Cemburu , Sejuta Cinta Mama Muda
Event Menulis Cerpen Sejuta Cerita Cinta Mama Muda
INDEKS LINK EVENT MENULIS CERPEN SEJUTA CINTA MAMA MUDA
Bionarasi:
Nama saya Tati Kartini
Pemegang kartu kependudukan DKI Jakarta, dengan latar belakang Sarjana Pendidikan(Spd).
Berawal dari suka membaca sejak di usia Sekolah Dasar akhirnya jatuh cinta pada dunia kepenulisan.
Malang melintang di dunia kepenulisan grup FB membuat saya mengenal banyak teman-teman literasi yang sangat memotivasi untuk melahirkan karya-karya saya.
Semoga bisa diterima dan memberikan manfaat kepada segenap pecinta sastra.
Malam itu Pak Wandi, ayahnya Anna pulang setelah tugas negara. Sebagai anggota TNI Pak Wandi sudah biasa mendapat tugas luar untuk waktu yang cukup lama.
Sejak Anna mulai balita, Bu Eni istri Pak Wandi memilih tetap di Ciamis, Jawa Barat. Wanita itu tak ikut mendampingi bila Pak Wandi mendapat tugas di luar daerah, karena Anna sudah mulai bersekolah di taman kanak-kanak. Bu Eni tak ingin Anna nantinya selalu berpindah-pindah sekolah.
Sampai pada suatu hari Pak Wandi kembali dari tugasnya. Kala itu hari menjelang senja,
Anna yang tengah tertidur di sofa terkejut mendengar keributan di dalam kamar tidur ibunya.
"Bagus ya, suami tugas kamu enak-enakan ngobrol sama pria lain!" Pak Wandi membentak Bu Eni dengan suara yang sangat keras.
"Dengar dulu penjelasanku, Pa." Suara Bu Eni terdengar parau, sambil terisak mencoba menjelaskan.
"Tak perlu! Sudah jelas kulihat dengan mata sendiri. Kau pikir bagus tak ada suami menerima tamu Laki-laki?"
Tiba-tiba terdengar suara benda dilempar. Anna sangat terkejut, menangis tertahan. Tak berapa lama kemudian, Pak Wandi menghampiri Anna.
"Nak, papa pergi dulu, ya. Nanti papa kembali lagi untuk menjemputmu," bisik Pak Wandi sambil memeluk Anna.
Isak tangis Bu Eni terdengar semakin keras. "Pa, jangan pergi! Dengar penjelasanku dulu."
Pak wandi berjalan tergesa-gesa menuju pintu tanpa menghiraukan panggilan istrinya.
Anna hanya bisa menatap tanpa sepatah kata pun. Air matanya mulai mengalir deras di pipi. Bukan baru sekali ini saja Anna melihat keributan kedua orang tuanya.
Bu Eni menghambur keluar dari kamar tidur hendak menyusul Pak wandi. Namun, langkah Bu Eni terhenti setelah melihat Anna berurai air mata tergolek di sofa.
"Cup, Sayang. Jangan menangis, papa gak marah sebentar lagi pasti pulang."
Bu Eni memeluk erat sekaligus membujuk Anna yang masih saja terisak.
***
Hari berganti minggu Pak Wandi belum juga kembali, Anna merasakan kerinduan yang teramat sangat. Anna memang sangat dekat dengan papanya.
"Ma, kenapa papa belum pulang juga, ya? Anna kangen papa, Ma."
"Sabar sayang besok papamu pasti pulang kalau tugasnya sudah selesai." Bu Eni tersenyum menghibur Anna dengan jawabannya. Sedangkan Anna hanya terdiam, mungkin berusaha memahami.
Tiga bulan kemudian, suatu hari ....
"Papa! Ma, lihat papa pulang," teriak Anna dengan kegembiraan yang memuncak, sambil terus menghambur ke dalam pelukan Pak Wandi.
