Family Anya, The Last Forbidden Love 3
Trailer Novel Forbidden Love 3
Layu Sebelum Berkembang
Hari itu adalah hari jumat senja, dua puluh tahun yang lalu. Seperti biasa aku hangout bersama dia untuk merayakan ulang tahun salah satu teman. Aku dan beberapa teman menginap di rumah Anan, pria yang merupakan bos di tempatku bekerja. Sebagai gadis kampung pergi ke jakarta untuk merubah ekomomi keluarga, awalnya nasibku cukup beruntung dalam pekerjaan.
Kebetulan keluarga Anan sedang berlibur ke Singapura untuk memeriksakan kesehatan jantung papanya. Entah mengapa orang-orang kaya negeri ini lebih suka menghabiskan uangnya di negeri seberang dibanding di tanah air.
Aku mengatakan pagi itu pada Anan.
"Aku sudah melakukan tesnya, Bang. Bang Anan, aku hamil."
Anan langsung terdiam, kemudian duduk lesu di ruangan sudut kulkas.
"Tidak mungkin! Itu bukan anakku!"
Siapa sangka? Pria yang dulu kata-katanya seramah kelinci hingga membuatku terbuai dalam peluk cintanya. Bisa berkata seperti itu. Tidak mengakui apa yang di perbuat.
Anan menundukan kepala. Aku bingung tidak tahu apa yang harus dilakukan? Umurku dua puluh lima tahun, masih sangat muda, belum menikah, sedang berkarirer dan pagi ini aku mengetahui kenyataan bahwa aku hamil.
Mencoba sekuat mungkin, aku tidak ingin menangis saat tes itu menunjukan bahwa hasilnya positife. Perlahan bayangan Ibu dan Bapak di kampung mulai merambat memenuhi minda.
Apa yang harus aku katakan pada orang tuaku? Sebagai putri anak pertama, aku juga merupakan kebanggaan keluarga. Meski berasal dari kampung, keluargaku termasuk terpandang.
Bapak merupakan mantan kepala desa yang sangat di hormati warga. Apa mungkin aku melempar wadi di muka beliau? Sama saja aku membunuhnya perlahan. Aku pikir, Anan mungkin akan bertanggung jawab, karena ia ayah dari bayinya.
Sunguh kenyataan pahit, sakit, perih tidak terkendali. Aku menghampirinya, berlutut membelai rambutnya. Anan masih memejamkan mata.
"Ini anakmu, Bang!" Anan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bang Anan, kita akan menikah 'kan? Kita akan membesarkan anak ini 'kan? Jawab."
Bagaimana mungkin aku bisa sabar menunggu jawaban Anan? Apapun yang terjadi, ia harus betanggung jawab.
Anan membuka matanya dan mata itu memerah menyala-nyala membakar penuh amarah. Terdengar Bila Waktu Telah Berakhir-Opick seperti lagu pengantar kematianku. Seketika aku menjerit dan tersungkur di atas lantai geranit.
Pria bedebah itu mencabut pisau di perutku dan lebih sangat sakitnya adalah tatapan mata Anan yang tajam. Picik, Anan memeluk diriku kemudian meminta tolong.
Seperti ada yang mengomando, satu persatu penghuni dari rumah itu berdatangan, menghampiri dan menyaksikan aku bermandikan darah dalam pelukan Anan.
Perlahan bayangan itu mulai mengabur, aku berharap tidak akan bangun lagi untuk selamanya. Hingga akhirnya aku tidak ingat apa-apa.
Kebetulan keluarga Anan sedang berlibur ke Singapura untuk memeriksakan kesehatan jantung papanya. Entah mengapa orang-orang kaya negeri ini lebih suka menghabiskan uangnya di negeri seberang dibanding di tanah air.
Aku mengatakan pagi itu pada Anan.
"Aku sudah melakukan tesnya, Bang. Bang Anan, aku hamil."
Anan langsung terdiam, kemudian duduk lesu di ruangan sudut kulkas.
"Tidak mungkin! Itu bukan anakku!"
Siapa sangka? Pria yang dulu kata-katanya seramah kelinci hingga membuatku terbuai dalam peluk cintanya. Bisa berkata seperti itu. Tidak mengakui apa yang di perbuat.
Anan menundukan kepala. Aku bingung tidak tahu apa yang harus dilakukan? Umurku dua puluh lima tahun, masih sangat muda, belum menikah, sedang berkarirer dan pagi ini aku mengetahui kenyataan bahwa aku hamil.
Mencoba sekuat mungkin, aku tidak ingin menangis saat tes itu menunjukan bahwa hasilnya positife. Perlahan bayangan Ibu dan Bapak di kampung mulai merambat memenuhi minda.
Apa yang harus aku katakan pada orang tuaku? Sebagai putri anak pertama, aku juga merupakan kebanggaan keluarga. Meski berasal dari kampung, keluargaku termasuk terpandang.
Bapak merupakan mantan kepala desa yang sangat di hormati warga. Apa mungkin aku melempar wadi di muka beliau? Sama saja aku membunuhnya perlahan. Aku pikir, Anan mungkin akan bertanggung jawab, karena ia ayah dari bayinya.
