirinya. Plot twist ini sifatnya internal.
Fitur khusus:
- Anagnorisis biasanya datang setelah plot twist lain yang disebut Peripeteia.
- Dengan teknik ini, informasi karakter yang tersamarkan kemudian dibuka.
- Anagnorisis boleh dibilang sebagai salah satu teknik plot twist tertua.
- Salah satu contoh cerita klasik yang memakai anagnorisis adalah Oedipus Tyrannus (atau Oedipus Rex) karya Sophocles yang pertama kali ditampilkan pada tahun 429 SM.
Secara sederhana dapat disimpulkan Plot Twist Anagnorosis seperti berikut;
Tokoh dianggap teraniaya ternyata dia sendiri adalah penjahatnya atau dalam horor tokoh mengajari seseorang melihat hantu ternyata dia sendiri adalah hantunya.
Plot Twist selalu memberikan keterkejutan bagi pembaca dan menjadi tantangan tersendiri untuk penulis. Tidak heran banyak penulis fiksi ramai mempelajarinya. Kenapa? Tulisan cerita dengan plot Twist itu sangat sesuatu.
Tulisan sebelumnya membahas jenis-jenis Plot Twist dan ternyata sahabat Belajar Bersama Bisa masih banyak yang ingin mengulas lebih mendalam.
Seperti biasa, sebelum melanjutkan jangan lupa gabung dengan Group Belajar Bersama Bisa di facebook dan telegram untuk mengikuti diskusi dan belajar menulis .
"Apa Itu Plot Twist Anagnorosis?"
Adalah anagnorisis (a.na.gno.ri.sis) atau penemuan adalah sebuah momen ketika tokoh mendapatkan pencerahan tentang jati dirinya atau orang lain. Pengetahuan baru inilah yang mengubah pemahaman tentang dirinya. Plot twist ini sifatnya internal.
Fitur khusus:
- Anagnorisis biasanya datang setelah plot twist lain yang disebut Peripeteia.
- Dengan teknik ini, informasi karakter yang tersamarkan kemudian dibuka.
- Anagnorisis boleh dibilang sebagai salah satu teknik plot twist tertua.
- Salah satu contoh cerita klasik yang memakai anagnorisis adalah Oedipus Tyrannus (atau Oedipus Rex) karya Sophocles yang pertama kali ditampilkan pada tahun 429 SM.
Secara sederhana dapat disimpulkan Plot Twist Anagnorosis seperti berikut;
Tokoh dianggap teraniaya ternyata dia sendiri adalah penjahatnya atau dalam horor tokoh mengajari seseorang melihat hantu ternyata dia sendiri adalah hantunya.
Apa hambatanmu dalam menulis? Temukan solusinya tips menulis dan semoga tercerahkan.
Contoh Plot Twist Anagnorosis
MAMSUMU : Maafkan Aku Mencintai Suamimu
Derai suaranya gugur memantul daun yang rindang gemericik rinai hujan membasahi tubuh di sepanjang perjalan antara Magetan hingga ke Pacitan malam.
Bersama laki-laki sudah beristri kisah cintaku menjadi kenangan indah yang tak akan terlupakan hingga ujung senja.
Bukan hanya mahkota suci yang telah aku persembahkan untuk cinta bodoh itu namun juga selamanya aku rela menantinya di sini bersama rindu yang terdalam.
Keheningan pagi menjadi bising di kota Pahlawan Surabaya setibanya aku di Bandar Udara Juanda. Hari itu aku pulang kampung ke Jawa. Bekerja sebagai sebagai baby sitter di Pulau Dewata bagi gadis desa sepertiku sudah merupakan kebanggaan di kampung.
Setelah dari Juanda naik taxi menuju Terminal Bus Bungurasih aku naik bus jurusan Madiun. Ya sebenarnya bisa langsung ke Pacitan namun ada kekasih hati yang telah menunggu di Magetan menjemputku.
Hingga tepat mentari di atas kepala akhirnya aku tiba di sana.
Berat sebenarnya kaki ini melangkah menuju laki-laki yang selalu dalam hati yang terdalam.
