Sarjana Kama Sutra, Bagian 9, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa?
Baca Novel Online Cinta Terlarang yang Bikin Baper
Ia menggulingkan tubuhnya ke kanan. Eva rebah di sampingnya, dengan kedua tangan terentang di atas kepala, dengan rambut terurai indah beralas seprai putih bersih, dengan mata masih basah oleh airmata, tetapi dengan senyum sangat manis yang tidak pernah lekang dari b1b1rnya.
Pria gagah berhidung bagir mulai menelusuri b1b1r itu dengan ujung jarinya, berhenti di lesung pipit yang muncul setiap kali Eva tersenyum. Melingkar-lingkar di sana dengan lembut…
“Wow... Kenapa kamu cantik sekali?” Urya memotong kata-kata Eva yang mengoceh sedari tadi.
Eva tertawa kecil mendengar pertanyaan yang tidak kontekstual sama sekali. Sebuah pertanyaan paling tidak nyambung namun membuat hati membumbung, melambung tinggi membahagiakan jiwa.
“Karena kamu buta, Mas." Eva menggigit jari Urya yang melintas di depan b1b1rnya.
“… dan nyebelin…,” sambung Urya, teringat ucapan barisan sakit hati para mantannya dulu.
“Dan jahat...,” ujar Eva lagi sembari mengusap rambut suaminya, menjambaknya dengan bercanda.
“Jahat seperti ini…,” Urya menunduk dan b1b1rnya menari disekitaran l3h3r Eva yang jenjang, membuat wanita itu menjerit kaget dan tertawa kecil kegelian.
“Lebih jahat dari itu!” sergah Eva sembari berusaha menghindar tetapi tidak sungguh-sungguh.
“Jahat seperti ini…,” kata Urya sambil menunduk lebih kebawah, menelusupkan mukanya di antara melandai-landai, p3gvnvng4n menantang untuk ditaklukkan yang terpampang menggair4hkan di balik baju tipis Eva, membuat wanita itu menggelinjang dan tertawa lebih keras.
Air mata telah berhenti mengalir. Secepat datangnya, secepat itu pula perginya. Betapa menakjubkannya cinta itu, bukan?
Urya membuka kancing-kancing di depan bvk1t berjajar istrinya. Tidaklah sulit melakukan yang satu ini, karena kancing itu tampaknya sengaja dibuat untuk mudah dibuka.
Sebentar saja telah terpampang pemandangan indah menakjubkan, putih mulus tanpa cela, tersangga sepotong kain merah muda yang seperti kewalahan menampung gelembung d4g1ng mengg41r4hkan itu.
“Mas!” jerit Eva seperti orang yang kaget melihat rumahnya kebakaran, tetapi wanita itu diam saja, bahkan membiarkan Urya dengan cekatan melepas kait di depan, membebaskan bvk1t berjajar indah yang menantang itu.
“Hari ini aku milikmu, Mas. Bawa aku terserah Mas pergi. Sempurnakan aku sebagai belahan jiwamu, Mas.” Eva mengerang keras, campuran antara kaget dan senang, ketika salah satu puncak bvk1t sudah terdaki, terasa hangat lagi basah.
Urya memainkan perjalanan menyenangkan, mengg41r4hkan lagi mendebarkan. Setiap gerakan l1d4hnya membuat Eva menggelinjang gelisah. Tangan wanita itu mencengkram rambut suami belahan jiwanya. Tidak ada penolakan dari tangan itu, melainkan sebaliknya ada ajakan untuk lebih berg41r4h lagi.
"Sebentar, Mas." Semendadak angin Eva menghentikan permainan.
"Kenapa Sayang?" Urya menghela nafas, merasa heran dan sedikit nyeri dihatinya.
"Udah tidak tahan lagi, mau ke toilet, Mas."
"Ikut dong," goda Urya terkekeh melihat kelucuan istrinya.
"Jangan. Titik. Tidak pakai koma." Eva segera pergi ke kamar mandi dalam ruangan itu.
Entah apa yang merasuki? Adalah seorang gadis yang belum pernah sama sekali, selalu tidak mampu menahan pergi ke toilet untuk pertama kali. Kejadian tidak lucu sama sekali itu membawa ingatan Urya kenapa akhirnya memutuskan menikahi Eva.
Sebelum Urya mengenal Eva, pria itu punya seorang kekasih. Noviana gadis cantik orentalis dari pulau Borneo bagian tengah.
Mereka bahkan seperti suami istri hanya saja belum menikah. Sayang seribu sayang, orang tua Urya tidak merestui tersebab perbedaan suku.
Urya berjuang dengan berbagai macam cara agar mendapatkan restu. Hanya dalam perjalanannya, Noviana selingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Terang-terangan didepan mata Urya melihat wanita yang dicintai memadu kasih dengan sahabatnya sendiri. Sakit, sekaligus lucu.
