Sejuta Kenangan Tentang Papa, The Last Forbidden Love 1
The Last Forbidden Love 1, Novel Antologi
Sebagai anak korban kapal pecah, lelaki bermata elang itu sangat membenci papa kandungnya sendiri. Urya berjalan perlahan menuju kolam renang di lantai atas rumah yang berdinding dengan cat berwarna putih lembayung.
Bibirnya kesemutan, ingatan tentang kolam renang membawanya kembali pada masa masih seorang anak remaja berusia lima belas tahun. Di usia penuh emosi itu ia bertengkar berat dengan papanya, pada lelaki yang pernah menampar bibir Urya hingga berdarah-darah.
Bahkan rasa sakit seolah masih terasa jelas bekas tamparan papanya di bibir Urya, ia kini juga seorang papa. Dinding bisu menjadi saksi seoarang anak yang demi melindungi mamanya rela menahan gamparan berkali-kali.
“Jangankan mendatangi pemakamanmu! Bahkan aku mendengar Mama mendoakanmu saat mati nanti akan aku tampar. Sebagai anak, aku tidak pernah melarang Papa menikah lagi. Tapi memukuli istri dan menelantarkan anak itu bukan manusia.”
Bercucuran air mata Urya menyimbahi pipi, sedih nyesek. Kenangan jahat masa lalu itu kembali menghampiri. Kini, bahkan Raditya putra satu-satunya selama dua puluh tahun tidak mau mengakui ia sebagi seorang papa.
Benarkah itu hukum karma? Ataukah memang semesta sedang bercanda. Setidaknya Urya masih bersyukur memiliki Dita, Lea dan Anni, putri-putri cantik pelipur lara.
“Bang.”
Entah semenjak kapan Angela sudah ada disampingnya.
Urya berbalik, “Bikin jantungku mau copot saja.” Suaranya gemetar.
Tubuh pria itu mulai menggigil tidak terkendali. Tatapan amarah papanya mulai meranggas. Nanti siang papanya di kebumikan.
“Menangislah sepuas Abang.”
Angela memeluknya. Wanita berdarah Minahasa itu tau kepedihan sang Suami. Ia sendiri pernah mengalami perihal seperti itu jauh sebelum menjadi istri Urya.
“Bagaimana aku bisa memaafkan diriku sendiri? Seumur hidup aku bahkan tidak mengakuinya.”
Tubuh pria berhidung mancung itu mulai merasa dingin—amat terkokol-kokol. Sekuat tenaga memaksakan kedua maniknya untuk menatap Angela. Berharap menemukan sedikit ketenangan di sana.
“Ya aku tahu, Bang! Paling tidak Abang masih sempat meminta maaf sebelum Papa meninggal. Bahkan Abang sudah menghabiskan waktu bersamanya satu bulan terakhir ini.”
Pria itu tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Siapa sangka sosok papa yang paling di benci justru ia selalu ada saat terjatuh. Satu persatu kenangan masa kecil mulai merangkai koneksi membentuk visual yang teramat jelas dalam minda.
Paling tidak kini Urya bisa merasakan kehangatan kasih sayang papanya melalui warisan berharga berupa panti asuhan. Selama hidup papanya bekerja hanya demi membantu orang lain.
Ia tau benar, bagaimana terlahir miskin. Bagaimana terlahir yatim piatu semenjak kecil? Sakit, diacuhakan dan tidak dianggap oleh lingkungan.
Adakah manuisa yang sempurna di dunia ini? Jawab. Semua dari kita pasti punya kesalahan. Sedangkan sebaik-baik orang bersalah adalah mencoba memperbaikinya.
Dia bernama Surya, selalu bersinar walaupun terkadang sengatan sinarnya membakar kulit. Pria berkulit sawo langsat, terlahir dan didik oleh kerasnya kehidupan.
Dari kecil Surya adalah seorang pemuda baik-baik yang rajin bekerja, ulet dan pantang menyerah. Suatu hari akhirya bertemu Tyas, gadis berada dengan bibit, bebet dan bobot yang jelas.
Sosok Tyas yang ideal, wajah berseri, sikap enegik dan penuh peracaya diri. Bahkan tidak hanya di situ, ia sangat cerdas. Tidak heran, masih muda sudah mendapat kepercayaan keluarga besar Seruyansyah untuk memimpin perusahaan.