"Papa pulang jemput Anna, mau kan Anna ikut papa?" Pak Wandi bertanya sambil mengangkat tubuh mungil putrinya, kemudian dia menggendong seraya menciumi Anna dengan penuh kasih.
"Anna kan sekolah, nanti Bu Guru marah kalau Anna tak masuk sekolah." Anna menjawab dengan manja.
"Iya, Anna kan sudah sekolah, Pa," timpal Bu Eni.
"Ma, kita ikut papa aja, yuk, Anna pengen selalu ada papah di rumah, Anna sedih kalau papa jauh."
"Ikutlah denganku, Ma, Anna bisa pindah sekolah di sana, atau kau lebih senang jauh denganku, ya?"
Pak Wandi mulai emosi, sulit bagi seorang suami melupakan kejadian saat menyaksikan istri bicara akrab dengan lelaki yang tidak dikenalnya.
Menyadari rasa cemburu Pak Wandi yang masih belum reda, Bu Eni cuma bisa diam, mungkin takut salah bicara.
"Aku pulang hanya untuk satu malam cepatlah berkemas kalau kau akan ikut aku." Pak Wandi bicara dengan nada mengancam.
"Baiklah kalau itu sudah jadi keputusanmu, kita pamit dulu pada ibuku nanti sore selesai berkemas."
Bu Eni luluh hatinya melihat Anna yang benar-benar terlihat rindu tak mau berpisah dengan papanya.
Sore hari selepas Shalat Ashar mereka berjalan ke rumah neneknya Anna yang tak seberapa jauh dari rumah Pak Wandi.
"Assalamu'alaikum."
Tak berapa lama, terdengar sahutan dari dalam rumah.
"Wa'alaikumus salam warohmatullohi wabarokatuh, silahkan masuk, Nak." Nenek merengkuh Anna kedalam pelukannya.
"Cucu nenek semakin cantik saja, nenek jadi gemas." Nenek mulai menciumi Anna berulang kali. "Kapan tiba kau Wandi, lama ibu tak melihatmu," sambung nenek kepada Pak Wandi
"Iya, Bu, tugas sudah tak mungkin untuk ditinggalkan, beberapa bulan ini saya tak bisa pulang kecuali izin cuti, karena itulah saya bermaksud untuk berpamitan membawa pindah Eni dan Anna, Bu."
"Ya Tuhan, bagaimana nenek bisa jauh dari Anna?" Nenek bicara dengan lirih sambil memeluk Anna lebih erat lagi.
"Jangan khawatir, Bu, nanti kami akan selalu menengok Ibu." Pak Wandi menghibur nenek yang tampak sangat bersedih akan berpisah dengan Anna.
"Baiklah kalau sudah jadi keputusanmu Wandi, Eni dan Anna memang tanggung jawabmu, ibu hanya ingin menyampaikan pesan, jagalah mereka dengan kasih dan sayang jangan kau kecewakan kami. Ingatlah janjimu pada waktu kau melamar Eni untuk menjadi istrimu, kau berjanji akan menjaga dan menyayangi Eni."
Dengan suara terbata-bata neneknya Anna berkata menahan kesedihan yang mendalam.
"Jangan khawatirkan, Bu, percayalah saya akan menyayanginya."
"Begitu sudah seharusnya, Nak, rukun-rukunlah selalu, kalau ada masalah selesaikan dengan kepala dingin, jangan cepat emosi. Cemburu itu bagus pertanda adanya cinta, tapi cemburu buta bisa membuat celaka."
"Baik, Bu. Akan saya ingat semua nasihat Ibu." Pak Wandi menjawab sambil menundukan kepala.
"Pada waktu kamu berangkat tugas yang lalu kamu marah sampai lupa pamitan padaku, seharusnya kamu bertanya dulu. Pemuda yang bersama istrimu itu adik sepupunya Eni yang tinggal di Sumatra dia sedang mengikuti tes untuk masuk di AKABRI, kamu tak mengenalnya, ya? Dia sudah besar sekarang, badannya kekar."