Di mana mahkota suci ini telah aku persembahkan demi cintaku padanya tahun lalu saat kita bersama mengukir kenangan indah dalam cinta.
"Dari tadi nunggunya Mas?" tanyaku mencoba mengalihkan pelukan Mas Arya yang sudah sangat rindu berat sepertinya. Jujur sebagai wanita aku malu berpelukan dilihat banyak orang di terminal pada siang hari pula.
"Gak.. Barusan setengah hari menunggumu,' balasnya ngambek seperti anak kecil. Lucu juga ternyata cowok bisa ngambek.
Mau bagaimana lagi meski sebenarnya malu terpaksa aku mencium pipinya dengan cepat kilat, dengan tanpa memperdulikan apakah ada orang yang melihatnya atau tidak? Gejolak rindu dalam hati ini sudah sangat menggelora.
Setelah Mas Arya menaruh tas bawaanku di motor kami segera mungkin meninggalkan terminal Magetan. Berkendara bersamanya dengan sepeda motor beat merah aku meluk Mas Arya seerat mungkin.
"Mas gak kangen ma Adek?"
"Kalau gak kangen ngapain tadi cium kamu, Dek?"
Masih saja aku tidak peduli dan terus memeluknya dengan erat lagi kuat.
Sebenarnya dari Magetan akan lebih cepat jika lewat Ponorogo untuk menuju Pacitan.
Mas Arya sengaja lewat Ngawi lalu mutar lewat Solo biar perjalananya makin jauh. Tentu saja semakin jauh perjalananya semakin lama kita bisa bersama memadu cinta.
Semirilnya sang bayu membelai mesra bercumbu manja seolah beban telah sirna.
Beban batin karena inilah pertama kalinya aku pulang membawa pria menghadap orang tua.
Apa yang harus aku katakan pada mereka bahwa laki-laki yang bersamaku ini masih beristri? Wanita mana yang ingin jadi istri kedua dan orang tua mana yang rela putrinya seperti itu?
Benar saja aku menciptakan labirin dalam otakku di mana setiap pertanyaan-pertanyaan hanya akan menghasilkan jalan buntu. Bahkan konyolnya, darah cinta yang aku persembahkan untuknya waktu itu diusapnya dengan kain daleman masih tersimpan suci terlamilating sebagi bukti kenangan bahwa jiwa jaga ini hanya untuknya.
"Gak laper, Dek?" tanya Mas Arya yang membangunkanku dari lamunan tak berujung itu.
"Iya Mas... Kita cari makan dulu."
"Di mana?"
"Di mana saja asal Mas Arya suka."
"Ya udah kita makan nasi pecel aja."
Kemudian Mas Arya berhenti disalah satu warung pinggir jalan. Segelas teh hangat setidaknya cukup menghangatkan hati yang mendung. Entah sepertinya alam berpihak atau apa? Selama kita makan mendung menggulung di Kota Ngawi.
Kami berhenti makan di Kedung Glagah dan memang itu belum sampai di kota Ngawi. Sendang Glagah kini hidup dalam hati mematri kenangan cinta suci.
Langit Mendung Kota Ngawi menjadi kenangan terindah dalam kisah cinta yang terjal seperti Padas, yang mengelegar seperi Kedunggalar, dengan rindu tersusun seperti Walikukun. Meski harus dengan linangan air mata tergenang di Geneng dan biarlah menjadi Karangjati. Sejati cinta dalam kenangan.
"Mas suapin ya Dek?" Pinta tanya memaksa karena sedari tadi aku hanya memandangi makanan nasi pecel.
Disuapin kekasih hati ya pasti tidak menolak lah! Hati wanita mana yang tidak meleleh dengan sikap kasih Mas Arya yang selalu memanjakan wanita.
Langit masih saja kelabu meski rintik hujan mulai berhenti dan setelah selesai makan kita terus melanjutkan perjalanan. Sedikit gamang rasa hati terobati oleh sikap mesra Mas Arya terhadapku.
Sepeda motor terus melaju menerjang sang bayu yang dingin beku. Hujan seperinya memang tak mau berhenti senja itu.
