Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Wanita yang Teraniaya, Bagian 7, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa?

Baca Novel Online Cinta Terlarang Episode 7 Wanita yang Teraniaya  




Novel Cinta Terlarang- "Bukan sekedar alasan kenapa aku mau dinikahi Mas Urya. Ya walaupun awal perjumpaan itu hanya sekedar teman biasa, jujur ia bukan tipeku sama sekali. Cinta itu tumbuh di mulai karena ia pelampiasanku dan aku pelampiasanya. Kita sama-sama baru saja putus."

~ Eva Puspita Sari ~

Wanita yang Teraniaya 



Senja baru saja pergi meninggalkan siang berganti gelap malam di Kota Kudus, Jawa Tengah. Cahaya lampu-lampu mulai memancar bersaing menunjukkan persona sinarnya malam itu.

"Maukah menikah denganku, Dek Va?"   Urya menatap mesra.

Eva hanya terdiam, sebenarnya ingin menolaknya. Ada alasan kenapa ia tidak bisa menolak lamaran itu. Urya telah rela membiayai kuliahmya selama ini. Jadi cewek tidak matre, rugi kali.

Lumayan, terpaksa Eva hiyakan dengan anggukan kecil dan sedikit melempar senyum malu-malu.

"Bener, Sayang?"
"Emm...."

Berhias betaburan bintang di langit Urya dengan memberikan cincin emas bermata permata yang cantik melingkar di jari manis Eva.  Di bilang cinta? Ada sedikit. Di bilang tidak? Urya  laki-laki yang baik dan sungguh-sunguh dengannya.  Bukti Urya langsung melamar dan serius ingin menikahinya.

"Ya...." balas Eva  dengan tubuh gemetar. Hanya diam, malu-malu sedikit mau.

Disematkanlah cincin itu di jari manis dengan lembut penuh getaran proyeksi entah apa namanya? Sesaat, dunia terasa seakan berhenti, begitu indah terbuai.

Benarkah Urya itu jodohnya Eva? Jauh dalam hatinya  masih sedikit bimbang. Jujur cewek cantik itu  menunggu orang lain yang memimenangnya.

Tapi ....?

Entahlah, bingung, bimbang bercampur  aduk tidak karuan dalam minda.  Apakah Eva harus bahagia atau sedih? Terus saja menggerogoti akalnya.

"Yakin mau hidup bersamaku dalam keadaan susah-senang bersama-sama?"

Urya sekali lagi berusaha menyakinkan. Memang awal kenal pertama kali lewat dikenalkan teman di dunia maya, hanya iseng saja. Siapa sangka sekarang  Urya melamarnya.

Pertanyaannya itu justru membuatk Va semakin tidak tau harus berbuat apa? Kenapa hatinya menerima Urya namun dengan pikiran menunggu yang lain?

Jauh sebelum mengenal Urya


Dulu Eva pernah dikhianati dengan seorang laki-laki sewaktu masih duduk di bangku SMA. Ia selingkuh dengan temannya sendiri. Itulah pertama kali ia sakit hati yang hampir membunuhnya.

Bagaimana mungkin Eva bisa dikhianati dengan teman sendiri? Ia selingkuh di depan matak tanpa diketahui, sungguh bodoh sekali waktu itu.

Seminggu menangis penuh hingga membawanya   sakit satu bulan. Semenjak itu Eva  tidak mau pacaran.

Lagi-lagi niat untuk tidak pacaran Eva langgar waktu masuk awal kuliah. Perhatian kakak senior meluluhkan hatiknya. Jatuh cinta lagi waktu OSPEK hingga jadian, sayangnya hubungan itu tidak berlangsung lama. Hanya berjalan satu bulan.



Eva  yang awalnya anak mama, mulailah ikut keluyuran tiap malam. Banyak kegiatan yang ia  ikuti. Mulai acara kampus dan berbagai acara yang entah apa namanya ataupun sekedar nongkrong gaul saja. Malam itu ia mengajaku nonton ke bioskop. Dengan lancang ia mencuri mencium pipinya.

