Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Misteri Cinta Pertamaku, Dendam Perjodohan Membawa Keindahan

Cerita Pendek Cinta Pertama Romantis Terbaru 



Cerpen Remaja Romantis- Cinta Pertama saat remaja terkadang memang indah untuk dikenang atau justru menjadi bayam-bayam kenangan pahit mengasikan. Dari pada penasaran lebih baik ungkapan saja lewat cerita pendek. 

Seperti biasa jangan lupa pantengin forum cerpen agar tidak ketinggalan cerita-cerita berikutnya. 

Langsung aja, Misteri Cinta Pertamaku,  Dendam Perjodohan Membawa Keindahan, Love Story Young Adult Romance, cekidot!


Setelah sekian lama menutup hati buat wanita penghuni bumi, akhirnya aku memutuskan untuk membuka hati pada Dewi—tunangan, anak teman Ibuku.


Melupakan cinta pertama tidaklah segampang lidah bergoyang. Bahkan, seandainya dia masih ada, barangkali aku masih belom bisa move on darinya, karena aku tipe pria yang perfeksionis. Bersamanya hidupku terasa sangat sempurna. Itulah alasannya mengapa aku sulit melupakan sosok cinta pertamaku.


Senyum penuh kelembutan, mata bulat bermanik kecoklatan, wajah teduh kebulatan, serta tahi lalat bagian dagunya menambah kemanisan di wajahnya. Your Perfect, Honey!


Alunan lagu My Light oleh Baek Ji Young mengalun dalam pendengaranku, seakan menusuk jantung hingga merobek seluruh rongga dadaku. Seluruh persendianku lemah tak berdaya. Sehingga, sulit untukku mencari udara penyegar hati.



Dua tahun, bukanlah waktu yang singkat kujalani untuk menepis semua kenangan itu. Hari-hariku, bagai telah terpenjara dalam penyesalan. Dasar bodoh! Hanya mau merasakan belaian kasih dan perhatian, tanpa mengenal masalah yang sedang dhadapinya. Dasar egois! Pria tak berguna! Seandainya saja aku datang tepat waktu, tak mungkin aku kehilanganmu. Berkali-kali aku mengutuk diriku atas kejadian dua tahun lalu. Mengapa kau nekad bunuh diri? Apakah kesalahanku begitu fatal?


Tanganku tak berhenti menjambak rambut dan mengusap kasar wajahku dengan gusar. Beberapa tetesan air mataku berjatuhan tak berbelas kasihan. Aku telah melakukan kesalahan besar.



Di tengah kerisauan hatiku, sepasang bola mata sipit beriris hitam sedang berdiri di pintu kamar dan memperhatikan setiap gerakanku. Entah sejak kapan. Aku melihat dengan jelas matanya sedang membendung cairan bening yang entah beberapa detik akan meluap.


Foto-foto masa lalu yang menemaniku sedari tadi, dengan gerakan cepat aku meraih lalu membuangnya di tempat sampah. Kali ini, aku tak ingin wanita di depanku menjadi sakit hati. Jujur, benih-benih cintaku sudah mulai tumbuh padanya. Aku tak ingin kehilangannya.


Ia menghampiriku. Pipinya terlihat basah pada lintasan butiran bening yang berhasil menerobos bendungan kokohnya. Namum, tak lupa senyuman yang selalu menghiasi wajahnya.



"Andre, jangan terus-terusan bersembunyi." Gila. Ternyata dia sempat tahu foto itu. Aku diam. "Aku tahu bagaimana rasanya kehilangan, karna aku juga pernah mengalaminya. Aku mengerti perasaanmu. Sepertinya kau sangat terluka," ucap Dewi sembari meraih tanganku. Aku sungguh tak mengerti jalan pikirannya. Mungkinkah ini sebatas rasa empati atau layaknya seorang kekasih? Oh, no.



"Jika kau membatalkannya, ini masih belum terlambat. Lakukanlah. Aku juga tak menginginkannya." Srekkk! Sebuah pukulan dahsyat kembali menjerang jiwaku. Apa-apaan ini! Di saat hati sudah mulai membaik, ribuan panah kembali mengarah padaku dan menusuk.





Seluruh tubuhku, bagai bukan milikku. Entah. Ingin memohon padanya tapi lutut tak mengizinkanku tunduk. Ingin berteriak pada dunia, lidah seakan menjadi kelu. Hatiku sakit bagai tersayat sembilu.



Kupejamkan mata dengan paksa, lalu menghempaskan napas dengan kasar. Andai saja aku dalam alam mimpi, aku ingin segera terbangun. Sungguh ini mimpi buruk.



Aku menarik tanganku dengan kasar dari tangannya.


"Baiklah. Aku akan secepatnya menemui kedua orangtuamu," jawabku pasrah. Bagaimanapun juga ini adalah perjodohan, tentu ada penolakkan. Walau sebenarnya aku tak menginginkan penolakkan itu terjadi.



