Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Pecinta Wanita, Bagian 11, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa?

Baca Novel Online Cinta Terlarang yang Bikin Baper 


Novel Cinta Terlarang -  Apakah kesepian bisa dinyanyikan dengan nada keramaian? Adalah kemanapun cinta menyapa takdir selalu merenggutnya. Setahun lebih pernikahan telah berlalu. Eva mulai disibukkan mengurus skripsi beberapa bulan terakhir ini.


Mobil hitam terlihat berhenti di parkiran depan salah satu Lembaga Kursus di Kudus tempat Eva bekerja sebagai pengajar programer komputer. Ia kuliah sambil menyibukkan diri bekerja agar tidak kesepian saat suaminya tidak di rumah.


"Pulang kok gak kasih kabar, Mas?"

Sambut Eva setibanya masuk dalam mobil. Rasanya sudah tidak sabar untuk segera sampai di rumah.

"Cantik banget Adek istri siapa sih?"

Goda Urya setelah mobil kembali melaju di jalan raya.

"Istri siapa coba? Terlalu beruntung orang yang memilikiku. Tau kenapa? Karena tidak akan ada wanita sepertiku."

Eva tidak mau kalah bersaing dengan suaminya.

"Gak kebalik tah? Seharusnya Adek bersyukur punya suami seperti Mas. Kenapa? Adalah karena aku terlalu berharga untuk dimiliki oleh siapapun."

"Mas mau kemana? Kok gak pulang ke rumah?"

Eva kaget karena mobil tidak melaju menuju rumah. Melainkan ke arah Semarang.


"Mau ke surga ha ha ha. Masa lupa nanti malam adalah hari ulang tahun pernikahan kita? Mas sudah pesan hotel di Semarang. Baju dan perlengkapan sudah ada di bagasi mobil."

"Mas nyebelin. Bikin aku semakin cinta aja. Bodo. Males."


Ia lelaki biasa pada umumnya. Ingin jatuh cinta sekali dan menikah sekali seumur hidup. Prinsip tinggal prinsip takdir selalu berkata berbeda.


Melankolis dengan harga diri tinggi sudah menjadi wataknya. Merayu wanita? Bisa dikatakan ia ahlinya. Itu mungkin karena sewaktu SMA hingga kuliah Arsitektur, terlalu banyak gadis yang mengerumuninya. Menurut orang tuanya, Urya laki-laki paling ganteng di dunia. Kalau tidak percaya tanyakan saja pada rumput bergoyang.


Biar kata orang Urya berbadan sedikit gagah berkulit sawo setengah putih langsat bukan belang-belang seperti sebra, kemampuan berpikir Urya mengalahkan mereka yang berbadan besar. Smart, itulah mungkin kenapa banyak cewek yang mendekati lelaki brengsek itu.


Memang awalnya mereka hanya memanfaatkan kecerdasannya, tapi justru mereka yang ia manfaatkan.


Setelah memasuki dunia kerja pun, banyak cewek yang suka pada cowok bermata elang itu karena humble dan ada juga yang sengaja memanfaatkan uangnya, sialan.


Kehidupan Urya lebih dari cukup dan pantang baginya direndahkan di hadapan wanita.


Pernah sekali, ada cewek sombong menghindari bedebah Urya dan langsung berkata padanya : Hai sini, memang aku makhluk menjijikkan apa? Sehingga kamu menghindar saat kita berpapasan? Sini kamu ngomong aja tak bayarin.


Benar, setelah itu Urya yang harus mentraktir terus saat mereka makan. Sial. Menyesal? Tidak sama sekali. Sebelum Urya menikah dengan Eva Puspita Sari. Dulu sudah sering putus nyambung dengan berbagai macam makhluk betina bernama cewek. Lintas suku, lintas agama, hanya semuanya kandas. Karena orang tua hanya merestui yang satu agama dan satu suku saja.


Awalnya mereka hanya berteman biasa, entah kebetulan atau takdir keduanya baru sama-sama putus. Eva di tinggal nikah pacarnya sedangkan Urya juga sama-sama baru putus karena ceweknya selingkuh, rasain.