Jelas Eva  tidak terima. Emang ia wanita apaan? Eva tampar dia lalu, putus. Kisah cinta yang keduapun berakhir kandas.

Di saat Eva lagi patah hati datanglah  Taufik. Menyatakan cinta, waktu itu aku lagi benci dengan laki-laki terpaksa ia tolak.

Lucunya, Taufik terus mengejarnya.  Di kampus, di manapun ia selalu memberi perhatian lebih. Akhirnya Eva katakan pada dia bahwa mereka hanya berteman. Awalnya Taufik diangggap sebatas kakak saja.

Eva hanya ingin fokus kuliah tidak mau pacaran. Lagi-lagi  karena dikejar-kejar  Taufik akhirnya mencari cara dengan pura-pura jadian dengan Dayat.

Melalui alasan itu berhasil membuat Taufik mau berteman, bahkan lebih akrap dari pada pacaran.

Eva  menjadi frentzona Taufik. Menyakitkan memang tapi mau gimana lagi. Masalah baru timbul, Dayat cemburu. Mau tidak mau ia harus menjauhinya.

Dari pura-pura jadian dengan Dayat kita beneran pacaran dan hubungan itu berjalan hingga satu tahun.

Itulah pacaran paling lama yang Eva  jalani hingga berakhir dengan surat undangan pernikahannya dengan wanita lain tanpa memberi kabar. Nyesek 'kan?

Sebenarnya Eva  tidak sakit hati jika Dayat mau jujur dari awal. Tetap saja hatinya terasa perih, ia menikah sedangkan mereka belum putus dan itulah yang membuatnya sangat kecewa. Ya sakitnya tuh di sini. Di palung hati yang paling dalam.

Semua benda dan hal apapun pemberian Dayat Eva kembalikan.

"Semua laki-laki brengsek. Emangnya wanita itu tercipta untuk di sakiti apa? Sial aku di khianati lagi. Kenapa harus aku yang dikhianati, kenapa?" Eva sakit hati.

Kata mereka ia cantik dan baik hati. Apa karena baik hati tidak bisa disakiti? Apa'sih susahnya jujur buat pria? Apa karena membohongi istri itu dibolehkan agama lalu menyakiti hati wanita itu menjadi tradisi laki-laki?

Hati wanita itu lembut sekaligus sangat tipis jika retak sedikit saja maka hancur dan jika cinta wanita itu sudah hancur sulit  bisa disatukan kembali. Seumur hidup Eva  benci di khianati.

Saat hati ini benar-benar hancur ketiga kalinya dikhianati laki-laki, usaha orang tuanya mengalami kebangkrutan. Ekonomi  yang dulu serba cukup kini menjadi susah. Bahkan Eva hampir di DO dari kuliah karena tidak sanggup membayar uang semesteran. Untuk membayar uang kos, Eva  harus cari pinjaman uang kesana-kemari dari teman.

Dulu saja sewaktu kehidupan ekonomi keluarganya masih baik, banyak teman yang mendekat. Bahkan bayak teman yang pinjam uang padanya  tidak pernah dikembalikan. Giliran Eva  yang susah, pinjam sekedar untuk beli makan aja, seribu alasan yang diberikan. Sakit bukan?

Tidak pacar, tidak teman semua menyebalkan. Hanya iman pada Allah yang membuat ia  bertahan. Jujur terkadang Eva protes pada-Nya.  Buat apa coba ia dilahirkan jika hanya untuk disakiti?

Kenapa dunia ini begitu tidak adil? Luka dan luka itu berdarah bernanah yang menyakitkan. Walaupun begitu Eva hanya bisa pasrah dan berusaha yakin pada-Nya. Bahkan terkadang sedikit terpaksa karena tidak ada pilihan lain selain pasrah pada Allah.