Sunguh kenyataan pahit, sakit, perih tidak terkendali. Aku menghampirinya, berlutut membelai rambutnya. Anan masih memejamkan mata.
"Ini anakmu, Bang!" Anan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bang Anan, kita akan menikah 'kan? Kita akan membesarkan anak ini 'kan? Jawab."
Bagaimana mungkin aku bisa sabar menunggu jawaban Anan? Apapun yang terjadi, ia harus betanggung jawab.
Anan membuka matanya dan mata itu memerah menyala-nyala membakar penuh amarah. Terdengar Bila Waktu Telah Berakhir-Opick seperti lagu pengantar kematianku. Seketika aku menjerit dan tersungkur di atas lantai geranit.
Pria bedebah itu mencabut pisau di perutku dan lebih sangat sakitnya adalah tatapan mata Anan yang tajam. Picik, Anan memeluk diriku kemudian meminta tolong.
Seperti ada yang mengomando, satu persatu penghuni dari rumah itu berdatangan, menghampiri dan menyaksikan aku bermandikan darah dalam pelukan Anan.
Perlahan bayangan itu mulai mengabur, aku berharap tidak akan bangun lagi untuk selamanya. Hingga akhirnya aku tidak ingat apa-apa.
Segala Kenangan Jahat Masa Lalu
Anan adalah anak kedua dari keluarga terpandang dan mendapat kepercayaan menjadi seorang head manager di salah satu perusahaan milik papanya. Keluarga kaya itu memiliki beberapa bisnis raksasa di berbagai kota di indonesia.
Tentu saja keluarga mereka menginginkan Anan menikah dengan wanita pilihan mamanya yang satu level. Berbeda dengan diriku yang hanya kariawan biasa diperusahaan itu.
Semua itu berawal karena prestasi
Sebagai anak gadis rantau, tentu saja aku bekerja sebaik mungkin agar meliki karier yang cermerlang. Dari prestasi itulah yang membawaku dekat kepada Anan. Bisa dibilang aku menjadi orang kepercayaanya.
"Belum pulang, Sya?" tanya Anan pada suatu senja.
"Sebentar lagi, Pak," balasku ramah melempar senyum.
"Pulang sudah, besok masih ada waktu. Kerjaan gak akan ada habisnya."
"Iya, Pak."
"Ada yang jemput apa pulang sendiri?"
"Naik taxi, Pak" balasku sedikit menatapnya.
"Ya udah pulang ama gua aja!"
"Gak usah, Pak. Terimakasih. Saya gak mau merepotkan Bapak."
Sebenarnya agak lucu memangginya dengan sebutan bapak. Anan masih muda, tiga tahun lebih tua dariku. Berkulit bersih dan guantenge pol polan. Tidak heran jika di kantor banyak berebut perhatianya.
Mahkluk betina mana yang tidak menggigil saat di sapanya? Mata, alis, hidung dan semuanya memang idaman kaum hawa.
"Jangan menolak ini perintah!" katanya sedikit menggoda.
Kubalas dengan anggukan kecil malu-malu tapi mau. Secara gitu loh! Aku ini cewek normal. Mungkin Anan terlalu sempurna untukku.
Semenjak hari itu, kita semakin akrap, semakin dekat hinga akhirnya benih-benih cinta itu tumbuh sumbur dalam dada dan tidak terkendali.
*Cuplikan salah satu part Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa?
Siapa sangka Kanya ternyata adalah putri dari keluarga berpunya. Akankah mereka bisa bertemu? Atau justru nasib Kanya akan berakhir seperti mamanya? Tungu saja part selanjutnya.
Kanya memang bukanlah anak orang yang kaya raya seperti Raditya. Bahkan ia bisa sekolahpun karena beasiswa akan tetapi selama ini hanya Raditlah yang selalu membantunya bahkan di luar kelas. Dari kecil ia sudah yatim piyatu tanpa tau siapa orang tuanya.
Panti asuhan tempat tinggalnya itu dulu donatur utamanya adalah keluarga Surya yang kemudian diteruskan oleh ibunya Raditya sampai saat ini.
Menurut cerita ibu panti dan kakak-kakak panti yang lebih dewasa dari pada Kanya pernah bercerita kalau Papanya Raditya dulu suka menghabiskan waktu di panti dan sangat menyayangi anak-anak disana.
Raditya dulu sering diajak mamanya kepanti itulah awal mereka kenal dan akrap hingga mereka masuk SMA. Bisa dikatakan Kanya bisa sekolah berkat Mamanya Raditya.
Terima kasih. Jangan lupa ikuti dan kalau perlu bagikan ya.
Daftar Isi Novel
Selengkapnya Indeks Link: The Last Forbidden Love
Selamat membaca dan jangan lupa bahagia
Terimakasih sudab berbagi
ReplyDeleteSama-sama, makasih sudah mampir di mari
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteKok sedikit sekali ceritanya.
ReplyDeleteKok sedikit sekali ceritanya.
ReplyDeleteYa sabar, besok lagi. Biar datang ke sini he he.. Ini nulis sambil perbaiki blog. Enntar kalau blognya udah oke. Mulai nulis panjang. He he he
Delete