"Iya, Bu saya mohon maaf, Eni sudah menjelaskan tadi."
Mendengar pembicaraan nenek, papa dan mamanya Anna serasa dinina bobokan. Ia tertidur pulas di pelukan neneknya.
"Lihat anakmu, tak baik untuk jiwanya bila sering mendengarkan keributan ayah ibunya."
Nenek melanjutkan petuahnya.
"Kalau ada masalah selesaikan baik-baik berdua jangan di hadapan anak, kasian kalau terluka jiwanya akan terbawa sampe dewasa. Tertanam dalam memorynya. Banyak-banyaklah berdoa untuk kebaikan anakmu, doa orang tua sangat makbul, terutama kau Eni sebagai ibunya."
Eni yang sejak tadi diam menjawab
"Terimakasih atas wejangannya, Bu. Aku akan berusaha sekuat tenaga mendidik Anna agar jadi wanita saleha yang berpendidikan dan taat ajaran agama, sebagaimana Ibu mendidikku. Aku juga mohon doa Ibu untuk kebaikan keluargaku."
Dengan mata yang berkaca-kaca nenek mengarahkan pandangan pada anaknya kemudian bicara.
"Sudah pasti Ibu mendoakan untuk kebahagiaan dunia dan akhiratmu. Begitupun kamu berdoalah selalu untuk Anna. Hanya doa anak yang shaleha yang kelak sampai pada kita dialam sana."
Tak terasa hari sudah senja, Anna yang tertidur menggeliatkan badannya dan merengek manja.
"Ma, aku mau susu."
Nenek mendudukan Anna di kursi dan berkata. "Nenek buatkan susu untukmu ya, Anna?"
Serentak Eni menjawab. "Tak usah, Bu, sudah hampir maghrib kita pamit saja."
Anna kembali merengek. "Ah … Mama Anna mau susu."
Bu Eni menghampiri Anna dan berkata, "sttt, Anna jangan cerewet, kasian nenek, Anna minum susu di rumah saja, ya?"
Anna hanya mengangguk.
"Ayo, sekarang Anna salam pada Nenek."
Bu Eni membimbing tangan Anna mendekati nenek. Mereka berpamitan pada nenek sambil berpelukan, seakan berat untuk berpisah.
"Jaga dan sayangilah Eni dan Anna ya!"
Nenek mengulangi pesannya kepada Pak Wandi.
"Baik, Bu, mohon doanya," ujar Pak Wandi pendek.
***
Bertepatan adzan Maghrib mereka sampai di rumahnya. "Lekas wudhu, Ma, kita sholat berjamaah," ucap Pak Wandi kepada istrinya, sambil menyusun sajadah.
"Ya, Pa, sebentar lagi, mama sedang membuatkan susu untuk Anna." Bu Eni menaruh susu Anna di meja makan.
"Anna ayuk wudhu dulu, sambil menunggu susumu dingin kita sholat berjamaah dengan ayah."
Mereka shalat berjemaah dengan sangat khusyu, lalu di lanjutkan dengan berdoa. Pak Wandi memanjatkan doa untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi keluarganya.
"Robbana attina fii dunya khasanah wafil akhiroti hasanata waqina adzabannar."
Serentak Anna dan ibunya meng-aamiinkan. Selesai sholat berjamaah, Anna kembali teringat dengan susunya.
"Ma, susu Anna mana? Anna bertanya pada ibunya.
Bu Eni menjawab sambil menuntun Anna ke meja makan. "Ini susu Anna, kita sebaiknya makan malam dulu, Ayah sudah menghampiri, kita akan makan malam bersama-sama."
"Iya, Ma, Anna juga sudah lapar."
Anna merengek manja sambil melirik ayam goreng kesukaannya.
"Anna mau sama ayam goreng, Ma."
Bu Eni menaruh ayam goreng ke piring makan Anna, dan tak lupa mengisi piring makan Pak Wandi seraya bertanya. "Cukup secentong nasinya, Pa?"
