Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Mentari, Kau Selamanya Menjadi Cahaya Pagiku




Jantungku masih berdetak, menandakan aku masih setia dan bila darahpun berhenti mengalir, aku tetap masih setia. Sumpah pada Sang Maha Cinta yang terbuat tidak mungkin akan aku ingkari. Untuk bidadari surgaku diseberang sana. Hari ini prosa tentangmu kembali terdengar.

Apa yang telah kau tulis dan ucapakan selama kita bersama akan menjadi pertanggungjawabkan hingga di alam keabadadian. Jika di dunia ini kita belum mampu menyelesaikan apa yang dimulai, akan aku tunggu kau di hadapan Sang Maha Cinta sebagai hakim untuk kita.

Mungkin aku adalah orang  payah yang tidak bisa kau andalkan, selalu membuat sesak dalam dadamu dan menjadi hujan-hujan air mata tersembunyikan, akan tetapi kau harus ingat bahwa aku tidak akan pernah menarik kata-kataku sekalipun dunia akan runtuh. Terimakasih telah menjadi bidadari surgaku selama ini. Namamu akan selalu ada dalam setiap doa-doa malamku.

Terimakasih untuk prosa yang pernah kau tulis untukku, biarlah tetap terjaga di sini, bersama senja. 







Kupinjam Namamu


Saat ini, aku memikirkanmu lagi, adakah kau ingat padaku? Ataukah telah lupa akan hadirku sebelumya?


Tahukah kamu apa yang membuatku tetap teguh berdiri, disini, menunggumu? Bukan karena harta dan tahtamu. Bukan mata sipit, bukan pula pipi tembem atau senyum menyebalkanmu itu, tapi... Hatiku telah memilihmu untuk kulabuhkan rasa ini.

Rasaku yang terpatri untukmu, tak mampu lagi kuberalih haluan. Jangan tanya kenapa, karena kuncinya telah kau ambil alih.

Aku tahu, kau memang layak untuk yang lebih baik dariku, tapi aku tak akan menyerah sampai disini, bukan untuk ketenaran atau apa, tapi benar ingin bersamamu.

Pamungkas... telah kupinjam namamu disepertiga malam-malamku, untuk aku pertimbangkan dengan Rabb-ku. Akan kuperbaiki diri dihadapan-Nya, agar aku layak memintamu untukku.

Bila kau bukan jodohku, akan aku pinta Allah menjodohkanku denganmu, ku tak mau yang lain, kamu saja. Iya, Kamu.

Aku ingin bersamamu, bukan sesaat tapi untuk selamanya. Akan kuhiasi hari dengan percikan cahaya doa, bahagiamu itu adalah harapku. Ada dan tiada diriku disampingmu.

Pamungkas-ku... bila nanti aku pergi sebelummu, setidaknya tulisan ini sebagai saksi bahwa aku mencintai dan inginkanmu. Bukan karena ada apa denganmu, tapi ... apa adanya dirimu.

Kau mungkin tak butuhkanku, tapi aku berharap bisa menghabiskan sisa-sisa napas ini bersamamu.

Please... jagalah jiwa dan ragamu untukku, meskipun kita tidak sedang bersama.





Love You No More




Every time I open my eyes. Only you are in my mind. You show me the whole world feels like ours.

You smell my rose, and give me the beauty of my existence. Your love is the ultimate achievement of all my promises, and whatever happens, I will be loyal to my words. I buried your heart in my chest. So that I can keep you warm.

But I smelled lies of your love. Yeah ... just try it! You throw all the blame on me. Who do you think you are? If I'm a trader, then I won't sell anything to you. I will just throw it for you, for free.

If you have a cost, the price is wrong. Because you have no price at all. You have erase my promise and I will not keep yours. Our story ends. I'll extinguish our sparks. Throw you away for free.



Rasa Yang Tak Tergantikan




Tahukah kamu apa yang kutitipkan kepada semilir angin? Adalah rasaku padamu, yang tak pudar oleh waktu.

Saat rinai hujan membasahi bumi pun aku tetap mampu rasakan dekap hangat, bukan dari tubuh, tapi do'a-do'a kudusmu.

Yaa... kamu Pamungkas.
Adakah setangkup rindu tersemat di hatimu? Sepertiku yang tengah meradang, berdendang kidung kegundahan?

Begitu kuat rasa ini padamu, hingga waktu tak mampu melelehkannya.

Serpihan rindu yang kian bersemi, tak tenggelam dalam keruh. Merasuk, meresap dalam atom tubuh, bersatu dengan rasa.

Dalam kebisuan pun aku tahu rasa itu, masih sama tak tergantikan.

Duh, Kamu... Aksaraku menjadi kelu tak menentu, semilir angin dan derai hujan pun semakin mempergundah rasa untuk meniti masa depan bersamamu.

Aku dan kamu, kuingin menjadi kita
Bukan hanya dalam mimpiku saja, tapi... Bersama Mahligai cinta yang tercipta, menaungi sampai keabadian sana.

Pamungkas--ku... Aku merindumu





Bila Aku Tak Bangun Lagi


Sakit yang kurasa bukan karena bakteri tapi Rindu yang menyiksaku kian garang. Menghantam, menerjang didalam dada. Nyeri tiada henti.

