Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Awal Cinta Terlarang, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? Episode 2

Novel Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? Episode 2, Awal Cinta Terlarang 



CINTA membutakan mata, tapi membukakan hati dan nafsu membutakan hati, tapi membelalakan mata dan setiap manusia mempunyai jalan hidup tersendiri dalam menerima cinta. Hari itu pertama kali jumpa dengan dia yang selalu dalam hatiku untuk selamanya. Cinta memang buta, bagaimana tidak? Aku jatuh cinta dengan suami orang

~ Alena Velovena ~

Jatuh Cinta dengan Suami Orang di Perantauan 

 Awal Cinta Terlarang, Episode  2


Langit masih cerah saat mentari tepat terpacak di atas kepala. Perbukitan tandus padang rumput kering terbentang sepanjang perjalanan mata memandang. Sementara dalam satua ruangan rumah ada pertemuan


"Aku AIena."

Sebagai orang yang baru saja menginjakan kaki di tanah orang maka penting rasanya untuk saling mengenal satu sama lain.

"Zian," balas salah salah satu pemuda boncel. Susul Ali, Guen, Agoes, masing-masing mengenalkan diri.

Terlihat senyum ramah menyambut lembut dalam tatapan mata penuh binar. Kebetulan mereka yang bekerja di tempat baru itu semua berasal dari Jawa. Hari pertama kerja di tanah Nusa Tenggara jadi sedikit lebih tenang meski semua terasa asing. Terutama bahasa planet masyarakatnya.


"Mbak dari mana?" Zian cari perhatian.
"Dari Jawa Timur." Alena  sedikit melempar senyum.

Kemudian pembicaraan mulai mengalir dan saling bercerita panjang kali lebar. Agoes, Goen dan Zian statusnya single sama dengan Alena, sedangkan Ali sudah punya istri dan anak.

Semendadak angin terlihat cowok cool sedikit angkuh, wajahnya bersinar lebih terang dari pada mentari dengan tatapan mata setajam lebih tajam dari pada katana.

Senyum seindah pelangi penuh warna-warni telah membuat hatinya  melayang tidak beraturan ke ujung langit. Entah gravitasi apa ini?

"Itu Urya," ujar Zian menjelaskan.
"Ada apa?"

Sahut tanya dengan tatapan mata elang congkak lalu pergi begitu saja. Dingin beku anehnya membuat hati  menggigil. Itulah hari pertama Alena melihat lelaki menyebalkan.

Satu bulan kemudian Alena sudah akrap dengan semua teman-temannya. Bahkan Zian berani 'menembak' untuk jadi pacarnya, jelas ia tolak tanpa berpikir panjang.

Mungkinkah hatinya sudah terpaut pada cowok sombong, congkak dan aneh itu? Entahlah. Alena  jatuh cinta pada pandangan pertama?

Begitu juga dengan Agoes dan Goen. Bahkan mereka bersaing untuk mendapatkan perhatiannya.
Maklum kata orang rambut lurus hitam mengkilau, kulit seputih salju selembut kabut idaman para cowok.

Sayangnya, tidak pada cowok jangkung bermata elang yang memang sedikit sombong, dingin beku dan menjengkelkan itu. Ya memang wajar sih? Sebab ia kepercayaan Bos, belum lagi memang cowok tercerdas di kantor.
"Serius amat, Kak?" tanya Alena saat istirahat di kantin.
"Emm. Gak ada."
"Udah lama kerja disini, Kak Urya?"  Gadis itu mencoba mencairkan suasana.

Entah mengapa, walaupun ia sedikit sombong,  Alena justru  nyaman di dekatnya? Bahkan setiap memandang mata tajam itu, jelijih Alena  meleleh berkali-kali.

"Ya lumayan! Sebenarnya udah lama kerja di sini. Ya selisih seminggguan 'lah sama kamu, Na."
Itulah jawaban pertama kali yang sepertinya agak mencair.
"Lha, katanya udah lama, kok selisih seminggu, Kak Urya?"
"Dulu udah lama kerja di sini dan istri gak mau ikut makanya sempat istirahat satu tahun di rumah tapi Bos minta aku kembali lagi."

Bagai tersambar petir,  hati Alena sakit, ternyata Urya sudah beristri. Memang 'sih, Urya tidak bersasalah bahkan jujur kalau sudah beristri. Tidak seperti kebanyakan orang perantauan yang suka ngaku bujangan ternyata cucunya segudang.

"Pasti ada alasannya kenapa Mbak'nya gak mau ikut Kak Urya?"
"Iya, alasanya gak krasan di sini, Na!"
"Yang sabar ya, Kak."

Ia hanya melempar anggukan kecil. Itulah pertama kali bisa melihat senyum  Urya yang begitu teduhkan hati Alena, lebih sejuk dari pada embun pagi. Kaum hawa mana yang tidak kelonjotan bertekuk lutut dihadapannya?