Alhamdulillah-nya, Allah masih sayang dan memaafkan hamba yang pendosa. paling tidak itulah keyakinan dalam hatinya.

Makan hanya dengan nasi putih dan garam untuk berhari-hari Eva jalani. Jatuh ketiban tangga itulah nasibnya. Taufik sudah terlanjur menjauh. Ia baru datang kembali, setelah semuanya  terlambat.

Urya sudah terlebih dahulu melindunginya. Semua biaya kuliah dan hidunya ia tanggung. Padahal mereka belum menikah.

Itulah kenapa Eva tidak bisa menolak lamaran Urya, sekalipun dengan keadaan hatinya menunggu yang lain.



"Yakin mau hidup bersamaku dalam keadaan apapun juga, Dek Va?"
"Iya." Eva  menghela nafas.
"Aku tidak mau kamu menikah denganku untuk balas jasa. Tapi aku ingin karena memang mau menikah denganku, Dek Va?"
"Iya, Mas Urya!"
"Demi Allah, Dek Va?"

Eva terdiam sejenak, untuk beberapa waktu meyakinkan hati. Benarkah ini jodoh yang dikirimkan Allah untuk? Bisakah  Urya  dipercaya, bagaimana jika ia berkhianat  nanti seperti yang lain?

"Iya, Mas Urya!"
"Demi Allah, Dek Va?"
"InsyAllah, Mas!"
"Gak mau, harus bilang demi Allah, Dek?"
"Demi Allah..!" Eva tegas meyakinkan Urya

"Igat! Sekali kali saja Mas Urya selingkuh dengan wanita lain. Demi Allah 'anu' Mas Urya bengkak," ancamnya. Plakk 

Ciuman Menuju Pernikahan 

Cahaya lampu menyala merona dikeheningan malam alun-alun Kudus, depan Ramayana Mall. Suasana masih ramai, banyak keluarga yang bercengkerama di bundaran. Muda-mudi mendominasi aktivitas di hari sabtu malam minggu.


Kota Kretek Kudus namanya, sebenarnya Eva lebih suka menyebutnya Kota Santri. Bukan karena membenci perokok, tetapi lebih pada karena memang banyak orang yang belajar ilmu agama, kotanya para santri. Eva terkadang merasa iba dengan para perokok, bagaimana tidak? Setiap membeli rokok di bungkusnya tertera gambar dan tulisan, "rokok membunuhmu".

Kenyataannya? Orang yang mati karena gula itu lebih banyak dari pada konsumen rokok. Lucu! Dibungkus gula tidak ada tulisan, "gula membunuhmu". Aneh bukan?

Memang sudah menjadi nasib perokok itu harus di diskriminasi. Di mana-mana banyak tempat, "no smoking. Tetapi kenapa tidak ada tulisan, No Sugar. Satu hal yang jelas Eva tidak suka dengan pria perokok.

Apa yang dibenci justru berbalik pada diri sendiri, Urya lelaki yang akan menikahinya justu seorang perokok, lucu bukan?

"Apa yang kamu pikiran, Dek Va?" Urya duduk di sebelahnya, menatap tajam wajah cantik Eva seindah purnama penuh.
"Gak ada, kenapa emang, Mas?"
"Jujur sajalah, apa kamu menyesal menerima pinanganku, Dek Va?"



Eva hanya terdiam, lidahnya kelu, belum mampu menjawab. Pikirannya masih menunggu dan berharap Taufik yang datang melamarnya.

Bagaimana Eva sanggup berkata jujur pada Urya bahwa sebenarnya belum ada rasa? Eva dengan segala daya tetap berusaha menyembunyikan perasaannya, meski dengan hati perih.

"Aku memang menyesal, Mas." Eva menghela napas, pura-pura melihat orang-orang yang berjalan di depan mereka duduk.

Betapa kaget Urya mendengar jawaban seperti itu dari mulut mahkluk betina yang disebut wanita yang akan dinikahinya itu. Wajah Urya pucat pasi seketika.