Jujur, saat ini aku merasakan duniaku sudah diambang kehancuran. Kehilangan cinta pertama sudah jelas duniaku gelap. Sesak. Berharap kedatangan Dewi menjadi cahaya baru yang membawa kebahagiaan padaku. Tetapi nihil. Saat ini harapan itu telah pupus. Aku bisa gila.



Kakiku bergerak kaku. Malu pada diriku. Pada seluruh penghuni kamar ini. Ingin segera enyah dari kenyataan ini. Mengapa kebahagiaan tak sedikit pun berpihak kepadaku! Tak memperdulikan perasaanku. Aku membenci kehidupan ini.

Benci!!!



Dalam benakku hanya satu, menemui kedua orang tua Dewi tentang perjodohan ini. Tanpa menghiraukan perasaanku. Bodoh. Telah membuka hati pada wanita yang sama sekali tak menginginkanku.



Jujur, aku tak mau egois lagi. Itu sebabnya tak mau mempertahankan hubungan pertunangan ini. Ya, sudahlah.



Aku melihat dia masih berdiri mematung tepat di sebelah ranjangku. Saat melangkah keluar dari kamarku, isakkan terdengar jelas di pendengaranku. Ya, itu berasal dari kamarku. Apakah aku sudah membuat kesalahan lagi? Tidak. Justru sebaliknya. Dia pasti bahagia. Lantas, mengapa dia menangis?


Entah angin apa, langkahku berputar seratus delapan puluh derajat. Penuh tanya. Bagaimana pun juga, saat ini dia masih tunanganku. Aku tak mau mengulang kesalahan kedua kalinya, kali ini aku ingin mengetahui kesedihan orang yang kucintai. Walau hati ini masih tergores luka pada keputusan yang baru kami buat.


Aku melihatnya di sebelah ranjangku, sembari menelungkupkan wajah di atas lututnya dan terus menangis. Aku menghampirinya. Entah kudapatkan keberanian darimana, aku ambil posisi jongkok untuk mendapati wajahnya lalu menyapu air matanya yang terus meleleh.



"Dewi, apa yang membuatmu menangis? Ceritakanlah" Kuhaluskan nada suaraku selembut mungkin. "Selama ini kau cukup banyak memberiku belas kasihan dan perhatian. Jadi, jangan kau buat aku tambah sedih. Kesedihanmu adalah kesedihanku juga. Walau pertunangan kita sebentar lagi akan berakhir, tetapi aku akan berjanji akan selalu berada di pihakmu. Percayalah." Dengan suara berat, aku mengeluarkan suatu janji, yang sungguh tak kumengerti. Mungkinkah janji ini akan nyata sebagaimana yang telah kuucap? Bodoh amat! Setidaknya hatinya bisa terhibur. Itu yang kupikirkan. Walau hati masih terasa teriris.



"Bukankah kehancuran inikah yang kau inginkan?! Menghancurkan perasaanku dan keluargaku!" Aku terkesiap. Baru kali ini, aku melihat tatapan Dewi sangat tajam. What?! "Aku memang tak menginginkan perjodohan ini. Karna aku tahu, kau masih belum move on dengan masa lalumu, sedikit pun kau tak pernah mengerti perasaanku, Dre."



"Dewi, maafkan aku telah menyakiti perasaanmu. Tapi aku akan berusaha untuk menjadi lebih baik lagi. Aku janji," jawabku sembari membawanya dalam pelukanku.



"Cukup! Kau tak usah bersandiwara lagi," tolak Dewi sembari berdiri, "aku tahu, kau menerima perjodohan ini hanya untuk membalaskan dendammu atas misteri kematian Lili dari atap perusahaan ayahku, kan?"



What?! Berarti Lili bukan bunuh diri? Aku mengernyitkan dahi. Pernyataan apalagi ini? Lantas, apa kaitannya dengan kematian Lili? No. Aku tak pernah berpikir tentang itu.



"Apa yang ada dalam dirimu, Dew. Aku tak mengerti. Tak ada sedikitpun niat mengaitkanmu atas kejadian itu." Aku berdiri mencari kebenaran dibalik mata tajamnya.

"Katakan. Apa yang sebenarnya terjadi?!" Nadaku semakin meninggi, sembari mencengkeram pipinya dengan kasar. Tak kuhiraukan lagi butiran-butiran bening yang terus mengalir di pipinya. "Apakah kau terlibat pada kematian Lili?!" Setidaknya dengan mencari kebenaran, Lili akan tenang di dalam alamnya.


"Andre, apakah sebesar itu cintamu pada gadis yang sudah menduakanmu? Apakah kau tahu, dia mendekatimu hanya untuk mendapatkan hati kakakmu. Kau tahu apa yang pernah terjadi diantara mereka? Semua tentangnya aku mengetahuinya, Dre," ungkap Dewi. "Maafkan aku tak memberitahukanmu sedari awal. Aku tak mau kau terluka."



Bum! Sebuah bom nuklir meledak di dadaku, saat mendengar kata mendua ... kakakku sendiri? Omong kosong apa ini! Sungguh ini cerita gila.