Bagaimana tidak sakit saat melihat kekasih hati ketahuan bergaul rapat dengan sahabat sendiri? Lucu tersebab saat ketahuan mereka lari tunggang-langgang karena malu.
Peristiwa kelam menyakitkan itu membawa Urya pada lembah penderitaan. Ia tidak percaya wanita lagi.
Hidupnya mulai berkelana, menaklukkan berbagai macam wanita. Bukan sembuh justru semakin menderita hingga akhirnya Eva merubah segalanya.
Eva Puspita Sari yang kini menjadi istrinya, mampu menghentikan Urya berkelana. Eva yang mampu membuat Urya merasa tenteram.
Hanya Eva belahan jiwanya, Urya selalu merasa terjaga untuk berjalan pada jalan seharusnya.....
Kabut telah tersingkap dari hatiku, keraguan telah pudar dari khayalan, kegelapan telah pergi meninggalkan mata dan percayalah cintaku hanya untukmu.
Sedikitpun rasa ini tidak ada keraguan, begitu melimpah, tidak ada keindahan yang mampu menandinginya.
Malam, pagi, siang, sore, kapanpun aku bertanya, jawaban yang muncul hanyalah namamu dan selalu namamu.
Sudah jangan menangis! Tetaplah dalam pelukan. Rindu yang dibasuh air mata akan selamanya murni dan suci.
Datanglah pengantin jiwaku. Datanglah mendekat dan janganlah angin dingin menceraikan tubuh kita.
Kapan saja jarak bisa memisahkan kita, waktupun boleh terus berlalu. Sedangkan cintaku hanya untukmu.
Tida percaya? Ya sudah tanyakan saja pada rumput yang tidak bergoyang.
Sebab keraguan dalam cinta adalah dosa, Kekasih.
"Maafkan aku membuat, Mas Urya menunggu."
Sebuah suara dari istrinya yang membuat Urya menoleh membuyarkan lamunan. Entah sejak kapan Eva berada di situ.
"Santai aja, waktu kita masih panjang....," belum selesai Urya menyelesaikan kata-katanya, tanpa ampun Eva melvm4t b1b1rnya.
Lampir muda itupun mulai menindas, permainan berlanjut. Pertempuran di atas ranjang dikumandangkan.
"Aku milikmu, Mas. Aku pasrah. Terserah Mas Urya mau apain…,” Eva mendesah, memiringkan tubuh bagian atasnya agar Urya bisa lebih leluasa melakukan permainan.
Serbuan kenikmatan segera menyebar di seluruh tubuhnya. Kali ini kenikmatan itu bahkan terasa lebih indah, karena baru saja hati wanita ini terasa remuk-redam akibat pertarungan batin.
Eva terpaksa mendelete Taufik dari lembaran hatinya. Dari rasa sedih yang sangat dalam, kini muncul rasa nikmat yang tidak kalah dalamnya, menelusup ke sela-sela setiap bagian paling rahasia di tubuhnya.
Inilah sebentuk kekontrasan yang menakjubkan, bagai api dan es … fire and ice … Kekontrasan yang memberikan nuansa lebih tegas pada setiap noktah kenikmatan.
Kekontrasan yang menyediakan ruang-relung kontemplasi untuk lebih menghargai setiap getar b1r4h1. Sehingga percumbuan tidak cuma bertemunya dua permukaan kulit. Percumbuan adalah pertemuan dua hati yang menyatu.
Urya mendaki lagi seluruh bukit indah di d4d4 kekasihnya, bagai seorang pengembara yang tersesat tetapi menyukai ketersesatan itu. Bagai seorang yang dahaga tetapi tidak ingin melepas dahaga itu.
Harum semerbak bukit dan lembah cinta di dada itu, Urya selalu senang berlama-lama bermain di sana, sambil menyimak degup jantung sang kekasih yang semakin lama semakin jelas terdengar.
Berdentam-dentam seperti tabuhan drum sebuah marching band. Betapa asyik rasanya mendengar irama jantung kehidupan kekasih, sambil memagut-magut bagian yang rahasia, membangkitkan gelora menjadi kobaran api.
Terlebih-lebih lagi, betapa asyik rasanya memberikan begitu banyak kebahagiaan kepada seseorang yang menyerahkan dirinya secara sukarela sebagai pengabdian.
Eva mengerang manja, mendesah-desah gelisah. Sekujur tubuhnya terasa penuh dengan keinginan yang mendesak-desak. Tidak hanya dadanya,… Eva ingin lebih dari sekedar itu. Ia memang ingin melintasi sembilan samudera asmara, sekarang juga, di tempat ini juga.
Maka diraihnya tangan Urya yang masih bebas, dibawanya ke atas perutnya dan memohonlah ia lewat erangan dan desahan.…
Mahkota suci itu Eva persembahkan untuk suami belahan jiwanya. Kekasih hati dan juga hidupnya.