Setelah melewati kota Ngawi hingga sampailah di Alas Mantingan hujan masih mengguyur deras.
Terlihat podok berjejer sudah sepi ditinggal pulang pemiliknya karena hujan deras terpaksa kita berhenti. Entah sengaja atau kebetulan Mas Arya lupa membawa jas hujan.
Karena hujan begitu deras dan jalan hutan mantingan yang berliku terpaksa kita menunggu. Pekerjaan paling menjengkelkan adalah menunggu, ya menunggu hujan tidak juga berhenti hingga tengah malam di dalam hutan pula. Benar-benar sepi tidak ada orang di sana.
Bukanya terus berjalan, Mas Arya malah sengaja menyembunyikan sepeda motornya di dibalik pondok agar tidak terlihat saat Bus Malam melintas. Suasana dingin serta rindu berat memaksa gejolak jiwa untuk bercinta dalam pondok tua.
Nafas berderu menyatu menggebu melepas rindu terlarang dalam cinta hingga akhirnya membasahi hutan suci berkali-kali malam itu. Kenangan terlarang yang indah itu tidak akan mungkin bisa terlupakan meski jiwa terpisah dengan raga.
"Mas. Bagaimana kalau Adek hamil?" tanpa terasa rinai tirta bening melompat membasih pipi. Entah itu tangis bahagia atau kesedihan? Aku tak tau.
"Ya kita menikah sayang," ucapnya begitu mudah mengurai kata-kata cinta. Cinta yang justru sesakkan dada.
"Istri Mas Arya gimana? Aku gak mau Mas Arya nikahin sebelum Mas udah bersih."
Tak ada kata-kata yang terucap, dia hanya mengecup keningku dengan memeluk hangat membelai mesra. Namun tetap saja rinai tirta bening itu terus mengguyur wajah berlumur noda.
"Apapun yang terjadi di dunia ini aku akan selalu mencintamu hingga tuju kehidupan yang akan datang," janjinya ke padaku. Alas Mantingan menjadi saksinya dan kita melanjutkan perjalanan.
Melewati Seragen hingga kita sampai di Kota Solo jam tiga pagi. Bukan hanya sepeda motor namun Mas Arya juga perlu bensin. Maklum terlalu banyak tadi yang tertumpahkan padaku di hutan suci.
Minum kopi di warung hek serta makan beberapa bungkus nasi kucing dan sate keong cukuplah mengganti nutrisi yang hilang.
Makanan di Kota Budaya Solo ini cukup murah meriah meski pagi dini haripun masih ada.
Perjalananpun berlanjut, lika-liku jalan pegunungan Wonogiri terus kita lewati bersama dalam suka baik duka. Tidak ada yang bisa memisahkan cinta kita dan benar adanya, aku dan Mas Arya benar-beanar pulang ke rumah.
Ya pulang kerumah Tuhan abadi untuk selamanya sehingga cinta kita tidak terpisahkan. Setelah melewati Jumantono, jalan yang licin dan berliku membuat sepeda motor yang kami tumpangi terbang melayang masuk ke jurang dan tewas di tempat
Kita terbangun dengan kenyataan sukma telah terpisah dari raga untuk selamanya. Terlihat jelas kesedihan orang tuaku yang menangisi tubuhku yang sudah terbujur kaku tidak bernyawa. Kain kafan putih kini telah membungkus kisah cinta abadi kami untuk selamanya.
Sebuah pesan sengaja kusampaikan pada penulis cerita ini, berharaf maaf dari orang-orang yang telah kita sakiti. Ibu, bapak, istri Mas Arya maafkan kita dari Dunia Sebelah.
***
Setelah dari Juanda naik taxi menuju Terminal Bus Bungurasih aku naik bus jurusan Madiun. Ya sebenarnya bisa langsung ke Pacitan namun ada kekasih hati yang telah menunggu di Magetan menjemputku.
Hingga tepat mentari di atas kepala akhirnya aku tiba di sana.
Berat sebenarnya kaki ini melangkah menuju laki-laki yang selalu dalam hati yang terdalam.