Melihat prestasi Surya dalam bekerja, perlahan hubungan antara bos dan kariawan itu semakin mesra. Hari demi hari berlalu, hinga berakhir menuju pelaminan. Kehidupan rumah tangga yang romantis dan sering membuat banyak orang baper. Penuh dengan kebahagiaan.
“Aku hamil, Mas.” Tyas mencebik manja.
“Benar itu, Sayang?” Sorot mata Surya tersirat jelas penuh kebahagiaan.
Hari itu, mereka terbang laksana mimpi, melewati lembah-lembah yang berkelok di mana bunga-bunga membungkukkan kelopak mereka tanda penghormatan dan rerumputan yang merunduk terbuai oleh cinta.
Lahirlah seorang malaikat kecil yang membawa kebagian secara penuh dari cinta mereka dan anak itu bernama Putra Suruyansyah. Karena terlalu panjang namanya, ia dipanggil Urya. Dari kata Seruyansyah.
Kehadiran Urya ke dunia, membuat pernikahan mereka semakin sempurna. Putranya itu berlimpah kasih sayang, bukan hanya dari Tyas dan Surya tapi juga dari keluarga besar Seruyansyah.
Apalagi Urya adalah cucu pertama di keluarga itu. Sudah pasti dimanja oleh Eyang Kakungnya yang dulu juga seorang pejuang kemerdekaan tanpa tanda jasa.
Seperti bom waktu yang akhirnya meledak saat Urya memasuki kelas dua SMP. Ada sebuah aib yang tidak mungkin diceritakan.
Pernikahan yang terlihat adem-ayem dan sering membuat banyak orang dibuatnya meleleh itu justu berakhir kandas di tengah jalan. Mereka resmi bercerai saat Urya lepas dari SMA.
Banyak orang-orang membangun pernikahan atas nama cinta. Sedang kenyataan banyak pula perceraian juga karena cinta. Sepertinya semesta memang suka bercanda?
Manusia membangun sebuah penjara yang sempit dan menyakitkan. Di dalamnya ia mengasingkan kasih-sayang dan hasrat-hasratnya. Bahkan manusia tidak akan memproleh cinta, kecuali setelah mengalami kesedihan, kesabaran pahit dan rintangan yang membuat putus asa.
Bagaimana mungkin Urya bisa membenci Surya? Hanya kebodohannya yang mendendam pada papa kandungnya sendiri. Bagaimana pun juga, dalam darah Urya ada darah Surya di sana.
Ya seperti sinar sang surya menyinari dunia. Sepanjang masa pula sinar surya dalam hati Urya. Walaupun dengan kenyataan, selalu ada ruang gelap yang tidak bisa disentuh oleh cahaya Surya.
Seperti bunga di taman saat merekah, semua mata takjub memandangnya. Sementara saat gugur siapa yang peduli? Hanya ketulusan yang yakin akan dikenang juga.
“Maafkan aku, Pa. Belum bisa menjadi anak berbakti pada orang tua. Maafkan aku pernah mendendammu. Maafkan aku ….”
Urya tergugu menangisi papanya yang sedang terbaring lemas tidak berdaya di rumah sakit. Hatinya hancur berkeping-keping, berserakan melihat orang yang dulu paling dikagumi sekaligus dibenci kini di antara hidup dan mati.
“Papa sudah memaafkanmu jauh sebelum kamu meminta maaf. Bagaimana seorang Papa bisa membenci putra kesayangannya sendiri? Kamulah alasan Papa bertahan melawan penyakit ini.” Sebening tirta melompat membasahi pipi Surya di saat-saat terakhir.
Tangis mereka semakin pecah, Urya menciumi tangan papanya dengan takzim. Berdoa dan berharap masih diberikan waktu lebih lama untuk bersama. Sayangnya semesta berkata lain.
Surya menghembuskan nafas terakhir dan meninggakan sejuta kenangan. Perlahan seolah terdengar Saat Terakhir- ST12 menjadi lagu pengantar kepergian Surya menuju surga. Kini semua tinggal kenangan.
Butiran-butiran bening dingin mulai jatuh dari langit membasahi tubuh bersama derasnya hujan.
“Ikhlaskan Papa, Mas.” Eva istri pertamanya itu berusaha mencoba membujuk pulang sang suami. Begitu juga dengan Alena dan Angela.
Dita putri Alena, Lea putri Gina dan Anni putri Angela dari Urya hadir semua di situ. Urya memang kehilangan papanya namun di saat yang sama ia juga seorang papa untuk putra-putrinya.