Otak Alena  sudah error terkena virus cinta atau memang otaknya habis terbentur tiang listrik, kenapa harus jatuh cinta pada yang berpunya? Setengah hidup ia melawan perasaan terlarang ini. Jangan sampai ia tau apa yang sebenarnya terjadi. Malu.

"Gimana betah kerja di sini, Na?"
"Betah gak betah lah, Kak."

Hari itu Alena dan Urya 'pun mulai akrap, ya tentu dinding dan tembok punya mata. Mata-mata itu mulai memandang aneh terutama para cowok - cowok yang pernah Alena  tolak cintanya. Jelas tatapan mereka semakin sinis.




Mungkin mereka menganggap Alena ; Laki-laki mapan banyak duit itu lebih berarti dari pada cowok single kere.

Bagi  Alena  sih realistis, wanita mana yang tidak matre? Walaupun begitu, bukan itu masalahnya. Ini soal hati yang tidak bisa di manipulasi.

Di manapun cinta menyapa takdir selalu merenggutnya


 Dion kekasih Alena  di Batam tiba-tiba menelepon.

"Gimana kabarnya, Ay?"

Ay panggilan sayang mereka yang diambil dari kata 's Ay ang'. Mereka putus tiga bulan yang lalu karena tidak mendapatkan restu dari orang tua. Memang rasa itu masih ada tetapi Dion sepertinya kalah sebelum berperang.

"Baik, Kak Dion," jawabnya  dengan suara tertahan di rongga dada. Hati Alena  masih sakit, kenapa ia terlalu cepat berhenti memperjuangkan cinta?

"Gimana kabar Bapak sama Ibu, Ay?"
"Baik."
"Kakak kangen, Ay," ucapnya seperti menangis menunjukkan kalau ia benar-benar merindukannya.
"Lamar aku,  Kak. Buktikan kalau emang kakak serius datanglah ke Jawa. Minta sama orang tuaku," tantangnya memekik.
"Berikan aku waktu pasti akan aku buktikan padamu, Ay."
"Sudah setahun waktu yang aku berikan, apa itu tak cukup, Kak?"
"Kamu sudah berubah, Ay."
"Tidak, Kak Dion lah yang tidak sungguh-sunguh."

"Aku sangat sangat cinta padamu, Ay. Kalau tidak percaya belahlah dadaku."
"Basi, Kak Dion bicara seperti itu udah berapa kali? Aku tak butuh janji tapi bukti."  Air mata tanpa terasa membasahi pipi Alena.

Sepanjang malam mereka menangis di telepon dengan tidak jelas. Laki-laki memang mudah membuat janji-janji yang tidak pernah ditepati. Brengsek.

Seiring detik berganti dengan asa yang kian menggema saat rumput tersenyum menjamu mentari, Alena  selalu tersenyum untuk Urya  yang entah siapa dan tetap pada rasa yang ada.

"Kamu baik-baik saja, Na?" Urya pertama kali menyapa.

"Baik,  Kak Urya?" Alena menjawab dengan lesu seolah tiada bertenaga. Bukan karena marah mungkin  kurang tidur semalaman yang membuat tubuhnya lemas.

Mulai hari itu Alena  dan Urya saling bercerita tentang kehidupan masing-masing. Tanpa sadar semua terurai tentang segala masalah sampai pada prifasi.

Ada perasaan kuat yang melekat membuat Alena  semakin kagum dengan Urya yang tidak pernah menjelekan istrinya. Apa mungkin istrinya tidak peduli lagi dengannya?



Satu sisi kagum sedang sisi lain hatinya  terasa sakit.  Begitu mudah Urya menguraikan kata-kata manis memuji istrinya di depannya Apa dia tidak peka atau tidak tau? Kalau gadis itu  juga ingin di puji olehnya?

"Udah berapa tahun menikah, Kak?"
"Ya tujuh tahun lebih, Na."
"Udah lumayan lama juga ya."
Alena sedikit sedan saraya senyum merekah tipis kelu.

"Jujur aku malu, setiap ditanya teman berapa anakmu, Urya?" Urya terlihat serius dengan mata nanar berkaca. Isyarat kalau dia sudah sangat menginginkan malaikat kecil.

"Sabar, Kak! Pasti nanti juga punya."
"Thanks ya, Dek," kata Urya yang akhirnya dia memanggil Alena  dengan panggilan adek. Sungguh panggilan yang indah, membuat kepala Alena membesar.


 Alena dalam hati  juga yakin  bisa memberinya keturunan seandainya Urya menikahinya?

"Iya."

Saat Alena dan Urya lagi asyik-asyiknya mengobrol terlihat dari gadget, istrinya Urya  memanggil. Alena tidak berdaya.

"Maaf aku tinggal sebentar ya," pamit laki-laki yang sudah beristri itu lalu ia menepi meski suara percakapan itu masih juga terdengar olehnya.