Di mana mahkota suci ini telah aku persembahkan demi cintaku padanya tahun lalu saat kita bersama mengukir kenangan indah dalam cinta.
"Dari tadi nunggunya Mas?" tanyaku mencoba mengalihkan pelukan Mas Arya yang sudah sangat rindu berat sepertinya. Jujur sebagai wanita aku malu berpelukan dilihat banyak orang di terminal pada siang hari pula.
"Gak.. Barusan setengah hari menunggumu,' balasnya ngambek seperti anak kecil. Lucu juga ternyata cowok bisa ngambek.
Mau bagaimana lagi meski sebenarnya malu terpaksa aku mencium pipinya dengan cepat kilat, dengan tanpa memperdulikan apakah ada orang yang melihatnya atau tidak? Gejolak rindu dalam hati ini sudah sangat menggelora.
Setelah Mas Arya menaruh tas bawaanku di motor kami segera mungkin meninggalkan terminal Magetan. Berkendara bersamanya dengan sepeda motor beat merah aku meluk Mas Arya seerat mungkin.
"Mas gak kangen ma Adek?"
"Kalau gak kangen ngapain tadi cium kamu, Dek?"
Masih saja aku tidak peduli dan terus memeluknya dengan erat lagi kuat.
Sebenarnya dari Magetan akan lebih cepat jika lewat Ponorogo untuk menuju Pacitan.
Mas Arya sengaja lewat Ngawi lalu mutar lewat Solo biar perjalananya makin jauh. Tentu saja semakin jauh perjalananya semakin lama kita bisa bersama memadu cinta.
Semirilnya sang bayu membelai mesra bercumbu manja seolah beban telah sirna.
Beban batin karena inilah pertama kalinya aku pulang membawa pria menghadap orang tua.
Apa yang harus aku katakan pada mereka bahwa laki-laki yang bersamaku ini masih beristri? Wanita mana yang ingin jadi istri kedua dan orang tua mana yang rela putrinya seperti itu?
Benar saja aku menciptakan labirin dalam otakku di mana setiap pertanyaan-pertanyaan hanya akan menghasilkan jalan buntu. Bahkan konyolnya, darah cinta yang aku persembahkan untuknya waktu itu diusapnya dengan kain daleman masih tersimpan suci terlamilating sebagi bukti kenangan bahwa jiwa jaga ini hanya untuknya.
"Gak laper, Dek?" tanya Mas Arya yang membangunkanku dari lamunan tak berujung itu.
"Iya Mas... Kita cari makan dulu."
"Di mana?"
"Di mana saja asal Mas Arya suka."
"Ya udah kita makan nasi pecel aja."
Kemudian Mas Arya berhenti disalah satu warung pinggir jalan. Segelas teh hangat setidaknya cukup menghangatkan hati yang mendung. Entah sepertinya alam berpihak atau apa? Selama kita makan mendung menggulung di Kota Ngawi.
Kami berhenti makan di Kedung Glagah dan memang itu belum sampai di kota Ngawi. Sendang Glagah kini hidup dalam hati mematri kenangan cinta suci.
Langit Mendung Kota Ngawi menjadi kenangan terindah dalam kisah cinta yang terjal seperti Padas, yang mengelegar seperi Kedunggalar, dengan rindu tersusun seperti Walikukun. Meski harus dengan linangan air mata tergenang di Geneng dan biarlah menjadi Karangjati. Sejati cinta dalam kenangan.
"Mas suapin ya Dek?" Pinta tanya memaksa karena sedari tadi aku hanya memandangi makanan nasi pecel.
Disuapin kekasih hati ya pasti tidak menolak lah! Hati wanita mana yang tidak meleleh dengan sikap kasih Mas Arya yang selalu memanjakan wanita.
Langit masih saja kelabu meski rintik hujan mulai berhenti dan setelah selesai makan kita terus melanjutkan perjalanan. Sedikit gamang rasa hati terobati oleh sikap mesra Mas Arya terhadapku.
Sepeda motor terus melaju menerjang sang bayu yang dingin beku. Hujan seperinya memang tak mau berhenti senja itu.