Pak Wandi mengambil nasi dari tangan istrinya. "Cukup, Ma, terimakasih."
Tanpa banyak bicara mereka menyantap dan menyelesaikan makan malamnya.
"Ma, papa harap kamu ikhlas menemaniku bertugas, aku sekarang sudah tidak di mess lagi sudah mendapat rumah asrama dan diperbolehkan menempati bersama keluarga, semoga kamu betah kita bisa berkumpul bahagia bersama-sama tanpa ada kecurigaan lagi." Pak Wandi kembali membuka pembicaraan sambil meraih sajian hidangan penutup.
"Terima kasih, Pa, saya akan selalu patuh kepadamu, bukankah suami adalah pintu syurganya isteri? Itu yang diajarkan ibu dan almarhum ayahku mereka sangat rukun, saling menghormati dan kami sangat bahagia, aku ingin seperti mereka. Berharap kelak Anna pun mendapat contoh dan suri tauladan dari kita sebagai orang tuanya."
Pak Wandi sangat puas mendapat jawaban dari istrinya, ia pun berbisik mesra
"Tolong maafkan papa ya, Ma, papa selalu saja marah kepadamu, papa cemburu karena sangat mencintaimu, takut kehilanganmu."
Dengan tersipu Bu Eni menjawab.
"Tanpa dimintapun aku sudah memaafkanmu, aku paham Papa cemburu dan tak sanggup hidup terpisah makanya mama bersedia ikut pindah denganmu, kita pasti akan lebih bahagia kalau selalu bersama-sama."
Begitulah, sebagai pasangan muda berjauhan adalah ujian terberat, alhamdulillah semuanya bisa diselesaikan dengan cepat mengambil keputusan dan solusinya.
Setelah keduanya sepakat untuk tetap selalu bersama-sama mereka pun melanjutkan berbincang-bincang penuh kemesraan, terbayang kebahagiaan yang akan di lalui. Bersama-sama membesarkan buah hati hingga kelak Anna dewasa menjadi wanita shalehah.
Tamat
Sejak Anna mulai balita, Bu Eni istri Pak Wandi memilih tetap di Ciamis, Jawa Barat. Wanita itu tak ikut mendampingi bila Pak Wandi mendapat tugas di luar daerah, karena Anna sudah mulai bersekolah di taman kanak-kanak. Bu Eni tak ingin Anna nantinya selalu berpindah-pindah sekolah.
Sampai pada suatu hari Pak Wandi kembali dari tugasnya. Kala itu hari menjelang senja,
Anna yang tengah tertidur di sofa terkejut mendengar keributan di dalam kamar tidur ibunya.
"Bagus ya, suami tugas kamu enak-enakan ngobrol sama pria lain!" Pak Wandi membentak Bu Eni dengan suara yang sangat keras.
"Dengar dulu penjelasanku, Pa." Suara Bu Eni terdengar parau, sambil terisak mencoba menjelaskan.
"Tak perlu! Sudah jelas kulihat dengan mata sendiri. Kau pikir bagus tak ada suami menerima tamu Laki-laki?"
Tiba-tiba terdengar suara benda dilempar. Anna sangat terkejut, menangis tertahan. Tak berapa lama kemudian, Pak Wandi menghampiri Anna.
"Nak, papa pergi dulu, ya. Nanti papa kembali lagi untuk menjemputmu," bisik Pak Wandi sambil memeluk Anna.
Isak tangis Bu Eni terdengar semakin keras. "Pa, jangan pergi! Dengar penjelasanku dulu."
Pak wandi berjalan tergesa-gesa menuju pintu tanpa menghiraukan panggilan istrinya.
Anna hanya bisa menatap tanpa sepatah kata pun. Air matanya mulai mengalir deras di pipi. Bukan baru sekali ini saja Anna melihat keributan kedua orang tuanya.
