Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Merintis Jalan Pulang


Kumpulan Puisi Sriwijaya, Merintis Jalan Pulangku Kembali



Aku kembali sayang
Bawa retakkan yang kau cipta
Kembali utuh seperti semula
Memunggut semangat yang luntur
Aku kembali sayang 
Simpul kembali benang kusut 
Menata hati berdamai dengan waktu 
Aku kembali sayang 
Pada ibu ayah yang telah lama hilang Bersembunyi dari keliaran 
Pemburu leyap sudah 
Topeng retak berganti wajah 
Semoga murni tanpa debu 
Abu ungu biru biar waktu sebagai penentu 
Tak ada lagi duri diantara kita 
Aku kembali sayang 
Bertandang, sudah tiba masa
Aku kembali sayang 
Kembali pulang

Pati, 8-2-19
by: Sriwijaya

Pelangi Cinta
Badai runtuhkan kita dalam benci Beranak sangka memaki ada diri 
Tercerai rasa belerai tumpukkan praduga Kini hancur lebur tanpa sisa 
Cipta sungai gangga

Tepi menepi diri 
Saling memaki kebodohan diri 
Pada ego selimuti nurani 
Pada amarah bungkus hati 
Keji

Hujan langit januari bersemi difebuari Membasahi pilu hati 
Kini banjir perlahan surut cipta warna tak terurut 
Tata kembali, utuh bersemi, segarkan lelayu raga 
Merajut jalinan cinta berpelangi awan biru

Pelangi cintamu indah di mata 
Meski tertepa badai gelombang rasa Namun warna tetaplah warna 
Hiasi langit bersulam sutera 
Terima kasih atas segenap jiwa 
Tulusmu menerima meski tiada kata sempurna diantara kita

Mateseh,11-2-19 
By: Sriwijiya

Karena Kau
Hujan turun lagi ... bersama duka ini. Seakan tahu luluh rasa dalam kaca. Buram pandang hitam hati, langkah terhenti pada putaran waktu. 
Hampa tanpamu. 
Hujan turun lagi .... Ini sudah kesekian kali pada awal yang baru buat ragu menyelinap kalbu, akan ketulusan berimbas tanya. 
Adakah rasa sama seperti sedia kala. Hujan turun lagi .... karena kau. 
Karena kau adalah pemilik rasa ini sedihmu dukaku lukamu perihku. 
Lalu mengapa kau masih saja ambigu seakan tak tahu hati terpaut adamu. Kasih ... cintaku melangit tuju bersamudera awan biru. 
Tak percayakah kamu akan tulusku?
Maka biarlah waktu sebagai penentu. Karena kau ada bersemayang di dada. Karena kau ada tepatri nyata.
Karena kau kucinta.
Karena kau kusayang makanya bertahan. Meski lukaku adalah ulahmu.
Saat percaya kau tancapkan duri.
Namun rasaku tak henti.
Mengasihi setulus hati.
Karena kau ... cuma kau.
Hanya kamu ... pemilik hati selain Rabb ku.

Mateseh, 11-2-19
By: Sriwijaya

Setangkai Duri
Duri mana yang menancap di hatimu Hingga kau berubah laku
Kau bilang jangan jauh dariku
Nyatanya lelakumu buatku menjauh
Kau bilang aku tak bisa tanpamu
Nyatanya kau beri luka tanpa tuan Kucoba bertahan meski nyeri
Kucoba mengalah mengerti segala keadaan mu
Namun kecewa adaku tak teranggap ada Rasaku tiada kau mengerti
Harusksh aku benar-benar pergi
Bawa payung hati
Setangkai duri menancap sakti
Selimuti jiwamu
Kutegar dalam berjuang
Rontokkan duri pelindung hatimu
Coba lihat aku tak lelah merangkul duri di hatimu
Meski saga mengucur
Luka basah tak kering
Namun tulus ini tiada henti
Mendekapmu penuh kasih ini