Tepat matahari berjalan ke barat, menuju swastamita di atas pegunungan yang membentang di Ungaran. Perlahan kabut putih tipis malu-malu menampakkan diri. Menyulap langit terbentang cakrawala penuh keindahan.
Hawa seharusnya dingin diluar sana, sementara dalam ruangan kamar villa tempat Urya dan Eva berbulan madu justru memanas.
Urya sangat paham semua gerakan tarian surgaloka istrinya. Paham semua petunjuk paling samar sekalipun. Paham sekali bagaimana membawa wanita berusia dua puluh tiga tahun itu membumbung tinggi anganya keangkasa.
Ia sudah sangat paham apa yang disukai Eva kala melintasi sembilan samudera asmara : yakni sebuah usapan lembut di perut yang perlahan-lahan menuju ke bawah, menyelinap di antara dua p4h4nya yang bagai pualam pahatan maestro Italia, dilanjutkan dengan penjelajahan nakal di kanal cinta di bawah sana yang mulai terkuak mengundang sentuhan penuh pengertian.
"I love you, Mas..." Eva kel0nj0t4n, bibirnya menghamburkan desahan panjang.
"Makasih, Sayang. Tau gak? Kebahagiaan seorang suami adalah saat istrinya menginginkan suaminya."
"Maafkan aku jika belum bisa seperti yang Mas harapkan."
"Aku gak suka Adek bicara seperti itu lagi. Emmmuuuahh..." Urya mendaratkan kecupan hangat di kening Eva, mesra begitu tulus.
Hanya berkenalan 7 bulan, Eva dan Urya memutuskan untuk menikah. Urya tidak mempermasalahkan status Eva sebagai mahasiswi.
Eva memang awalnya mau dinikahi Urya karena uang. Lebih baik dinikahi oleh lelaki yang mampu memenuhi kebutuhannya dari pada menjadi wanita tidak benar. Tidak peduli apakah ada cinta atau tidak.
Eva bisa dibilang gegap gempita masalah meracik bumbu di atas kasur. Ia berpikir lebih gampang belajar dan memahami setelah menikah.
Sebagai menu utama pembuka, Eva menyuguhkan mahkota suci perawan yang dijaga selama ini. Akhirnya waktu itu tiba.
Maka itulah yang kini dilakukan Urya dengan ketrampilan yang terbina lewat tarian demi tarian surga loka.
Pertama-tama Urya mengusap-usap lembut permukaan perut kekasihnya, seperti hendak ikut merasakan gerak gejolak membara di dalam tubuh Eva. Lalu, perlahan-lahan ia turun, menelusup ke bawah sana.
Eva pun mengerang nikmat… membuka dirinya sebisa mungkin, membiarkan gerakannya menjadi liar dan penuh keterusterangan.
Ayo, kekasih… telusuri kebun bunga mawar itu, lewati tebing-tebing didepan gua gelap senyap itu, telusupi dan renggutlah mahkota suci itu.
Bawalah terbang melintasi sembilan samudera, jangan berhenti, terus melaju, mundur melaju lagi.
"Ooh sakit, Mas...." Sebening tirta jatuh begitu saja membasahi pipi Eva. "Jangan hentikan, Mas."
Mengalir seperti air ke telaga bening tanpa warna, pikiran Eva tenggelam di lautan kasih, berenang dalam minda :
Bersama kita lewatkan hari-hari dengan rindu terpatri mengasyikan. Tidak terhitung malam yang terlewatkan, rasa ini masih utuh. Walaupun terkadang kita saling pikiran kita saling menjauh. Tetap saja, tidak ada yang lain kurindu, selain kamu.
Kalau udah seperti ini, aku kudu piye, Jal? Jawab
Tersebab kita sudah melakukan Satya pada Sang Maha Cinta dan telah memasuki lingkaran untuk membina rumah tangga.
Mencintaimu adalah kerelaanku
Seperi gelombang mendebur ombak menerjang samudra. Ia tidak akan pernah berhenti, apalagi lelah. Begitu juga dengan setiaku yang tidak pernah mengenal masa.
Tersebab mencintamu adalah inginku sendiri.
Entah apa yang akan terjadi di masa depan, mencintaimu adalah kerelaanku. Catat! ....
Tujuh hari tujuh malam mereka berbulan madu di Ungaran, punggung Eva rasanya di buat seperti mau patah. Mulai dari yang gegap gempita kini Eva lulus menjadi sarjana kamasutra.
Indahnya dunia ini milik mereka berdua. Lecet semua? Peduli amat yang penting nikmat. Benar adanya pernikahan adalah awal baru dari kehidupan mereka.
Sepulang bulan madu di atas awan, hari-hari seperti biasa Eva kembali kuliah. Bedanya dulu ia belum berpunya kini sudah terikat dalam pernikahan.
Taufik kembali seperti sebelumnya, menghilang dan menjauh. Sengaja mereka mencari cari kontrakan yang baru, sebab tidak memungkinkan lagi di kos-kosan yang lama. Bukan karena Eva tidak mau mengikuti ke rumah suaminya di Solo, lebih karena kuliahnya belum selesai.