Bu Eni menghambur keluar dari kamar tidur hendak menyusul Pak wandi. Namun, langkah Bu Eni terhenti setelah melihat Anna berurai air mata tergolek di sofa.
"Cup, Sayang. Jangan menangis, papa gak marah sebentar lagi pasti pulang."
Bu Eni memeluk erat sekaligus membujuk Anna yang masih saja terisak.
***
Hari berganti minggu Pak Wandi belum juga kembali, Anna merasakan kerinduan yang teramat sangat. Anna memang sangat dekat dengan papanya.
"Ma, kenapa papa belum pulang juga, ya? Anna kangen papa, Ma."
"Sabar sayang besok papamu pasti pulang kalau tugasnya sudah selesai." Bu Eni tersenyum menghibur Anna dengan jawabannya. Sedangkan Anna hanya terdiam, mungkin berusaha memahami.
Tiga bulan kemudian, suatu hari ....
"Papa! Ma, lihat papa pulang," teriak Anna dengan kegembiraan yang memuncak, sambil terus menghambur ke dalam pelukan Pak Wandi.
"Papa pulang jemput Anna, mau kan Anna ikut papa?" Pak Wandi bertanya sambil mengangkat tubuh mungil putrinya, kemudian dia menggendong seraya menciumi Anna dengan penuh kasih.
"Anna kan sekolah, nanti Bu Guru marah kalau Anna tak masuk sekolah." Anna menjawab dengan manja.
"Iya, Anna kan sudah sekolah, Pa," timpal Bu Eni.
"Ma, kita ikut papa aja, yuk, Anna pengen selalu ada papah di rumah, Anna sedih kalau papa jauh."
"Ikutlah denganku, Ma, Anna bisa pindah sekolah di sana, atau kau lebih senang jauh denganku, ya?"
Pak Wandi mulai emosi, sulit bagi seorang suami melupakan kejadian saat menyaksikan istri bicara akrab dengan lelaki yang tidak dikenalnya.
Menyadari rasa cemburu Pak Wandi yang masih belum reda, Bu Eni cuma bisa diam, mungkin takut salah bicara.
"Aku pulang hanya untuk satu malam cepatlah berkemas kalau kau akan ikut aku." Pak Wandi bicara dengan nada mengancam.
"Baiklah kalau itu sudah jadi keputusanmu, kita pamit dulu pada ibuku nanti sore selesai berkemas."
Bu Eni luluh hatinya melihat Anna yang benar-benar terlihat rindu tak mau berpisah dengan papanya.
Sore hari selepas Shalat Ashar mereka berjalan ke rumah neneknya Anna yang tak seberapa jauh dari rumah Pak Wandi.
"Assalamu'alaikum."
Tak berapa lama, terdengar sahutan dari dalam rumah.
"Wa'alaikumus salam warohmatullohi wabarokatuh, silahkan masuk, Nak." Nenek merengkuh Anna kedalam pelukannya.
"Cucu nenek semakin cantik saja, nenek jadi gemas." Nenek mulai menciumi Anna berulang kali. "Kapan tiba kau Wandi, lama ibu tak melihatmu," sambung nenek kepada Pak Wandi
"Iya, Bu, tugas sudah tak mungkin untuk ditinggalkan, beberapa bulan ini saya tak bisa pulang kecuali izin cuti, karena itulah saya bermaksud untuk berpamitan membawa pindah Eni dan Anna, Bu."
"Ya Tuhan, bagaimana nenek bisa jauh dari Anna?" Nenek bicara dengan lirih sambil memeluk Anna lebih erat lagi.
"Jangan khawatir, Bu, nanti kami akan selalu menengok Ibu." Pak Wandi menghibur nenek yang tampak sangat bersedih akan berpisah dengan Anna.
"Baiklah kalau sudah jadi keputusanmu Wandi, Eni dan Anna memang tanggung jawabmu, ibu hanya ingin menyampaikan pesan, jagalah mereka dengan kasih dan sayang jangan kau kecewakan kami. Ingatlah janjimu pada waktu kau melamar Eni untuk menjadi istrimu, kau berjanji akan menjaga dan menyayangi Eni."