Tahukah kamu? Diammu itu membunuhku secara perlahan. Terlunta dalam ribuan mil jauhnya, mengharap seuntai sapa darimu. Tapi ... dinding ego menjadi pagar pemisah. Panah cintaku tak mampu menembusnya. Aku tak berdaya saat kau tutup gerbang relungmu.

Aku tak tahu harus berbuat apa lagi? Biarlah waktu yang membantuku menemukan jawabnya, kau pun tahu yang terbaik untukmu. Kau layak mendapatkan yang lebih, aku? Bukan siapa-siapa, tak punya apapun, bahkan nyawa ini milik Allah seutuhnya.

Hatiku memang mencintaimu tapi tak lebih dari cinta kepada Rabb ku. Jika kau merasakan rasa itu, ketahuilah itu tak seberapa dibandingkan rasaku kepada Sang Pemilik Rasa, adalah Rabb Ku.

Bila napas ini berakhir dalam tidur keabadian, maafkan Aku yang tak bisa bersamamu, ketahuilah rasaku tetap sama untukmu.

Netra mampu kupejamkan, tapi anganku tidak. Terpejam namun melihat, bayangan dalam angan. Mengusik rasa sepi dihati.


Rasa diangan bisa moksa tapi tidak yang dihati. Tetap tumbuh berseri meski dalam sepi.

Aku tahu, anganku terikat bayang semu itu, dan aku... tak bisa lari ataupun sembunyi. Terus menari tanpa melodi. Menjerit tak bersuara, lidahku kelu dalam rindu.

Mengharu biru ingin bersamamu, rasaku tetap kokoh untukmu. Namun apa? Engkau masih ragu, tak percaya akan kataku.

Senyum itu, rasa itu, masih ada disana bukan? Dalam relung keramatmu.

Senyum yang membuatku selalu tak berdaya. Bukan menggoda atau apa!! Tapi meluluh lantakkan benteng hati yang kian merapuh.

Senyum hangatmu sangat nyaman penghibur lara, menghapus tirta hangat yang sering terburai dipipi.

Merapuh dalam asa. Aaah... Tidak!! Aku tahu kau disana mengingatku meski sesaat.

Aku terus tertatih dalam angan, mencarimu yang beranjak pergi. Heey... Tunggu... Ada aku disini. Tak tahukah kamu? Rasa ini menyiksaku, ingin utarakan tapi tak mampu.

Aneh tapi nyata, rasa itu menggangguku setiap saat. Ingin terus bersamamu tak ingin berlalu. Bercengkerama tiada henti, meski waktu terus berganti.

Mencoba menghilangkan tapi tak bisa, memasungku dalam rasa.

Tahukah kamu apa yang menyiksaku sebelum lelap? Saat aku harus melupakanmu dalam mati sesaat, dimana aku tak mampu mengingatmu. Aku lenyap dalam dekapan sukma.

Tapi, tidak!! Kau tetap bisa menerobos dinding relung itu. Saat lelap pun Kau hadir dengan nyata. Tersenyum menyapa tanpa kata.

Waktu berlalu tak terasa, bila bersamamu, getaran dalam hati itu semakin kuat.

Menarikmu dalam doa suciku, mengadu dan merayu pada-Nya.

Kamu tahu, apa yang akan kupilih bila aku disuruh memilih antara mencintaimu atau tetap bernapas? Aku akan memilih bernapas terakhir kali untuk bilang "Aku mencintaimu".

Tidak!!
Aku ingin bersamamu disisa napasku. Dalam suka ataupun duka. Aku tak butuh rumah mewah, mobil maupun permata. Tapi hatimu untukku, karena memilikimu itu seperti memiliki segalanya.

Aku tahu, kau layak mendapatkan yang lebih. Tapi akupun ingin memantaskan diri untukmu.

Akan kupinta kau dalam doa, bukan untuk sesaat, tapi selamanya, dalam dunia dan keabadian. Bersamamu aku mau.

Hasrat Terpendam



Pikiranku berpacu dalam kebingungan, begitu takut untuk mengucapkan sepatah kata pun.
Mulutku mulai bergerak, tetapi sepatah kata tak terdengar, jantungku berdetak begitu kencang.

Cinta muncul dalam angan tapi buliran bening mengalir dalam hatiku, yang tidak bisa lagi ungkapkan kepedihan.

Tetapi saat ku melihatmu, teringat bias senyum manis yang kau berikan padaku. Aku mulai tak berdaya lagi, terbuai cintamu yang memasungku dalam rindu.

Tahukah kamu apa yg membuatku sangat sedih saat ini? Adalah Kau anggap cintaku mulai pudar!! Hati memanggilmu tapi kau tak dengar. Sakit? Tentu saja! Tidak Ada kepercayaan lagi untukku.

Hasrat hati ingin ku bersamamu selamanya tapi apa daya kau tak percaya lagi.

Kau tahu? Inginku itu bisa mencintaimu sampai napas terakhir, kau menjadi tua bersamaku.


Kucoba sembunyikan air Mata ini dan membiarkanmu pergi, meskipun sebetulnya aku punya banyak hal ingin berbagi denganmu, tetapi kau sudah tak perduli lagi, menyapaku saja engkau enggan.

Maaf bila aku tak menunjukkan cintaku, tetapi aku pun tak siap untuk pergi dan menyerah. Satu hal Yang harus kau tahu, aku membutuhkanmu di sisiku.

Post a Comment for "Mentari, Kau Selamanya Menjadi Cahaya Pagiku "