"Apa benar itu, Dek?" Urya terhenyak, menahan sesak dalam dada.
"Iya benarlah. Kenapa Mas Urya tidak melamarku dari dulu."

Semendadak angin wajah pucat Urya berubah berbahaya dan menambah ketampannya. Sebal alias senang betul.

Eva merasa puas bisa membuat Urya jengkel. Bukan seperti itu sebenarnya, hanya Eva mengalihkan pembicaraan untuk menutupi perasaannya.

"Oh begitu, ya? Iya iya iya...."

Begitu saja Urya tanpa ampun langsung mendaratkan lumatan intim. Nafas Eva tersengal mencoba memberontak hanya semuanya sudah terlambat.

Bahkan Eva lupa mereka saat ini ditempat umum. Entah mengapa ia justru merasakan sensasi berdebar dahsyat dalam dadanya sebelum akhirnya kesadaran Eva pulih. Ia mendorong Urya. Membawa suasana hening terdiam, tidak tau apa harus marah atau bahagia?

"Adek marah?" Eva mengunci rapat-rapat bibir mungilnya. Dalam hati Eva : Ini dosa tidak boleh dilakukan bukan? Karena mereka belum menikah.

"Adek marah?" tanya Urya lagi sedikit mulai panik. Bagaimana Eva bisa menjawab pertanyaan itu? Pertama kali ada lelaki mencuri memcium pipinya, langsung ditampar dan putus seketika.


Permasalahannya kali ini adalah kenapa Eva tidak bisa marah pada Urya? Lucu dan tidak masuk akal.


Benarkah hati Eva sudah menerima Urya atau sebenarnya menunggu Taufik yang melakukan itu?


"Apa Mas Urya tidak menyesal nantinya menikah denganku?"
"Enggak sayang. Buktinya aku memilihmu."


Eva tersenyum, menyandarkan kepalanya di dada Urya. Percakapan manja mengalir dari keduanya, tenggelam menikmati keindahan malam di alun-alun kudus.




Hari-hari setelahnya, Urya beserta keluarga datang ke rumah dan melamar Eva. Setelah diskusi panjang dan berdasarkan kedua belah pihak keluarga, menetapkan enam bulan kemudian hari pernikahan Eva dan Urya.

Semakin Mesra dan Memalukan 
 


Waktu terus berjalan, perlahan perasaan Eva pada Urya mulai tumbuh. Kebersamaan dan kenyamanan melelehkan hati Eva. Walaupun sesekali ia masih memikirkan Taufik.


Urya mulai dekat dan akrab dengan keluarganya di Kampung. Urya sering mengunjungi Eva, terkadang sebulan sekali, terkadang seminggu sekali dan terkadang juga bisa beberapa hari sekali.


Kebetulan hari itu di rumah Eva sepi dan tinggal mereka berdua. Bapaknya Eva keluar kota dan mamanya sibuk dengan acaranya sendiri. Tentu tetangga tidak ada yang curiga karena mengetahui mereka akan segera menikah.


Sengaja pintu di biarkan terbuka agar tidak ada prasangka karena berduan di dalam rumah. Awalnya hanya berbincang biasa. Mendiskusikan kabar atau seputar kuliah.


"Apa nanti gak bosen sama aku, Mas?" Eva menyapa ringan sambil melepas senyumya yang mempesona. Senyum seolah bagi Eva adalah gaya hidupya.


"Bosen pasti jika hidup datar begitu saja. Tenang saja, aku 'kan suka tantangan agar hidup lebih seru dan dijamin anti bosen," Urya memegang punggung jari Eva, meremas mesra.
"Apa iya begitu, Mas?"
"Iya sayangku, bidadariku, kekasih hatiku...." Urya mencondongkan kepalanya agar lekat dengan wajah cantik Eva. Nafas mulai tidak stabil, Urya ingin sekali melumat bibir merah strabrey itu. Jelas ditolak.


