Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Jeritan Istri : Aku Kesepian Lebih Baik Cerai Saja?

Cerita Tentang Jeritan Hati Perempuan

 



Kolom Cerita - Hadir tidak dihargai, pergi tidak dicari, kenyang banget menelan sabar. Ya sudahlah bubar. 
Suami jarang di rumah karena kerja jauh apakah bisa menjadi penyebab istri minta cerai atau selingkuh? Yuk kepoin ceritanya. 


Sudah lama  ingin menceritakan kisah seorang teman yang menceraikan suaminya beberapa tahun lalu. Bubarnya pernikahan adalah akibat wajar dari hubungan mereka, kendati alasan perceraiannya tidak sepenuhnya biasa, jadi saya memutuskan untuk membagikannya disini untuk mengetahui pendapat secara umum dan diambil pelajaran. 


Mereka sudah menikah, ia tinggal bersama suaminya selama lima tahun. Tidak ada pertengkaran, juga tidak terdengar ia mengeluh pada orang lain, kehidupan rumah tangannya nampak baik-baik saja. Terlihat rukun, harmoni dan kemudian dia tiba-tiba mengumumkan bahwa  telah bercerai. 

Banyak orang terkejut dan kaget, menarik untuk dianalisa sebagai bahan pembelajaran, teruntuk bagi yang akan dan sudah berumah tangga. 


Suaminya adalah pria biasa. Tidak ganteng, tapi tidak jelek, tidak terlalu gemuk, tapi tidak terlalu kurus. Bukan berarti ini sangat membosankan, tapi juga tidak terlalu ceria. Penampilan normal dan rata-rata dari jenis pria lebih kuat yang dapat memaku rak di rumah dan jika perlu, mencuci lantai dan memasak sup. Secara umum, suami yang biasa-biasa saja dan sangat baik.

Istrinya menikah pada usia dua puluh tahun. Apakah pernikahan karena kecelakaan karena hamil duluan? TIDAK. Mereka saling kenal, kemudian pacaran dan merasa menemukan pasangan yang pas akhirnya menikah. Menikah muda juga sering dianggap untuk menghindari perzinahan. 

Pasangan muda begitu hangat dan mengebu-gebu tentu tidak berselang lama istrinya hamil. Sesekali ada pertengkaran kecil, berdebat seperti pada umumnya namun akhirnya baikan. 

Secara umum tampaknya mereka memiliki kehidupan yang sangat bahagia. Namun ada satu “tetapi” yang menjadi batu sandungan dalam keluarga kecil mereka. 

Demikian adalah pekerjaan suaminya. Bekerja di proyek yang sering keluar kota atau jarang di rumah. Setiap dua minggu suaminya masih kirim uang untuk istrinya, memberikan nafkah lahir untuk kebutuhan anaknya dan rumah. 

Pada umumnya setiap tiga atau empat bulan suaminya pulang ke rumah. Perlahan kehidupan ekonomi mereka membaik, ada progres untuk lebih baik lagi. 

Awalnya istrinya baik-baik saja sering LDR, akan tetapi setelah anaknya semakin besar hingga, ia terbiasa hidup berdua dengan anaknya. Meski secara ekonomi bisa dibilang cukup, istrinya merasa kesepian, akhirnya hidup terbiasa tanpa suaminya. Akibatnya, suatu saat ia tidak tahan dan bercerai. 


Dia memahami dengan jelas bahwa karena suaminya adalah sosok nominal dalam hidupnya dan dia tidak akan mencari pekerjaan di kampung halamannya.

Baginya mengapa kehilangan masa muda jika masih bisa mencoba membangun keluarga baru? Yaitu mencari suami yang selalu ada setiap hari seumur hidupnya.  Hubungan seperti itu sangat sulit secara psikologis bagi mereka. Sulit bagi keduanya.

Apalagi bagi seorang wanita yang menikah untuk bersama suaminya dan tidak ingin hanya tinggal sendirian bersama anak kecil.


Seseorang mungkin berpendapat bahwa suaminya bekerja keras untuk menafkahi keluarga, kalau ingin punya suami yang selalu ada dirumah ya cari saja pengangguran. Terlebih bagi kehormatan lelaki itu bekerja. 