Sebulan bersama suami membuat hidup Eva semuanya berubah, biasanya bangun pagi sendirian, kini ada yang menemani.
Biasanya makan sendiri kini sering sepiring berdua. Semuanya berbeda dan terasa indah lagi manis. Oh itukah indahnya berumahtanga?
"Aku dapat proyek di luar kota, Dek Va," ucap Urya yang masih di atas kasur.
Segelas kopi hitam tidak terlalu manis tidak terlalu pahit itu kesukaannya, sengaja Eva siapkan.
"Itu kopinya di atas meja, Mas. Entar keburu dingin lho! Tapi mandi dulu. Bau acem."
Urya memeluk istrinya dari belakang, perlahan mendaratkan kecupan demi kecupan di sekitaran leher.
"Kamu memang istri idamaman, Sayang."
Eva yang dicumbu mesra seketika bergidik, hatinya berbunga-bunga. Apa lagi saat bulu kumis dan jangut yang tidak terlalu panjang itu menyentuh kulit pipi Eva yang lembut selembut sutra menjadi geli-geli nikmat.
"Mandi sana, Mas!"
Urya langsung membopong Eva ke kamar mandi dan iya mereka mandi bersama.
Betapa malunya ia harus mandi bersama laki-laki meski itu suaminya sendiri. Walaupun saat honymoon kemarin mereka sudah pernah melakukannya, tetap saja Eva selalu malu.
Sehabis mandi dan makan Urya bercerita, pamit ijin pergi keluar kota. Jujur Eva tidak mau ditinggalkan oleh suaminya, apalagi ini belum ada sebulan menikah.
Waktu yang begitu singkat, saat-saat terindah harus ditinggal pergi. Ikhlas tidak ikhlas Eva terpaksa merelakan.
Sudah menjadi kewajiban Urya menafkahi keluarga. Hanya baru saja kebagian itu datang, baru berbulan madu, haruskah berganti kepedihan?
"Peluk aku, Mas." Eva menghamburkan dirinya di dada bidang Urya.
"Mas ini mau berangkat kerja, bukan pergi perang, Sayang. Tidak perlu dibuat dramatis seperti sinetron ikan terbang, ya."
"Au Ahhh.... Gelap." Eva mencebik manja, semakin erat memeluk suaminya. Lelehan air matanya tidak sanggup dibendung lagi.
Urya mengusap air mata itu dengan jarinya yang lembut, mengecup kening istrinya begitu lama.
"Sayang, percayalah... Mas sangat mencintai Adek. Mas sejujurnya juga tidak ingin pergi. Hanya bagaimana dengan tanggung jawabku?"
"Aku gak peduli. Sama sekali tidak peduli. Aku maunya Mas selalu ada di sini."
"Emmmuuuahh... udah jangan seperti anak kecil." Urya menghitung pucuk-pucuk rambut Eva. Menata anak rambut yang jatuh menutupi wajah cantik bidadari surganya.
"Cepat pulang ya, Mas."
"Emm.... Iya, Sayang. Ya udah, gimana kalau Adek ikut Mas."
"Kuliahku gimana, Mas?"
"Nah itu dia, Adek paham. Sabar ini ujian."
Baru menikah sudah ditinggal pergi? Menyakitkan bukan. Baru saja mereka bersama bercanda bahagia. Baru saja kemarin meraka bercumbu dan merayu. Secepat itukah musim berganti?
"Mas. Di sana jangan macam-macam ya, Mas Urya? Jika berani mengkhianatiku, tak sumpahin 'anu mu' bengkak," ancam Eva mengingatkan hal itu lagi.
"Jika tanpa ijinmu, aku rela seperti itu, Dek Va," balasnya dengan senyum sedikit kelu.
Beberapa hari kemudian, Urya benar-benar pergi meninggalkan Eva di Kudus seorang diri.
di sudut kota kudus Eva menunggu Urya kembali pulang.
Apakah Urya sanggup menjaga hati Eva ditempat bekerjanya? Satu hal yang tidak pernah Eva bayangkan adalah akan digerogoti kerinduan mendalam.
Kota Kudus menjadi saksi bisu perihnya seorag istri menanti sentuhan suaminya. Apakah akhirnya Eva akan mendapatkan gelar seorang jablai? Perih, sakit. Gersang berkepanjangan.
Rindu serindu rindunya hati Eva pada Urya, apa daya takdir merenggutnya. Pilu membiru dalam kalbu terikat rantai di gelangi rindu.
Sarjana K4m4Sutra, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? Episode 9
Perjalanan Malam Pertama Surgaloka
Ia menggulingkan tubuhnya ke kanan. Eva rebah di sampingnya, dengan kedua tangan terentang di atas kepala, dengan rambut terurai indah beralas seprai putih bersih, dengan mata masih basah oleh airmata, tetapi dengan senyum sangat manis yang tidak pernah lekang dari b1b1rnya.