Eva teringat pesan dari teman-temannya, sebelum menikah jangan melakukan hubungan terlalu intim. Hanya saja dihadapan Urya seolah Eva tidak pernah sanggup menang.


"Boleh, Dek?"

Eva tidak menjawab dengan kata-kata, ia membuka sedikit bibirnya sebagai jawabanya. Melihat itu, Urya tidak menyia-nyiakan kesempatan. Tanpa rencana pagutan itu terjadi, tanpa rencana tarian sederhana pemanasan itu dimulai.

"Dek kenapa gak mau balas?"
"Udah, Mas...." Eva meronta, hanya saja tubuh dan kata-katanya tidak sejalan. Eva mengeluh dalam hati, mengapa seluruh anggota tubuhnya bergerak sendiri. Nafas berderu menyatu seirama senada. Dunia begitu mempesona bagai mimpi di dalam surga, mereka benar-benar dimabuk asmara, bergelora lagi hangat.


Pagutan begitu dalam. Begitu lama.


Dada Eva berdegub kencang seperti genderang yang mau perang. Terbungkam rapat, bukan tidak mau membalas ciumannya tapi memang Eva belum pernah rujak bibir dengan lelaki manapun juga.


"Tidak sayang."
"Jujur aku hanya mau berpacaran setelah menikah, Mas Urya."
"Baiklah. Kita akan secepatnya menikah."
"Aku belum bisa, Mas."


Bukan berhenti justru Eva menggiring Urya masuk kedalam kamar. Ia hampir tidak sadarkan diri, tubuhnya bersandar didinding. Urya terpaku menatapnya, kedua saling canggung. Eva berpikir keras, bagaimana cara melawan hasrat yang sering bandel dan tidak mau diatur.


"Mas Urya ...." desah Eva ketika Urya mulai merenggangkan bibirnya, akan tetapi segera gadis itu terdiam lagi karena kembali terlumat bibir ranum yang membasaih.


Perlahan-lahan dengan terhuyung keduanya bagai sepakat melangkah di atas ranjang. Tanpa waktu lama keduanya sudah bergulingan, spari mulai awut-awutan. Derit ranjang mulai menjadi nada memainkan lagu merdu tentang kerinduan.


Eva mengerang lagi kini disertai desah gelisah dan nafas lagi memburu. Bayangan tentang Taufik dalam minda Eva pelahan mulai hancur, digantikan kehangatan dari Urya, calon suaminya. Terus terang mahkluk pejantan mana yang mampu menahan diri untuk tidak melumat bibir merekah Eva jika mereka saling berhadapan?

Urya sangat mengetahui apa yang dilakukan itu belum waktunya. Hanya saja bibir Eva begitu menggairahkan untuk dikulum dilumat. Ranum dan basah bagai belahan strabery yang enaknya dirujak, manis, asin, kecut melumpuhkan logika. Urya semakin mabuk kepayang, membumbung tinggi keangkasa.


"Celanamu basah, Mas?"

Tanpa sengaja Eva melihat bagian bawah sana punya Urya, ia mencoba untuk tidak terlalu jauh dimabuk asmara. Beruntung mereka berdua belum sempat menanggalkan semua bajunya. Eva bertekat tidak akan memberikan mahkota sucinya sebelum waktunya. Apapun yang terjadi, akan dipertahankan.


Urya yang melihat celananya basah, menjadi malu dan Eva segera lari keluar kamar pindah masuk kamar mamanya. Sementara Urya masih di kamarnya tadi. Berbagai macam perasaan berkecamuk, antara bahagia, sedih atau menikmati? Ternyata Eva juga mengompol, ia menjadi malu. Apa iya anak gadis sebesar itu masih mengompol? Ah Tidak. Apakah Eva mampu mempertahankan prinsipnya?

Daftar Isi Novel 

Post a Comment for "Wanita yang Teraniaya, Bagian 7, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? "