Dengan suara terbata-bata neneknya Anna berkata menahan kesedihan yang mendalam.
"Jangan khawatirkan, Bu, percayalah saya akan menyayanginya."
"Begitu sudah seharusnya, Nak, rukun-rukunlah selalu, kalau ada masalah selesaikan dengan kepala dingin, jangan cepat emosi. Cemburu itu bagus pertanda adanya cinta, tapi cemburu buta bisa membuat celaka."
"Baik, Bu. Akan saya ingat semua nasihat Ibu." Pak Wandi menjawab sambil menundukan kepala.
"Pada waktu kamu berangkat tugas yang lalu kamu marah sampai lupa pamitan padaku, seharusnya kamu bertanya dulu. Pemuda yang bersama istrimu itu adik sepupunya Eni yang tinggal di Sumatra dia sedang mengikuti tes untuk masuk di AKABRI, kamu tak mengenalnya, ya? Dia sudah besar sekarang, badannya kekar."
"Iya, Bu saya mohon maaf, Eni sudah menjelaskan tadi."
Mendengar pembicaraan nenek, papa dan mamanya Anna serasa dinina bobokan. Ia tertidur pulas di pelukan neneknya.
"Lihat anakmu, tak baik untuk jiwanya bila sering mendengarkan keributan ayah ibunya."
Nenek melanjutkan petuahnya.
"Kalau ada masalah selesaikan baik-baik berdua jangan di hadapan anak, kasian kalau terluka jiwanya akan terbawa sampe dewasa. Tertanam dalam memorynya. Banyak-banyaklah berdoa untuk kebaikan anakmu, doa orang tua sangat makbul, terutama kau Eni sebagai ibunya."
Eni yang sejak tadi diam menjawab
"Terimakasih atas wejangannya, Bu. Aku akan berusaha sekuat tenaga mendidik Anna agar jadi wanita saleha yang berpendidikan dan taat ajaran agama, sebagaimana Ibu mendidikku. Aku juga mohon doa Ibu untuk kebaikan keluargaku."
Dengan mata yang berkaca-kaca nenek mengarahkan pandangan pada anaknya kemudian bicara.
"Sudah pasti Ibu mendoakan untuk kebahagiaan dunia dan akhiratmu. Begitupun kamu berdoalah selalu untuk Anna. Hanya doa anak yang shaleha yang kelak sampai pada kita dialam sana."
Tak terasa hari sudah senja, Anna yang tertidur menggeliatkan badannya dan merengek manja.
"Ma, aku mau susu."
Nenek mendudukan Anna di kursi dan berkata. "Nenek buatkan susu untukmu ya, Anna?"
Serentak Eni menjawab. "Tak usah, Bu, sudah hampir maghrib kita pamit saja."
Anna kembali merengek. "Ah … Mama Anna mau susu."
Bu Eni menghampiri Anna dan berkata, "sttt, Anna jangan cerewet, kasian nenek, Anna minum susu di rumah saja, ya?"
Anna hanya mengangguk.
"Ayo, sekarang Anna salam pada Nenek."
Bu Eni membimbing tangan Anna mendekati nenek. Mereka berpamitan pada nenek sambil berpelukan, seakan berat untuk berpisah.
"Jaga dan sayangilah Eni dan Anna ya!"
Nenek mengulangi pesannya kepada Pak Wandi.
"Baik, Bu, mohon doanya," ujar Pak Wandi pendek.
***
Bertepatan adzan Maghrib mereka sampai di rumahnya. "Lekas wudhu, Ma, kita sholat berjamaah," ucap Pak Wandi kepada istrinya, sambil menyusun sajadah.
"Ya, Pa, sebentar lagi, mama sedang membuatkan susu untuk Anna." Bu Eni menaruh susu Anna di meja makan.