“Ayo pulang, Pa.” Rengek Anni putri kesayanganya itu. Lagi-lagi Urya tak bergeming sama sekali.
Urya adalah hak untuk istri-istrinya, hak untuk anak-anaknya, hak para anak yatim-piatu warisan berharga dari papanya, hak untuk sahabat atau siswa-siswa literasi yang dibimbingnya dan hak untuk semeseta.
Ia mungkin dianggap banyak orang, seorang ayah atau pria yang gelap karena memiliki banyak istri dan anak.
Sungguhpun demikian, sebuah biji hanya akan tumbuh jika ada kegelapan. Bahkan sebagian jamur hanya bisa bertahan hidup dalam kegelapan tanpa cahaya.
Urya tidak kuasa menahan perih. Ribuan belati mengunus jiwanya tanpa perasaan. Kedua kaki Urya tidak lagi mampu menahan berat badannya yang kemudian hampir saja jatuh ke bumi sebelum akhirnya Raditya menangkap tubuh pria itu.
“Aku dulu pernah kehilangan Papa. Kini tidak akan kubiarkan itu terjadi lagi. Karena sebentar lagi aku juga akan menjadi seorang Papa.”
Raditya membopong papanya yang sudah tidak sadarkan diri menuju mobil. Sebenci apapun anak pada seorang papa kandung, saat ia menjadi papa maka papanya adalah inspirasi bagi sang anak. Begitulah saat semesta sedang bercanda?
The End. (1485 kata)
Bio ; Cinta yang tumbuh dari orang-orang membenci.
Tuhan tidak melihat ijazah anak manusia. Sedang dinilai adalah bekas luka yang disembuhkan. Karena itu dijadikan percobaan dirahasiakan. Dari bekas luka itu yang disembuhkan itulah akan mampu meraih apa yang diimpikan.
Novel Online- Taukah kamu apa yang paling menyiksa sebagai seorang anak laki-laki? Adalah kenyataan tak lagi mampu menyebut nama papanya berulang-kali. Jangankan memangil, “Papa”? Apalagi mendoakan yang terbaik pada Sang Maha Pencipta. Mendengar nama itu, darah Urya berdesir lebih kencang seperti genderang perang.
Sebagai anak korban kapal pecah, lelaki bermata elang itu sangat membenci papa kandungnya sendiri. Urya berjalan perlahan menuju kolam renang di lantai atas rumah yang berdinding dengan cat berwarna putih lembayung.
Bibirnya kesemutan, ingatan tentang kolam renang membawanya kembali pada masa masih seorang anak remaja berusia lima belas tahun. Di usia penuh emosi itu ia bertengkar berat dengan papanya, pada lelaki yang pernah menampar bibir Urya hingga berdarah-darah.
Bahkan rasa sakit seolah masih terasa jelas bekas tamparan papanya di bibir Urya, ia kini juga seorang papa. Dinding bisu menjadi saksi seoarang anak yang demi melindungi mamanya rela menahan gamparan berkali-kali.
“Jangankan mendatangi pemakamanmu! Bahkan aku mendengar Mama mendoakanmu saat mati nanti akan aku tampar. Sebagai anak, aku tidak pernah melarang Papa menikah lagi. Tapi memukuli istri dan menelantarkan anak itu bukan manusia.”
Bercucuran air mata Urya menyimbahi pipi, sedih nyesek. Kenangan jahat masa lalu itu kembali menghampiri. Kini, bahkan Raditya putra satu-satunya selama dua puluh tahun tidak mau mengakui ia sebagi seorang papa.
Benarkah itu hukum karma? Ataukah memang semesta sedang bercanda. Setidaknya Urya masih bersyukur memiliki Dita, Lea dan Anni, putri-putri cantik pelipur lara.
“Bang.”
Entah semenjak kapan Angela sudah ada disampingnya.
Urya berbalik, “Bikin jantungku mau copot saja.” Suaranya gemetar.
Tubuh pria itu mulai menggigil tidak terkendali. Tatapan amarah papanya mulai meranggas. Nanti siang papanya di kebumikan.
“Menangislah sepuas Abang.”
Angela memeluknya. Wanita berdarah Minahasa itu tau kepedihan sang Suami. Ia sendiri pernah mengalami perihal seperti itu jauh sebelum menjadi istri Urya.
“Bagaimana aku bisa memaafkan diriku sendiri? Seumur hidup aku bahkan tidak mengakuinya.”
