Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Kumpulan Prosa : Lantai Kahidupan


Jejak bayang mengendap dalam kegelapan malam. Ia masih berkutat dengan sepi yang merajam perih. Senyumannya adalah telaga. Tirta bening di hamparan padang sauna. Bahasa hati pancaran ketulusan. Ia adalah embun sirami keringnya hati yang meranggas. Kesejukan mata tanpa terjamah rasa. Aku mengerjap pelan, mencari jawab pada sang malam. Menelusuri jejaknya yang telah hilang. 

Namun tak jua kutemui jawaban. Saat sadar menapaki diri, kulihat keramaian telah menghantam jiwanya. Ada bulir bening meluncur di sudut sana yaitu nurani. Ia meremas hati tepis kesedihan diri dan aku terluka melihat telaga hadir di raganya. Detak disisi waktu terdengar rancu, aku masih memproklamasikan keteguhan ini berharap esok kan cepat berlalu, berganti seri merekah biru, tapi sesal merangkul asa, hampa dalam kebersamaan raga. Tanpanya dia menjadi hampa itu yang tertangkap di logika. Inilah suara hatinya.
Jangan Pernah Tangisi
Pagi telah menjelang
Kaumasih terbuai belai mimpi semalam
Akan indahnya senja merona
Hingga melupa panasnya siang yang masih membawa kabar entah

Sedangkan senyum mentari 
Masih enggan mengusik bebutir mutiara
Yang menggelayut manja pada kuncup bunga yang pernah kita semai bersama
Di taman kasih sayang yang kau anggap gersang
Meski kemarau belum bertandang

Kesejukan yang ditawarkannya
Tiada jua mampu meredam nyala bara yang kau cipta
Dari asa yang belum tentu nyata
Bahkan tanpa kau sadari, panasnya begitu menyengat
Memaksa basah embun tiada bisa terpeluk bumi

Harusnya kau buka mata melupa mimpi
Bersama kita nikmati kesejukan embun yang membasah
Di atas bumi yang belum sepenuhnya mengering
Namun semua seolah tiada makna
Terbuang pandang terbiar dalam kesia-siaan

Namun! 
Setelah bentang jarak hadir memisah
Kauselalu dendangkan lagu rindu membiru
Pada kuncup muda yang pernah kau peluk
Bening telaga kau tumpah
Namun tak jua bisa melarung resah 
Dalam hati yang membuncah

Ah, sudahlah! 
Jangan sesali apa yang sudah terjadi
Mungkin ini garis hidup yang semestinya terjalani
Tetapkan hati melangkah pasti
Menggapai mimpi yang pernah kau yakini
Sematkan do'a pasrahkan diri pada Illahi Rabbi
Semoga takdir-Nya 'kan membawa kita kembali
Pada indahnya kebahagiaan yang pernah kita tuai. 

Kuseret langkah memintas hari menuju gelap, sambil memeluk dunia yang senyap. Sesak telah menapaki asa. Di alam khayal kulukis seyumanya, menguatkan hati dalam biduk jiwa yang meranggas. Sesal semakin pekat mengalir di aliran darah setiap inci tubuhnya.  Di ujung kehidupan, ia menggetak pada wanita yang memangku ketegarannya.
Ia berkata pada senyum yang telah hilang, tawa berganti kesedihan pada sebuah kenyataan getir, tersesap bersama harap yang lenyap di kehidupan, dan di sinilah sekarang ruang paling isomalir dalam dramalitis kepedihan yaitu kehampaan. Dalam diam menantinya adalah sebuah kerelaan. Walau gelap senyap meracuni pikir, tetap kuat tegar di atas rapuhnya hati tersenyum penuh percaya diri seraya berharap waktu tak akan tergadai lagi, oleh sebuah mimpi yang berujung duri-duri.

Bunga Air Mata 
Kasih! Telah ku senandungkan nyanyian rindu
Pada senyapnya hari
Melantun rapalan perihku ini, disetiap doa pada Sang Hyang Widhi
Saat mimpi bertandang, mata ini terbuka dengan sejuta harapan
Pada mimpi yang pernah teryakini
Agar merekah rona di teras hati

Jejak langkah telah terkubur
Bersama jarak yang tak dapat diukur
Dalam kasih ini setangkup sesal telah memukul batin
Salahkan langkah yang melawan takdir
Atau diri ini terlalu naif
Berharap bulan berada di pucuk ilalang
Sementara ada bintang yang selalu menerangi dalam kelam

Ah, hampa telah melumuri logika
Bila teringat masa bersama
Kini derai menghantam jiwa
Seolah air mata telah berbunga
Mekar mewangi di sepanjang masa
Iringi langkah goyah ini
Dalam biduk hati, aku merangkul asa
pada rindu yang menghujam dada
Bisakah gundah cepat pergi
Seiring kasih yang memayungi
Di tengah terik dan hujan, musim berganti perih jadi hilang

Dalam setiap detik yang berlalu, menitipkan angan dalam sebuah puisi sederhana tentang rangkaian indah dikala bersama serta kegundahan yang menyiksa jiwanya. Lantai langit kehidupan membentang. Detik per detik terlalui adalah realita. Kenyataan yang menusuk tulang sendi, jantung remuk redam meluka batin, tapi tetap memeluk sang cintanya. Menyengemai ingin diujung harapan. Pada retak yang tercurah maha dasyat dalam logika terbentang di dinding tanya. Adakah persemaian mimpi pada kalung takdir yang terjalani, atau ini hanya serupa angan tak pasti, sebuah pengharapan semu dalam yakinnya. Entahlah.

Kolab: Wong Deso dan Sriwijaya
Minggu, 6-10-2019
Ilustrasi gambar: Google

1 comment for "Kumpulan Prosa : Lantai Kahidupan"

  1. Prosanya cukup cakep dan keren, ditunggu tulisan berikutnya ya.

    ReplyDelete