"Kakakmu sering membawa pacarmu itu ke klinik ibuku untuk melakukan aborsi. Tetapi ibuku tak menyetujui permintaan kakakmu. Bahkan, sebaliknya, ibuku malah memberi resep vitamin untuk perkembangan janin yang ada dalam kandungan Lili. Aku sebagai teman kuliah Lili tahu kalo Lili pun tak ingin menggugurkan kandungannya, karna dia memang menyukai kakakmu."



"Sudah cukup! Aku tak menyangka kalo kau suka tebar fitnah, Dew! Aku benar-benar sangat kecewa padamu. Padahal, sebenarnya aku sudah mulai membuka hati padamu. Tapi, apa yang kudapat, sebuah cerita gila yang sungguh tak masuk akal."



"Aku sungguh tak berbohong, Dre. Kau tahu, tujuan apa dia mengajakmu datang ke atap tempat kakakmu bekerja dulu? Dia ingin memberitahukanmu tentang kehamilannya dan memutuskanmu. Sayangnya, kakakmu yang lebih awal datang di tempat itu dan mengancam Lili untuk tidak memutuskanmu. Karna kakakmu juga sudah punya pacar di luar sana." Dengan kata lain, kakakku menganggap Lili sebagai simpanan? Gila!



"Tapi, Lili tak mau menuruti keinginan kakakmu itu. Kau tahu apa yang terjadi? Kakakmu malah mendorong Lili dari atap gedung itu."



"Kau hebat sekali mengarang cerita tak masuk akal itu, Dewi. Sekarang kau bilang bahwa kakakku yang membunuh Lili? Ini tidak mungkin! sungguh tak lucu!" Emosiku sungguh tak bisa kukontrol lagi. Perabotan yang ada di dalam kamar kuhancurkan tak tersisa.


"Stop, Dre! Jangan kau lukai dirimu. Aku tak mengada-ngada. Aku ada buktinya."


Dewi menarik tanganku, lalu memperlihatkan beberapa video klip Lili bersama kakakku. Dan juga saat kakakku mendorong Lili dari atap gedung perusahaan milik keluarga Dewi. Tidak mungkin!




"Saat itu aku diajak Lili menemaninya kala ingin menemuimu waktu itu. Alasannya, dia ingin memperkenalkanku padamu. Tapi, kakakmu datang lebih awal dan menyuruhku untuk pulang. Dia tak tahu bahwa di sebelah pintu telah kupasang CCTV. Sehingga terlihat jelas setiap mereka datang bercumbu hingga sampai kejadian itu terjadi."


Seketika aliran darahku terhenti. Aku baru menyadari saat dulu Lili mual-mual, bukan karena masuk angin melainkan karena kehadiran janin yang dihasilkan oleh perpaduan sel berlawan jenis. Bagaimana mungkin aku mengira dia hamil, mencumbuinya saja aku tak pernah. Bodoh!



Tubuhku terkulai lemas. Tak menyangka kakak begitu sangat jahat sampai tega membunuh Lili dan bayinya.


"Mengapa takdirku seperti ini! Apakah aku memang tak pantas mendapatkan cinta dan kebahagiaan?! teriakku pada alam, "ini sangat tidak adil!"


Dewi meraih tubuhku dan membawaku ke dalam dekapannya. Aku tak tahu, apakah hati Dewi benar-benar tulus mencintaiku. Tapi, aku merasakan ada ketenangan, kehangatan, dan kenyamanan dalam pelukkannya.



"Dre, kau berhak mendapatkan cinta." Dewi mencium ujung kepalaku. "Kau tahu, jauh sebelum pertunangan kita, aku sudah ada perasaan padamu. Hanya saja kau tak pernah menyadarinya."


Bagaimana mungkin aku menyadarinya, sedang aku terus bergelut pada masa laluku. Kali ini, aku tak akan menyia-nyiakan perasaan yang ada. Preeettt.




"Dewi, maukah kau berjanji padaku?" ucapku masih dalam pelukannya.

"Apa?"


"Berjanjilah untuk tidak meninggalkanku. Apapun yang terjadi. Karna hanya kau yang mampu mengobati dan menempati hati yang kian hancur lara ini."


"Selama bumi masih mengelilingi surya, aku berjanji untuk selalu di sisimu. Percayalah," jawab Dewi sembari melepaskan pelukannya.


Aku dan Dewi terpaut dalam tatapan yang penuh hasrat. Malam ini, aku ingin memiliki Dewi seutuhnya menjadi yang terakhir hadir dalam hidupku. Entah karena situasi hujan di luar sana yang sangat deras, lampu seketika padam. Entah angin apa yang merasukiku, degup jantungku semakin kuat menyiksa. Apa yang harus aku lakukan?



Nias, 18 April 2021



Author, Nidar 

1 comment for "Misteri Cinta Pertamaku, Dendam Perjodohan Membawa Keindahan "