Tubuh pria berhidung mancung itu mulai merasa dingin—amat terkokol-kokol. Sekuat tenaga memaksakan kedua maniknya untuk menatap Angela. Berharap menemukan sedikit ketenangan di sana.
“Ya aku tahu, Bang! Paling tidak Abang masih sempat meminta maaf sebelum Papa meninggal. Bahkan Abang sudah menghabiskan waktu bersamanya satu bulan terakhir ini.”
Angela berhenti sesaat menghela nafas, menatap jauh di atas langit biru. Suara tangis Urya semakin menjadi.
“Tetap saja ….”
“Tetap saja ….”
Pria itu tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Siapa sangka sosok papa yang paling di benci justru ia selalu ada saat terjatuh. Satu persatu kenangan masa kecil mulai merangkai koneksi membentuk visual yang teramat jelas dalam minda.
Papanya dulu yang selalu menggendong Urya kecil. Papanya juga yang selalu ditunggu pulang membawakan mainan saat ke luar kota. Papanya yang mendidik Urya menjadi lelaki tangguh tahan banting seperti saat ini.
Mungkin benar papanya pernah berbuat salah, akan tetapi kasih sayang yang dicurahkan pada Urya itu tulus sepenuh jiwa. Ia juga menjadi sosok inspirasi bagi Urya bahwa kemampuan itu diraih bukan pemberian.
Sebagai seorang pemuda biasa menikahi wanita berada, Papanya Urya sering kali direndahkan. Berapapun pengorbanan yang dicurahkan untuk membesarkan perusahaan keluarga selalu tidak dianggap.
Itukah resiko menikahi wanita kaya? Sebagai lelaki harga dirinya diinjak-injak. Hidupnya selalu diatur dan diukur oleh uang. Mungkin benar jika uang itu adalah setan? Jangankan manusia iblis 'pun seolah bisa dibeli dengan uang.
Mungkin benar papanya pernah berbuat salah, akan tetapi kasih sayang yang dicurahkan pada Urya itu tulus sepenuh jiwa. Ia juga menjadi sosok inspirasi bagi Urya bahwa kemampuan itu diraih bukan pemberian.
Sebagai seorang pemuda biasa menikahi wanita berada, Papanya Urya sering kali direndahkan. Berapapun pengorbanan yang dicurahkan untuk membesarkan perusahaan keluarga selalu tidak dianggap.
Itukah resiko menikahi wanita kaya? Sebagai lelaki harga dirinya diinjak-injak. Hidupnya selalu diatur dan diukur oleh uang. Mungkin benar jika uang itu adalah setan? Jangankan manusia iblis 'pun seolah bisa dibeli dengan uang.
Paling tidak kini Urya bisa merasakan kehangatan kasih sayang papanya melalui warisan berharga berupa panti asuhan. Selama hidup papanya bekerja hanya demi membantu orang lain.
Ia tau benar, bagaimana terlahir miskin. Bagaimana terlahir yatim piatu semenjak kecil? Sakit, diacuhakan dan tidak dianggap oleh lingkungan.
Adakah manuisa yang sempurna di dunia ini? Jawab. Semua dari kita pasti punya kesalahan. Sedangkan sebaik-baik orang bersalah adalah mencoba memperbaikinya.
Papa dan Segala Kenangannya
Dia bernama Surya, selalu bersinar walaupun terkadang sengatan sinarnya membakar kulit. Pria berkulit sawo langsat, terlahir dan didik oleh kerasnya kehidupan.
Dari kecil Surya adalah seorang pemuda baik-baik yang rajin bekerja, ulet dan pantang menyerah. Suatu hari akhirya bertemu Tyas, gadis berada dengan bibit, bebet dan bobot yang jelas.
Sosok Tyas yang ideal, wajah berseri, sikap enegik dan penuh peracaya diri. Bahkan tidak hanya di situ, ia sangat cerdas. Tidak heran, masih muda sudah mendapat kepercayaan keluarga besar Seruyansyah untuk memimpin perusahaan.
Melihat prestasi Surya dalam bekerja, perlahan hubungan antara bos dan kariawan itu semakin mesra. Hari demi hari berlalu, hinga berakhir menuju pelaminan. Kehidupan rumah tangga yang romantis dan sering membuat banyak orang baper. Penuh dengan kebahagiaan.
“Aku hamil, Mas.” Tyas mencebik manja.
“Benar itu, Sayang?” Sorot mata Surya tersirat jelas penuh kebahagiaan.