Pria gagah berhidung bagir mulai menelusuri b1b1r itu dengan ujung jarinya, berhenti di lesung pipit yang muncul setiap kali Eva tersenyum. Melingkar-lingkar di sana dengan lembut…
“Wow... Kenapa kamu cantik sekali?” Urya memotong kata-kata Eva yang mengoceh sedari tadi.
Eva tertawa kecil mendengar pertanyaan yang tidak kontekstual sama sekali. Sebuah pertanyaan paling tidak nyambung namun membuat hati membumbung, melambung tinggi membahagiakan jiwa.
“Karena kamu buta, Mas." Eva menggigit jari Urya yang melintas di depan b1b1rnya.
“… dan nyebelin…,” sambung Urya, teringat ucapan barisan sakit hati para mantannya dulu.
“Dan jahat...,” ujar Eva lagi sembari mengusap rambut suaminya, menjambaknya dengan bercanda.
“Jahat seperti ini…,” Urya menunduk dan b1b1rnya menari disekitaran l3h3r Eva yang jenjang, membuat wanita itu menjerit kaget dan tertawa kecil kegelian.
“Lebih jahat dari itu!” sergah Eva sembari berusaha menghindar tetapi tidak sungguh-sungguh.
“Jahat seperti ini…,” kata Urya sambil menunduk lebih kebawah, menelusupkan mukanya di antara melandai-landai, p3gvnvng4n menantang untuk ditaklukkan yang terpampang menggair4hkan di balik baju tipis Eva, membuat wanita itu menggelinjang dan tertawa lebih keras.
Air mata telah berhenti mengalir. Secepat datangnya, secepat itu pula perginya. Betapa menakjubkannya cinta itu, bukan?
Urya membuka kancing-kancing di depan bvk1t berjajar istrinya. Tidaklah sulit melakukan yang satu ini, karena kancing itu tampaknya sengaja dibuat untuk mudah dibuka.
Sebentar saja telah terpampang pemandangan indah menakjubkan, putih mulus tanpa cela, tersangga sepotong kain merah muda yang seperti kewalahan menampung gelembung d4g1ng mengg41r4hkan itu.
“Mas!” jerit Eva seperti orang yang kaget melihat rumahnya kebakaran, tetapi wanita itu diam saja, bahkan membiarkan Urya dengan cekatan melepas kait di depan, membebaskan bvk1t berjajar indah yang menantang itu.
“Hari ini aku milikmu, Mas. Bawa aku terserah Mas pergi. Sempurnakan aku sebagai belahan jiwamu, Mas.” Eva mengerang keras, campuran antara kaget dan senang, ketika salah satu puncak bvk1t sudah terdaki, terasa hangat lagi basah.
Urya memainkan perjalanan menyenangkan, mengg41r4hkan lagi mendebarkan. Setiap gerakan l1d4hnya membuat Eva menggelinjang gelisah. Tangan wanita itu mencengkram rambut suami belahan jiwanya. Tidak ada penolakan dari tangan itu, melainkan sebaliknya ada ajakan untuk lebih berg41r4h lagi.
"Sebentar, Mas." Semendadak angin Eva menghentikan permainan.
"Kenapa Sayang?" Urya menghela nafas, merasa heran dan sedikit nyeri dihatinya.
"Udah tidak tahan lagi, mau ke toilet, Mas."
"Ikut dong," goda Urya terkekeh melihat kelucuan istrinya.
"Jangan. Titik. Tidak pakai koma." Eva segera pergi ke kamar mandi dalam ruangan itu.
Entah apa yang merasuki? Adalah seorang gadis yang belum pernah sama sekali, selalu tidak mampu menahan pergi ke toilet untuk pertama kali. Kejadian tidak lucu sama sekali itu membawa ingatan Urya kenapa akhirnya memutuskan menikahi Eva.
Sebelum Urya mengenal Eva, pria itu punya seorang kekasih. Noviana gadis cantik orentalis dari pulau Borneo bagian tengah.
Mereka bahkan seperti suami istri hanya saja belum menikah. Sayang seribu sayang, orang tua Urya tidak merestui tersebab perbedaan suku.
Urya berjuang dengan berbagai macam cara agar mendapatkan restu. Hanya dalam perjalanannya, Noviana selingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Terang-terangan didepan mata Urya melihat wanita yang dicintai memadu kasih dengan sahabatnya sendiri. Sakit, sekaligus lucu.
Bagaimana tidak sakit saat melihat kekasih hati ketahuan bergaul rapat dengan sahabat sendiri? Lucu tersebab saat ketahuan mereka lari tunggang-langgang karena malu.
Peristiwa kelam menyakitkan itu membawa Urya pada lembah penderitaan. Ia tidak percaya wanita lagi.