Berawal sekedar curhat lama-kelamaan mereka saling jatuh cinta dan menikah. Menikahi Eva karena Urya sudah bosan dengan pacaran. Paling benci namanya dikhianati.


"Aku belum mandi. Apa masih jauh Mas?" celetuk Eva setelah beberapa jam mobil itu tiba di Kota Semarang. Urya fokus menyetir mobilnya.

"Mandi adalah tujuan kita sayang. Mandi bersama orang terkasih bisa membersihkan segala keraguan dan kecemasan."


Dasar pria nyebelin. Aku juga kangen Mas. Batin Eva dalam hati.


Mobil sampai pada hotel yang dipesan. Urya menyelesaikan administrasi dan mereka segera masuk kamar.


Senja berganti malam, bundaran Tugu Muda dihiasi lampu-lampu kota menyala. Kota Semarang di malam hari begitu indah.

Sementara dalam kamar hotel Eva menatap suaminya yang melucuti helai demi helai yang dikenakan dengan tatapan intens. Memasuki bathtub dan memposisikan dirinya berada belakangnya.

Membersihkan punggung mulus Eva dengan jemarinya yang aktif menari-nari membuat kedua bola matanya terpejam.


Menikmati kebersamaan dan merayakan satu tahun pernikahan mereka hanya terdengar lenguhan melenakan langsung membuat perayaan dimulai.


Begitu ramai suara berkecibak di dalam bathtub. Eva meronta-ronta hingga kemudian Urya membalikkan tubuhnya untuk dipuaskan. Mereka menari dan bernyanyi melintasi sembilan samudra. Pesta badani surgawi dunia merengkuh pahala nirwana.


Waktu terus berlalu, bulan berganti bulan, hari berganti hari. Tersebab tuntutan pekerjaan membuat Urya sering meninggalkan Eva di rumah. Padahal Urya berharap Eva mau ikut bersamanya.


Suami istri sudah menikah, mestinya bersama-sama bukan? Biar kata hidup dilubang semut semestinya harus bersama, tidak peduli saat susah dan senang.


Alasan Eva masih kuliah Urya bisa terima, lantas setelah selesai kuliah pun Eva tetap tidak mau ikut bersamanya malah memilih bekerja di Kudus.


"Masih ingat janji kita, Dek Va?"

"Iya Mas."

"Bukankah kita udah berjanji, susah senang bersama, Dek Va?''

"Sekarang Mas Urya cinta gak sih sama aku?"

"Ya cintalah, kalau tidak cinta ngapain aku menikahimu."

"Wanita itu ingin dimengerti, Mas. Apa iya Mas gak mau ngalah? Cari kerja disini kan bisa."


Selalu seperti itulah alasan Eva setiap kali Urya ingin hidup bersama selayaknya rumah tangga yang utuh.


Tujuan menikah Urya itu ingin agar ada orang yang mau menemaninya. Terlebih sebagai laki-laki normal tentu ada tempat untuk menempatkan hasrat pada tempatnya. Lantas jika istri tidak mau ikut bersama pada siapa lagi?


Sungguhpun demikian Urya masih bertahan menjaga cinta pada Eva hingga akhirnya takdir membawa bertemu dengan Alena. Segalanya berubah.


Urya dan Alena sudah menikah dan hidup bersama tanpa sepengetahuan Eva. Cinta Keduanya tumbuh bersemi dan berkembang biak pula. Apakah Urya merasa bersalah?

Ia hanya ingin memiliki keturunan.


Awalnya memang Urya bahagia, bangga punya dua istri. Tidak seperti mereka yang beraninya cuma menulis saja tentang poligami. Berani tidak menikah lagi?


Seperti makanan ada dua pilihan, tinggal pilih yang mana? Satu banyak santanya yang satu kelapa muda, sungguh luar biasa. Saat mengairi sawah yang tua, mengingat ladang muda. Saat membajak ladang muda mengingat sawah yang tua.