"Anna ayuk wudhu dulu, sambil menunggu susumu dingin kita sholat berjamaah dengan ayah."
Mereka shalat berjemaah dengan sangat khusyu, lalu di lanjutkan dengan berdoa. Pak Wandi memanjatkan doa untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi keluarganya.
"Robbana attina fii dunya khasanah wafil akhiroti hasanata waqina adzabannar."
Serentak Anna dan ibunya meng-aamiinkan. Selesai sholat berjamaah, Anna kembali teringat dengan susunya.
"Ma, susu Anna mana? Anna bertanya pada ibunya.
Bu Eni menjawab sambil menuntun Anna ke meja makan. "Ini susu Anna, kita sebaiknya makan malam dulu, Ayah sudah menghampiri, kita akan makan malam bersama-sama."
"Iya, Ma, Anna juga sudah lapar."
Anna merengek manja sambil melirik ayam goreng kesukaannya.
"Anna mau sama ayam goreng, Ma."
Bu Eni menaruh ayam goreng ke piring makan Anna, dan tak lupa mengisi piring makan Pak Wandi seraya bertanya. "Cukup secentong nasinya, Pa?"
Pak Wandi mengambil nasi dari tangan istrinya. "Cukup, Ma, terimakasih."
Tanpa banyak bicara mereka menyantap dan menyelesaikan makan malamnya.
"Ma, papa harap kamu ikhlas menemaniku bertugas, aku sekarang sudah tidak di mess lagi sudah mendapat rumah asrama dan diperbolehkan menempati bersama keluarga, semoga kamu betah kita bisa berkumpul bahagia bersama-sama tanpa ada kecurigaan lagi." Pak Wandi kembali membuka pembicaraan sambil meraih sajian hidangan penutup.
"Terima kasih, Pa, saya akan selalu patuh kepadamu, bukankah suami adalah pintu syurganya isteri? Itu yang diajarkan ibu dan almarhum ayahku mereka sangat rukun, saling menghormati dan kami sangat bahagia, aku ingin seperti mereka. Berharap kelak Anna pun mendapat contoh dan suri tauladan dari kita sebagai orang tuanya."
Pak Wandi sangat puas mendapat jawaban dari istrinya, ia pun berbisik mesra
"Tolong maafkan papa ya, Ma, papa selalu saja marah kepadamu, papa cemburu karena sangat mencintaimu, takut kehilanganmu."
Dengan tersipu Bu Eni menjawab.
"Tanpa dimintapun aku sudah memaafkanmu, aku paham Papa cemburu dan tak sanggup hidup terpisah makanya mama bersedia ikut pindah denganmu, kita pasti akan lebih bahagia kalau selalu bersama-sama."
Begitulah, sebagai pasangan muda berjauhan adalah ujian terberat, alhamdulillah semuanya bisa diselesaikan dengan cepat mengambil keputusan dan solusinya.
Setelah keduanya sepakat untuk tetap selalu bersama-sama mereka pun melanjutkan berbincang-bincang penuh kemesraan, terbayang kebahagiaan yang akan di lalui. Bersama-sama membesarkan buah hati hingga kelak Anna dewasa menjadi wanita shalehah.
Tamat
Daftar Isi Cerpen Mama Muda
INDEKS LINK EVENT MENULIS CERPEN SEJUTA CINTA MAMA MUDA
Bionarasi:
Nama saya Tati Kartini
Pemegang kartu kependudukan DKI Jakarta, dengan latar belakang Sarjana Pendidikan(Spd).
Berawal dari suka membaca sejak di usia Sekolah Dasar akhirnya jatuh cinta pada dunia kepenulisan.
Malang melintang di dunia kepenulisan grup FB membuat saya mengenal banyak teman-teman literasi yang sangat memotivasi untuk melahirkan karya-karya saya.
Semoga bisa diterima dan memberikan manfaat kepada segenap pecinta sastra.
Post a Comment for " Cemburu , Sejuta Cinta Mama Muda "
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.