Setelah melewati kota Ngawi hingga sampailah di Alas Mantingan hujan masih mengguyur deras.
Terlihat podok berjejer sudah sepi ditinggal pulang pemiliknya karena hujan deras terpaksa kita berhenti. Entah sengaja atau kebetulan Mas Arya lupa membawa jas hujan.
Karena hujan begitu deras dan jalan hutan mantingan yang berliku terpaksa kita menunggu. Pekerjaan paling menjengkelkan adalah menunggu, ya menunggu hujan tidak juga berhenti hingga tengah malam di dalam hutan pula. Benar-benar sepi tidak ada orang di sana.
Bukanya terus berjalan, Mas Arya malah sengaja menyembunyikan sepeda motornya di dibalik pondok agar tidak terlihat saat Bus Malam melintas. Suasana dingin serta rindu berat memaksa gejolak jiwa untuk bercinta dalam pondok tua.
Nafas berderu menyatu menggebu melepas rindu terlarang dalam cinta hingga akhirnya membasahi hutan suci berkali-kali malam itu. Kenangan terlarang yang indah itu tidak akan mungkin bisa terlupakan meski jiwa terpisah dengan raga.
"Mas. Bagaimana kalau Adek hamil?" tanpa terasa rinai tirta bening melompat membasih pipi. Entah itu tangis bahagia atau kesedihan? Aku tak tau.
"Ya kita menikah sayang," ucapnya begitu mudah mengurai kata-kata cinta. Cinta yang justru sesakkan dada.
"Istri Mas Arya gimana? Aku gak mau Mas Arya nikahin sebelum Mas udah bersih."
Tak ada kata-kata yang terucap, dia hanya mengecup keningku dengan memeluk hangat membelai mesra. Namun tetap saja rinai tirta bening itu terus mengguyur wajah berlumur noda.
"Apapun yang terjadi di dunia ini aku akan selalu mencintamu hingga tuju kehidupan yang akan datang," janjinya ke padaku. Alas Mantingan menjadi saksinya dan kita melanjutkan perjalanan.
Melewati Seragen hingga kita sampai di Kota Solo jam tiga pagi. Bukan hanya sepeda motor namun Mas Arya juga perlu bensin. Maklum terlalu banyak tadi yang tertumpahkan padaku di hutan suci.
Minum kopi di warung hek serta makan beberapa bungkus nasi kucing dan sate keong cukuplah mengganti nutrisi yang hilang.
Makanan di Kota Budaya Solo ini cukup murah meriah meski pagi dini haripun masih ada.
Perjalananpun berlanjut, lika-liku jalan pegunungan Wonogiri terus kita lewati bersama dalam suka baik duka. Tidak ada yang bisa memisahkan cinta kita dan benar adanya, aku dan Mas Arya benar-beanar pulang ke rumah.
Ya pulang kerumah Tuhan abadi untuk selamanya sehingga cinta kita tidak terpisahkan. Setelah melewati Jumantono, jalan yang licin dan berliku membuat sepeda motor yang kami tumpangi terbang melayang masuk ke jurang dan tewas di tempat
Kita terbangun dengan kenyataan sukma telah terpisah dari raga untuk selamanya. Terlihat jelas kesedihan orang tuaku yang menangisi tubuhku yang sudah terbujur kaku tidak bernyawa. Kain kafan putih kini telah membungkus kisah cinta abadi kami untuk selamanya.
Sebuah pesan sengaja kusampaikan pada penulis cerita ini, berharaf maaf dari orang-orang yang telah kita sakiti. Ibu, bapak, istri Mas Arya maafkan kita dari Dunia Sebelah.
***
Penjelasan dan Pengertian
Tokoh dalam cerita ini awalnya aku buat seolah cerita romantis tapi ternyata cerita horor. Kedua ternyata tokoh yang bercerita sendiri adalah sosok dari dunia sebelah.
Sementara sampai di sini dulu dan jangan lupa bagikan postingan ini agar belajar plot Twist berikutnya terulas.
Jika ada yang bingung, silahkan tanyakan di kolom komentar. Mohon untuk tidak nyempam, oot
ReplyDelete