Mereka bertengkar hebat,  Urya meminta istrinya untuk ikut namun menolak. Cinta di pucuk ulam 'pun tiba, inilah kesempatan untuk mendapatkan Urya. Pikiran bodoh Alena  menggerogoti minda.

Hari demi hari mereka saling memberi perhatian  lebih satu sama lain. Memang awalnya cuma berteman namun perhatian yang lakukan lebih dari suami istri hanya saja belum tidur seranjang.

Ketika cinta melebarkan sayap-sayapnya maka rengkuhlah walaupun ada pisau tajam yang siap menghujam.


Terhampar pasir putih melandai-landai indah di Pantai Lekay. Debur ombak kidal menggulung menderu seperti hati Alena yang saat itu sedang berlibur bersama. Angin berhembus kencang menerpa seluruh debu-debu hati yang pilu karena cinta dan juga pekerjaan.

"Aaakh... Aaakh.. Aaakh!!"

Teriakan Alena melengking  panjang melepaskan segala penat  sesakan dada.

"Apa yang kamu lakukan, Dek?"

Sebuah suara yang membuat Alena menoleh ke belakang. Sontak saja Alena  memerah malu. Apa hendak di kata ia  hanya ingin melepaskan beban dalam hati.

"Ayo teriak yang sekenceng-kencengya, Kak!" Pintaku sambil menariknya untuk bermain air laut di pesisir pantai.

Pasir putih di pesisir pantai membawa hati  semakin berdesir bersama hembuasan udara mesra di ujung tenggara pulau indonesia.

Ia sepertinya malu karena ada banyak orang di situ. Ada juga Zian yang selalu mengawasi dari kejauhan, mungkin cemburu pada Urya yang nampaknya terus mendekat pada si cantik seksi.
Alena bersama teman-teman wanita saling melompat kegirangan di pinggiran pantai. Gadis - gadis kesepian melompat bebas tanpa beban melepas angan.

"Foto kami ya Kak Urya," pintanya  sembari memberikan gatget.

"Ya sini, dasar cewek paling demen selfie ma!"

Entah berapa fose yang terekam kamera hape hari itu dan hingga akhirnya mereka sibuk berjalan sendiri-sendiri.

Mentari merona menjelang senja bias cahayanya penuh pesona mewarna cinta dan terlihat  Urya duduk sendiri menikmati minuman kaleng dingin segar dengan menghisap sebatang rokok yang begitu nikmat.

Alena benci pria perokok. Anehnya mengapa  Urya kelihatan keren saat menghisap rokok?

"Kok diem aja disini, Kak?"
"Ini lagi menikmati Indahnya pantai Lekay, Dek," balasnya dengan suara berwibawa.

Sebuah suara yang selalu membuat jiwa wanita menggelora. Gelora yang justru meluluhlantahkan akal sehat dalam minda. Alena duduk di samping Urya  hingga sampai sunset tiba.

Tanpa sadar terpesona menikmati indahnya matahari tenggelam di atas air laut. Alena  telah bersandar di pundak Urya.

Saat itu terasa dunia adalah milik mereka berdua dan yang lain menumpang.

Matahari ditelan bumi, wajah  Urya semakin ganteng dan menawan. Dua manik tidak berkedip sedari tadi menatap khidmat pesona kilaunya. Kemudian seperti ada aliran listrik, ia membalas tatapan mata Alena

Dag dig dug dag dig dug

Getar-getar cinta menyapa jiwa membangkitkan gelora indahnya cinta. Panah cinta melesat menembus jantung dan hati.

Tanpa sadar dia memilin melumat lembut bibir mungil Alena dengan dengan dalam dan nikmat. Nafas berderu membuncah bersama darah mengalir kencang, gravitasi seolah berhenti, riak gelombang air laur 'pun ikut menyanyikan kidung-kidung cintanya.

Plakkk plakkk plakkk

Sebuah tamparan mendarat di pipi Urya saat Alena tersadar dari hipnotis cinta.  Terlihat bekas gambaran tangan Alena menghiasi pipi laki-laki yang pertama kali melumat bibirnya

Bagaimana mungkin ia mencium Alena? Ia sudah bersumpah bahwa hanya suaminya kelak lah yang boleh mencium bibir  dan memiliki seutuhnya atas hidupnya. Tapi dia? Suami orang. 

Hati Alena hancur berkeping-keping, tubuhnya lemas tidak berdaya. Sakit. Kecewa. Seumur hidup, itulah  ciuman pertama Alena yang menyakitkan.

Marah, kecewa lalu menangis sejadi-jadinya. Hingga tubunya tidak ada tenaga lagi untuk berdiri ataupun berjalan. Nyesek. Sakit. Dasar laki-laki brengsek. 

Next  

Daftar Isi Novel 

Baca selengkapnya 


Selamat membaca dan bahagia. Jangan lupa ikuti episode selanjutnya. 

Post a Comment for " Awal Cinta Terlarang, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? Episode 2 "