Tentu saja semua orang ingin bekerja yang dekat, hanya saja kenyataan tidak sesuai ekspektasi. Terlebih mencari pekerjaan di kampung cukup susah, jikapun ada gajinya kecil. Menyalahkan suaminya jarang dirumah tentu tidak bisa begitu saja. 

Bagaimanapun juga istrinya masih sangat muda, anak baru satu, kebutuhan biologis tinggi. Sebagai istri inginnya selalu dimengerti, ingin selalu terpenuhi kebutuhan lahir dan batin. Mungkin bisa dimaklumi, dari pada mendatangkan pria luar, lebih baik bercerai dan menikah lagi dengan yang satu frekuensi. 


Istrinya sering berpikir, kenapa suaminya tidak betah di rumah. Alasan pekerjaan itu mengada-ada, kalau mau cari banyak kerjaan. Uang bisa dicari sama-sama, apalagi suaminya orang proyek, bisa saja ada wanita lain di tempat kerjanya yang selalu pindah-pindah. Apapun itu selama lima tahun suaminya juga selalu pulang ke istrinya. 

 Jika sudah demikian kasus perceraian mereka siapa yang salah? 


Tapi menurut saya keduanya patut disalahkan. Karena di usia dua puluh tahun mereka masih menjadi individu yang belum dewasa dan masih terlalu dini bagi mereka untuk menikah. Sedangkan  satunya tidak siap berubah demi anak dan istrinya  dan lain menjadi korban fantasi kekanak-kanakannya. Beginilah hasil pernikahan lain, bukan sebuah keluarga.


Akan tetapi pembahasan ini bukan untuk mencari siapa yang benar dan salah, karena kita tidak bisa menebak-nebak kehidupan rumah tangga orang lain. Apa artinya benar dan salah jika akhirnya rumah tangga kandas? 


Kendati demikian sebagai analisa kita bisa menyimpulkan pentingnya kedewasaan berpikir untuk menyikapi semua masalah rumah tangga. Menikah juga bukan sesuatu yang harus mengejar target saat ditanya kapan menikah? 

Menikah adalah perjalanan seumur hidup dengan pasangan, karena itu harus siap mental lahir dan batin. Bukan karena sekedar "kebelet kawin" buru-buru nikah akhirnya bercerai karena hal sepele yang seharusnya bisa dihindari jika ada komunikasi yang baik dan saling pengertian. 

Setiap masalah pasti ada solusinya bila dicari, akan tetapi ketika mentalnya kekanak-kanakan, nafsu dan ego saja yang dibesarkan tapi mindsednya sempit ujungnya pernikahan seperti dalam neraka.  Menjalani pernikahan artinya harus mau selalu merasa belajar seumur hidup. 

Apa Sih Tujuanmu Menikah? 




Selain itu ada pondasi utama yang harus dipahami, apa sih tujuannya menikah? Setiap orang punya jawaban berbeda. Ini bukan masalah benar dan salah, akan tetapi bisa dipelajari. 


Apakah menikah hanya ingin bergaul rapat tersalurkan, teman bicara, memperbaiki ekonomi atau apa? Dari sekian banyak jawaban, jika mindsetnya masih masih matrealistik dunya maka tidak ada habisnya. 

Tujuan menikah karena pengabdian pada Tuhan Yang Maha Esa, membangun sebuah peradaban untuk kehidupan yang lebih baik dan heaven. 

Jika bisa menyadari bahwa menikah sebagai ibadah maka akan lebih mudah menjalankan komitmen bersama, lebih kuat menghadapi segala badai rumah tangga. 

Sayangnya menikah sebagai ibadah sering digunakan sebagai slogan saja untuk tujuan menyalurkan hasrat biologis dan menyembah hawa nafsunya sendiri. 

Tentu saja salah satu tujuan menikah ya bisa HS mendapatkan pahala. Tidak salah hanya kurang tepat jika tidak mau memahami segalanya. Hidup bukan di atas kasur saja, kehidupan sangat kompleks dan sering paradoks.

Kesiapan mental lahir dan batin penting untuk menjalani pernikahan. Bagaimana menurut sahabat bbb punya pendapat lain? Yuk diskusikan disini. 

Belajar bersama bisa dan terimakasih. 


Post a Comment for "Jeritan Istri : Aku Kesepian Lebih Baik Cerai Saja? "