Hidupnya mulai berkelana, menaklukkan berbagai macam wanita. Bukan sembuh justru semakin menderita hingga akhirnya Eva merubah segalanya.
Eva Puspita Sari yang kini menjadi istrinya, mampu menghentikan Urya berkelana. Eva yang mampu membuat Urya merasa tenteram.
Hanya Eva belahan jiwanya, Urya selalu merasa terjaga untuk berjalan pada jalan seharusnya.....
Aku Mencintamu Tanpa Keraguan
Kabut telah tersingkap dari hatiku, keraguan telah pudar dari khayalan, kegelapan telah pergi meninggalkan mata dan percayalah cintaku hanya untukmu.
Sedikitpun rasa ini tidak ada keraguan, begitu melimpah, tidak ada keindahan yang mampu menandinginya.
Malam, pagi, siang, sore, kapanpun aku bertanya, jawaban yang muncul hanyalah namamu dan selalu namamu.
Sudah jangan menangis! Tetaplah dalam pelukan. Rindu yang dibasuh air mata akan selamanya murni dan suci.
Datanglah pengantin jiwaku. Datanglah mendekat dan janganlah angin dingin menceraikan tubuh kita.
Kapan saja jarak bisa memisahkan kita, waktupun boleh terus berlalu. Sedangkan cintaku hanya untukmu.
Tida percaya? Ya sudah tanyakan saja pada rumput yang tidak bergoyang.
Sebab keraguan dalam cinta adalah dosa, Kekasih.
"Maafkan aku membuat, Mas Urya menunggu."
Sebuah suara dari istrinya yang membuat Urya menoleh membuyarkan lamunan. Entah sejak kapan Eva berada di situ.
"Santai aja, waktu kita masih panjang....," belum selesai Urya menyelesaikan kata-katanya, tanpa ampun Eva melvm4t b1b1rnya.
Lampir muda itupun mulai menindas, permainan berlanjut. Pertempuran di atas ranjang dikumandangkan.
"Aku milikmu, Mas. Aku pasrah. Terserah Mas Urya mau apain…,” Eva mendesah, memiringkan tubuh bagian atasnya agar Urya bisa lebih leluasa melakukan permainan.
Serbuan kenikmatan segera menyebar di seluruh tubuhnya. Kali ini kenikmatan itu bahkan terasa lebih indah, karena baru saja hati wanita ini terasa remuk-redam akibat pertarungan batin.
Eva terpaksa mendelete Taufik dari lembaran hatinya. Dari rasa sedih yang sangat dalam, kini muncul rasa nikmat yang tidak kalah dalamnya, menelusup ke sela-sela setiap bagian paling rahasia di tubuhnya.
Inilah sebentuk kekontrasan yang menakjubkan, bagai api dan es … fire and ice … Kekontrasan yang memberikan nuansa lebih tegas pada setiap noktah kenikmatan.
Kekontrasan yang menyediakan ruang-relung kontemplasi untuk lebih menghargai setiap getar b1r4h1. Sehingga percumbuan tidak cuma bertemunya dua permukaan kulit. Percumbuan adalah pertemuan dua hati yang menyatu.
Urya mendaki lagi seluruh bukit indah di d4d4 kekasihnya, bagai seorang pengembara yang tersesat tetapi menyukai ketersesatan itu. Bagai seorang yang dahaga tetapi tidak ingin melepas dahaga itu.
Harum semerbak bukit dan lembah cinta di dada itu, Urya selalu senang berlama-lama bermain di sana, sambil menyimak degup jantung sang kekasih yang semakin lama semakin jelas terdengar.
Berdentam-dentam seperti tabuhan drum sebuah marching band. Betapa asyik rasanya mendengar irama jantung kehidupan kekasih, sambil memagut-magut bagian yang rahasia, membangkitkan gelora menjadi kobaran api.
Terlebih-lebih lagi, betapa asyik rasanya memberikan begitu banyak kebahagiaan kepada seseorang yang menyerahkan dirinya secara sukarela sebagai pengabdian.
Eva mengerang manja, mendesah-desah gelisah. Sekujur tubuhnya terasa penuh dengan keinginan yang mendesak-desak. Tidak hanya dadanya,… Eva ingin lebih dari sekedar itu. Ia memang ingin melintasi sembilan samudera asmara, sekarang juga, di tempat ini juga.
Maka diraihnya tangan Urya yang masih bebas, dibawanya ke atas perutnya dan memohonlah ia lewat erangan dan desahan.…
Apa itu kebahagiaan wanita? Adalah tidak terletak pada kepatuhan dan kekayaan lelaki. Kebahagiaan wanita terletak pada lelaki yang ada dalam hatinya. Seperti semilir angin, tidak terlihat hanya rasa menentramkan atau sebaliknya menjadi angin badai yang menghantam.
Mahkota suci itu Eva persembahkan untuk suami belahan jiwanya. Kekasih hati dan juga hidupnya.