Hari-hari penuh semangat, seolah pria sejati memiliki dua istri. Kadang terlintas dalam benaknya, bagaimana cara merukunkan Eva dan Alena. Alangkah indahnya dunia terasa bagai di alam surga jika bisa menjadi irigasi dan mengairi ladang dan sawah itu bersamaan.


Urya sering berbohong pada Eva, pamit bekerja di Manado, ternyata sedang bercumbu mesra di Kupang bersama Alena. Bukankah kebohongan itu adalah kejujuran yang tertunda?


Hanya menunggu waktu saja, pasti semuanya akan terbongkar. Baginya, ada baiknya Eva mengetahui suaminya selingkuh dan menuntut cerai. Demikian ia tidak perlu repot mengembalikan ke dealer jika pada akhirnya tidak mau dimadu.


Urya memang mencintai keduanya, Eva adalah jiwanya dan Alena adalah hatinya. Mereka berdua adalah kehidupan baginya. Terserah orang mau ngomong apa, itulah fakta pahit tidak lucu. Naif sekali.


Andaikan Eva selalu ada di samping Urya dimanapun berada, seorang istri yang ada untuk suaminya. Pasti semua delima tidak akan terjadi. Suruh siapa Eva ingin menang sendiri?


Sebagai suami yang tidak ditemani istri, apakah tau Eva selingkuh atau tidak? Sebab ia jarang di rumah?


Wanita itu adalah tempat penitipan benih laki-laki. Benih itu ditanam di sawah sembilan bulan sepuluh hari. Setelah keluar jadi jabang bayi, katanya.


Sementara Eva sawahnya sudah tandus tidak bisa ditanami benih lagi buat apa? Harusnya dia bersyukur Urya tidak mendepaknya.



Lagi-lagi keluarga dan masalah harta gono-gini problemnya jika Urya menceraikan Eva. Belum lagi keluarga Urya sangat sayang dengan Eva. Olehnya, jika Alena juga sawahnya tandus. Maka Urya akan cari sawah yang subur lagi.


Siapapun wanita yang bisa memberinya keturunan disitulah rumah yang akan Urya tinggali. Hatinya sudah lelah dan sakit saat teman-teman dan saudara bertanya;

"Berapa anakmu, Urya?"

Menjadi pertanyaan terhoror bagi Urya, kalau ia jawab belum punya anak. Mereka berkata, "kamu bisa buat anak tidak, Urya?" sungguh menjengkelkan.


Bahkan ada yang berkata kurang ajar. Kalau Urya tidak bisa buat anak, istrinya diminta untuk dibuatin anak. Coba, sakit apa tidak itu namanya?


Apa Urya salah menikah lagi. Apakah tidak boleh merasakan kebahagiaan memiliki malaikat kecil. Kenapa dunia ini tidak adil, kenapa? Jawab.


Memang bisa saja Urya mengadopsi anak, itu yang terpikirkan saat dihina teman-temanya, akan tetapi Urya tidak sanggup. Itulah mengapa Alena dinikahi siri dulu agar bisa hamil.


Jika bisa hamil baru Urya resmikan atau sebaliknya depak saja jika tidak kunjung bunting. Bukankah jumlah wanita lebih banyak dari pada lelaki?


Jadi secara matematika, semakin banyak sawah yang ditanami benih. Semakin besar peluang untuk Urya memiliki anak. Benar bukan? Urya memang pencinta wanita namun bukan buaya. Karena hanya satu wanita yang bisa memberinya anak dialah yang akan selalu Urya cinta, selamanya.


Jika bukan anaknya kelak, siapa yang akan mewarisi kekayaan dan perusahaan keluarganya ketika Urya meninggal dunia? Jika masih muda tentu istrinya menikah lagi dengan laki-laki lain.


Urya tidak sudi! Bagaimana pun caranya mempunyai keturunan adalah harga mati baginya. Apakah ia akhirnya bisa menemukan perempuan yang bisa hamil?



Next.



Daftar Isi Novel 






Post a Comment for "Pecinta Wanita, Bagian 11, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? "