Hari itu, mereka terbang laksana mimpi, melewati lembah-lembah yang berkelok di mana bunga-bunga membungkukkan kelopak mereka tanda penghormatan dan rerumputan yang merunduk terbuai oleh cinta.
Lahirlah seorang malaikat kecil yang membawa kebagian secara penuh dari cinta mereka dan anak itu bernama Putra Suruyansyah. Karena terlalu panjang namanya, ia dipanggil Urya. Dari kata Seruyansyah.
Kehadiran Urya ke dunia, membuat pernikahan mereka semakin sempurna. Putranya itu berlimpah kasih sayang, bukan hanya dari Tyas dan Surya tapi juga dari keluarga besar Seruyansyah.
Apalagi Urya adalah cucu pertama di keluarga itu. Sudah pasti dimanja oleh Eyang Kakungnya yang dulu juga seorang pejuang kemerdekaan tanpa tanda jasa.
Sedikit cucu kesayangan mereka dimarahin Tyas karena nakal tidak ketulungan, Eyang Putri itu langsung 'mencuci' habis anak perempuannya.
“Dari kecil Mama tidak pernah mencubitmu, Tyas. Kalau sampai terjadi apa-apa pada cucuku, siapa yang sakit?” Bentak Eyang Putri dengan suara meninggi.
“Iya, Ma. Aku nyubitnya gak beneran.” Seperti biasa Tyas berkilah.
“Suatu hari saat kamu punya cucu, kamu akan tau bagaimana rasanya menjadi seorang Nenek.”
Roda kehidupan memang berputar, kadang di atas, kadang pula di bawah. Siapa sangka, pernikahan yang baik-baik saja ternyata menyimpan luka mendalam.
“Dari kecil Mama tidak pernah mencubitmu, Tyas. Kalau sampai terjadi apa-apa pada cucuku, siapa yang sakit?” Bentak Eyang Putri dengan suara meninggi.
“Iya, Ma. Aku nyubitnya gak beneran.” Seperti biasa Tyas berkilah.
“Suatu hari saat kamu punya cucu, kamu akan tau bagaimana rasanya menjadi seorang Nenek.”
Roda kehidupan memang berputar, kadang di atas, kadang pula di bawah. Siapa sangka, pernikahan yang baik-baik saja ternyata menyimpan luka mendalam.
Seperti bom waktu yang akhirnya meledak saat Urya memasuki kelas dua SMP. Ada sebuah aib yang tidak mungkin diceritakan.
Pernikahan yang terlihat adem-ayem dan sering membuat banyak orang dibuatnya meleleh itu justu berakhir kandas di tengah jalan. Mereka resmi bercerai saat Urya lepas dari SMA.
Banyak orang-orang membangun pernikahan atas nama cinta. Sedang kenyataan banyak pula perceraian juga karena cinta. Sepertinya semesta memang suka bercanda?
Manusia membangun sebuah penjara yang sempit dan menyakitkan. Di dalamnya ia mengasingkan kasih-sayang dan hasrat-hasratnya. Bahkan manusia tidak akan memproleh cinta, kecuali setelah mengalami kesedihan, kesabaran pahit dan rintangan yang membuat putus asa.
Bagaimana mungkin Urya bisa membenci Surya? Hanya kebodohannya yang mendendam pada papa kandungnya sendiri. Bagaimana pun juga, dalam darah Urya ada darah Surya di sana.
Ya seperti sinar sang surya menyinari dunia. Sepanjang masa pula sinar surya dalam hati Urya. Walaupun dengan kenyataan, selalu ada ruang gelap yang tidak bisa disentuh oleh cahaya Surya.
Seperti bunga di taman saat merekah, semua mata takjub memandangnya. Sementara saat gugur siapa yang peduli? Hanya ketulusan yang yakin akan dikenang juga.
“Maafkan aku, Pa. Belum bisa menjadi anak berbakti pada orang tua. Maafkan aku pernah mendendammu. Maafkan aku ….”
Urya tergugu menangisi papanya yang sedang terbaring lemas tidak berdaya di rumah sakit. Hatinya hancur berkeping-keping, berserakan melihat orang yang dulu paling dikagumi sekaligus dibenci kini di antara hidup dan mati.
“Papa sudah memaafkanmu jauh sebelum kamu meminta maaf. Bagaimana seorang Papa bisa membenci putra kesayangannya sendiri? Kamulah alasan Papa bertahan melawan penyakit ini.” Sebening tirta melompat membasahi pipi Surya di saat-saat terakhir.