Tepat matahari berjalan ke barat, menuju swastamita di atas pegunungan yang membentang di Ungaran. Perlahan kabut putih tipis malu-malu menampakkan diri. Menyulap langit terbentang cakrawala penuh keindahan.
Hawa seharusnya dingin diluar sana, sementara dalam ruangan kamar villa tempat Urya dan Eva berbulan madu justru memanas.
Urya sangat paham semua gerakan tarian surgaloka istrinya. Paham semua petunjuk paling samar sekalipun. Paham sekali bagaimana membawa wanita berusia dua puluh tiga tahun itu membumbung tinggi anganya keangkasa.
Ia sudah sangat paham apa yang disukai Eva kala melintasi sembilan samudera asmara : yakni sebuah usapan lembut di perut yang perlahan-lahan menuju ke bawah, menyelinap di antara dua p4h4nya yang bagai pualam pahatan maestro Italia, dilanjutkan dengan penjelajahan nakal di kanal cinta di bawah sana yang mulai terkuak mengundang sentuhan penuh pengertian.
"I love you, Mas..." Eva kel0nj0t4n, bibirnya menghamburkan desahan panjang.
"Makasih, Sayang. Tau gak? Kebahagiaan seorang suami adalah saat istrinya menginginkan suaminya."
"Maafkan aku jika belum bisa seperti yang Mas harapkan."
"Aku gak suka Adek bicara seperti itu lagi. Emmmuuuahh..." Urya mendaratkan kecupan hangat di kening Eva, mesra begitu tulus.
Hanya berkenalan 7 bulan, Eva dan Urya memutuskan untuk menikah. Urya tidak mempermasalahkan status Eva sebagai mahasiswi.
Eva memang awalnya mau dinikahi Urya karena uang. Lebih baik dinikahi oleh lelaki yang mampu memenuhi kebutuhannya dari pada menjadi wanita tidak benar. Tidak peduli apakah ada cinta atau tidak.
Eva bisa dibilang gegap gempita masalah meracik bumbu di atas kasur. Ia berpikir lebih gampang belajar dan memahami setelah menikah.
Sebagai menu utama pembuka, Eva menyuguhkan mahkota suci perawan yang dijaga selama ini. Akhirnya waktu itu tiba.
Maka itulah yang kini dilakukan Urya dengan ketrampilan yang terbina lewat tarian demi tarian surga loka.
Pertama-tama Urya mengusap-usap lembut permukaan perut kekasihnya, seperti hendak ikut merasakan gerak gejolak membara di dalam tubuh Eva. Lalu, perlahan-lahan ia turun, menelusup ke bawah sana.
Eva pun mengerang nikmat… membuka dirinya sebisa mungkin, membiarkan gerakannya menjadi liar dan penuh keterusterangan.
Ayo, kekasih… telusuri kebun bunga mawar itu, lewati tebing-tebing didepan gua gelap senyap itu, telusupi dan renggutlah mahkota suci itu.
Bawalah terbang melintasi sembilan samudera, jangan berhenti, terus melaju, mundur melaju lagi.
"Ooh sakit, Mas...." Sebening tirta jatuh begitu saja membasahi pipi Eva. "Jangan hentikan, Mas."
Mengalir seperti air ke telaga bening tanpa warna, pikiran Eva tenggelam di lautan kasih, berenang dalam minda :
Mencintamu Adalah Kerelaanku
Bersama kita lewatkan hari-hari dengan rindu terpatri mengasyikan. Tidak terhitung malam yang terlewatkan, rasa ini masih utuh. Walaupun terkadang kita saling pikiran kita saling menjauh. Tetap saja, tidak ada yang lain kurindu, selain kamu.
Kalau udah seperti ini, aku kudu piye, Jal? Jawab
Tersebab kita sudah melakukan Satya pada Sang Maha Cinta dan telah memasuki lingkaran untuk membina rumah tangga.
Mencintaimu adalah kerelaanku
Seperi gelombang mendebur ombak menerjang samudra. Ia tidak akan pernah berhenti, apalagi lelah. Begitu juga dengan setiaku yang tidak pernah mengenal masa.
Tersebab mencintamu adalah inginku sendiri.
Entah apa yang akan terjadi di masa depan, mencintaimu adalah kerelaanku. Catat! ....
Tujuh hari tujuh malam mereka berbulan madu di Ungaran, punggung Eva rasanya di buat seperti mau patah. Mulai dari yang gegap gempita kini Eva lulus menjadi sarjana kamasutra.
Indahnya dunia ini milik mereka berdua. Lecet semua? Peduli amat yang penting nikmat. Benar adanya pernikahan adalah awal baru dari kehidupan mereka.
Sepulang bulan madu di atas awan, hari-hari seperti biasa Eva kembali kuliah. Bedanya dulu ia belum berpunya kini sudah terikat dalam pernikahan.