Mateseh, 12-2-19
By: Sriwijaya

Tembang Anak Pantura
Anak selatan atau utara
Sama saja
Jawa Madura Sunda tak jadi arang
Kita satu kesatuan setanah sebangsa ibu pertiwi, jangan memercik api angkara melalap sakti
Dengarkanlah tembang anak pantura ini Kasih samudera rasa
Cinta pengembaraan raga
Pada siapa hati bertahta
Maka di sanalah jalannya pulang
Kembali merajut kasih sayang dalam mahligai pernikahan
Jangan bimbang pun gusar
Dengarkanlah tembang anak pantura ini, sayang 
Segala resah, tanya akan tersampaikan Dengarkanlah tembang anak pantura ini, sayang 
Di sinilah kau akan temukan 
Segala jawab yang tak bertuan

Mateseh, 13-2-19 
By: Sriwijaya




Istimewa
Kau menyebalkan 
Buatku sebal
Tak jarang buat gusar 
Gelisah tak bertuan 
Kau yang tersebut istimewa 
Sering buatku bermandikan air mata Kau ... sehebat itukah kau 
Hingga tersayang tanpa alasan 
Terkasih tanpa sebab pasti Istimewa, kau istimewa 
Dalam palung dada

Mateseh, 13-2-19
By: Sriwijaya

Keretakkan
Kau benar kita egois
Saling menyakiti
Kemunafikan jadi selimut hati
Kau benar, sayangku tiada pernah pergi Utuh tak terkikis, tapi cintalah yang sembunyi
Menyelam bersemedi karena kecewa ini Keretakan bukan karena pecah
Tak jua karena tiada rasa lagi
Ego telah tutup mata tuli telinga, untuk mendengar nyanyian suara hati
Kini nyeri, perih menyayat diri
Masih adakah cinta lagi?

Mateseh, 14-2-19
By: Sriwijaya





Maka Kembalilah
Pernah kau buat diri meringis pilu mengutuk rindu
Hujan seakan menari-nari cemooh diri dalam nelangsa hati
Pernah kau buatku bahagia melukis tawa berwarna senja
Saat jemari menggenggam erat tangan, sungguh damai terasa
Pernah kau buatku memaki, akan linang tak bertepi 
Derasnya arus tengelamkan diri pada rasa hingga kalah tanpa sua
Sungguh kejam, nelangsa
Maka kembalilah dalam dekap ayah bunda
Bila rasamu benar tak bertahta Gelombang akan membawamu berlayar kembali
Memangku hati yang hilang tertancap duri
Maka kembalilah kini
Dalam ruang ilusi

Mateseh, 17-2-19
By: Sriwijaya


Tanpa Kata
Diamlah! Usah berkata
Tatap lekat binar-binar ini
Insyaratkan bahasa diri
Tak lihatkah kau pancarannya
Sungguh tajam menusuk dada
Tanpa kata
Binar mata telah bicara
Tercurah segenap jiwa
Tentang kita dalam rona senja
Menanti fajar di pelupuk mata
Dan akulah rembulan di tengah fajarmu Pangku payung rasamu
Bersama selusuri langit biru
I wiil always love you

Mateseh, 18-2-19
By: Sriwijaya





Persimpangan
Tajamnya tikungan
Buat mata mendelik sebal
Akan kerikil batu jalan
Menancap duri mata keliaran pandang
Sungguh melenakan
Persimpangan ...  itu adalah lumpur hitam
Tertelusuri sekejap mencecap bayang
Ilusikan keindahan
Bermandikan sejuta binal
Terjungkal, melimpir dari rana fana
Terkulai bertahtakan permata buta
Diamlah! 

Jangan sebut nama lagi

Biarkan seperti ini
Mecumbu fajar sebalik duri
Matilah kau dalam sisi
Muak sudah terjengkal akal
Dasar buaya kadal

Mateseh, 20-2-19
By: Sriwijaya

1 comment for "Merintis Jalan Pulang"