Tangis mereka semakin pecah, Urya menciumi tangan papanya dengan takzim. Berdoa dan berharap masih diberikan waktu lebih lama untuk bersama. Sayangnya semesta berkata lain.
Surya menghembuskan nafas terakhir dan meninggakan sejuta kenangan. Perlahan seolah terdengar Saat Terakhir- ST12 menjadi lagu pengantar kepergian Surya menuju surga. Kini semua tinggal kenangan.
Tetap Kembali Pulang
Tepat matahari mendepak bumi, warna hitam baju pelayat menghiasi kepedihan hati Urya yang kian mengangah. Satu persatu orang-orang mulai pergi meninggalkan pemakaman.
Seperti biasa sangat klise, langit berkonspirasi dengan mendung yang kemudian menggulung gelap pekat. Bergelegar kilatan petir memotret peristiwa menyedihkan itu dari angkasa.
Urya masih saja berdiri mematung memandangi batu nisan, papanya kini telah damai di alam kebadaian.
“Maafkan aku, Pa.” Minda Urya tersentak. Susah payah ia mencoba menepis nostalgia kebersamaan mereka dulu.
Seperti biasa sangat klise, langit berkonspirasi dengan mendung yang kemudian menggulung gelap pekat. Bergelegar kilatan petir memotret peristiwa menyedihkan itu dari angkasa.
Urya masih saja berdiri mematung memandangi batu nisan, papanya kini telah damai di alam kebadaian.
“Maafkan aku, Pa.” Minda Urya tersentak. Susah payah ia mencoba menepis nostalgia kebersamaan mereka dulu.
Butiran-butiran bening dingin mulai jatuh dari langit membasahi tubuh bersama derasnya hujan.
“Ikhlaskan Papa, Mas.” Eva istri pertamanya itu berusaha mencoba membujuk pulang sang suami. Begitu juga dengan Alena dan Angela.
Dita putri Alena, Lea putri Gina dan Anni putri Angela dari Urya hadir semua di situ. Urya memang kehilangan papanya namun di saat yang sama ia juga seorang papa untuk putra-putrinya.
“Ayo pulang, Pa.” Rengek Anni putri kesayanganya itu. Lagi-lagi Urya tak bergeming sama sekali.
Urya adalah hak untuk istri-istrinya, hak untuk anak-anaknya, hak para anak yatim-piatu warisan berharga dari papanya, hak untuk sahabat atau siswa-siswa literasi yang dibimbingnya dan hak untuk semeseta.
Ia mungkin dianggap banyak orang, seorang ayah atau pria yang gelap karena memiliki banyak istri dan anak.
Sungguhpun demikian, sebuah biji hanya akan tumbuh jika ada kegelapan. Bahkan sebagian jamur hanya bisa bertahan hidup dalam kegelapan tanpa cahaya.
Urya tidak kuasa menahan perih. Ribuan belati mengunus jiwanya tanpa perasaan. Kedua kaki Urya tidak lagi mampu menahan berat badannya yang kemudian hampir saja jatuh ke bumi sebelum akhirnya Raditya menangkap tubuh pria itu.
“Aku dulu pernah kehilangan Papa. Kini tidak akan kubiarkan itu terjadi lagi. Karena sebentar lagi aku juga akan menjadi seorang Papa.”
Raditya membopong papanya yang sudah tidak sadarkan diri menuju mobil. Sebenci apapun anak pada seorang papa kandung, saat ia menjadi papa maka papanya adalah inspirasi bagi sang anak. Begitulah saat semesta sedang bercanda?
The End. (1485 kata)
Daftar Isi Novel
INDEKS LINK,
Bio ; Cinta yang tumbuh dari orang-orang membenci.
Tuhan tidak melihat ijazah anak manusia. Sedang dinilai adalah bekas luka yang disembuhkan. Karena itu dijadikan percobaan dirahasiakan. Dari bekas luka itu yang disembuhkan itulah akan mampu meraih apa yang diimpikan.
Hmmmm sedih ceritanya
ReplyDeleteIya, terimakasih sudah berkenan berkunjung
Delete🤭🤭
Jadi rindu papa
ReplyDeleteIya, bikin menggugah kenangan
DeletePaham banget jadi Urya.
ReplyDeleteApa Iya? Siapa itu yang paham ya?
Delete🤭🤭🤭🤭
Paham banget jadi Urya.
ReplyDelete