Taufik kembali seperti sebelumnya, menghilang dan menjauh. Sengaja mereka mencari cari kontrakan yang baru, sebab tidak memungkinkan lagi di kos-kosan yang lama. Bukan karena Eva tidak mau mengikuti ke rumah suaminya di Solo, lebih karena kuliahnya belum selesai.
Sebulan bersama suami membuat hidup Eva semuanya berubah, biasanya bangun pagi sendirian, kini ada yang menemani.
Biasanya makan sendiri kini sering sepiring berdua. Semuanya berbeda dan terasa indah lagi manis. Oh itukah indahnya berumahtanga?
"Aku dapat proyek di luar kota, Dek Va," ucap Urya yang masih di atas kasur.
Segelas kopi hitam tidak terlalu manis tidak terlalu pahit itu kesukaannya, sengaja Eva siapkan.
"Itu kopinya di atas meja, Mas. Entar keburu dingin lho! Tapi mandi dulu. Bau acem."
Urya memeluk istrinya dari belakang, perlahan mendaratkan kecupan demi kecupan di sekitaran leher.
"Kamu memang istri idamaman, Sayang."
Eva yang dicumbu mesra seketika bergidik, hatinya berbunga-bunga. Apa lagi saat bulu kumis dan jangut yang tidak terlalu panjang itu menyentuh kulit pipi Eva yang lembut selembut sutra menjadi geli-geli nikmat.
"Mandi sana, Mas!"
Urya langsung membopong Eva ke kamar mandi dan iya mereka mandi bersama.
Betapa malunya ia harus mandi bersama laki-laki meski itu suaminya sendiri. Walaupun saat honymoon kemarin mereka sudah pernah melakukannya, tetap saja Eva selalu malu.
Sehabis mandi dan makan Urya bercerita, pamit ijin pergi keluar kota. Jujur Eva tidak mau ditinggalkan oleh suaminya, apalagi ini belum ada sebulan menikah.
Waktu yang begitu singkat, saat-saat terindah harus ditinggal pergi. Ikhlas tidak ikhlas Eva terpaksa merelakan.
Sudah menjadi kewajiban Urya menafkahi keluarga. Hanya baru saja kebagian itu datang, baru berbulan madu, haruskah berganti kepedihan?
"Peluk aku, Mas." Eva menghamburkan dirinya di dada bidang Urya.
"Mas ini mau berangkat kerja, bukan pergi perang, Sayang. Tidak perlu dibuat dramatis seperti sinetron ikan terbang, ya."
"Au Ahhh.... Gelap." Eva mencebik manja, semakin erat memeluk suaminya. Lelehan air matanya tidak sanggup dibendung lagi.
Urya mengusap air mata itu dengan jarinya yang lembut, mengecup kening istrinya begitu lama.
"Sayang, percayalah... Mas sangat mencintai Adek. Mas sejujurnya juga tidak ingin pergi. Hanya bagaimana dengan tanggung jawabku?"
"Aku gak peduli. Sama sekali tidak peduli. Aku maunya Mas selalu ada di sini."
"Emmmuuuahh... udah jangan seperti anak kecil." Urya menghitung pucuk-pucuk rambut Eva. Menata anak rambut yang jatuh menutupi wajah cantik bidadari surganya.
"Cepat pulang ya, Mas."
"Emm.... Iya, Sayang. Ya udah, gimana kalau Adek ikut Mas."
"Kuliahku gimana, Mas?"
"Nah itu dia, Adek paham. Sabar ini ujian."
Baru menikah sudah ditinggal pergi? Menyakitkan bukan. Baru saja mereka bersama bercanda bahagia. Baru saja kemarin meraka bercumbu dan merayu. Secepat itukah musim berganti?
"Mas. Di sana jangan macam-macam ya, Mas Urya? Jika berani mengkhianatiku, tak sumpahin 'anu mu' bengkak," ancam Eva mengingatkan hal itu lagi.
"Jika tanpa ijinmu, aku rela seperti itu, Dek Va," balasnya dengan senyum sedikit kelu.
Beberapa hari kemudian, Urya benar-benar pergi meninggalkan Eva di Kudus seorang diri.
di sudut kota kudus Eva menunggu Urya kembali pulang.
Apakah Urya sanggup menjaga hati Eva ditempat bekerjanya? Satu hal yang tidak pernah Eva bayangkan adalah akan digerogoti kerinduan mendalam.
Kota Kudus menjadi saksi bisu perihnya seorag istri menanti sentuhan suaminya. Apakah akhirnya Eva akan mendapatkan gelar seorang jablai? Perih, sakit. Gersang berkepanjangan.
Rindu serindu rindunya hati Eva pada Urya, apa daya takdir merenggutnya. Pilu membiru dalam kalbu terikat rantai di gelangi rindu.
Next
Daftar Isi Novel
Baca selengkapnya : INDEK LINK DISINI
Post a Comment for "Sarjana Kama Sutra, Bagian 9, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? "
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.