Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Terkapar, Bagian 13, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa?

Baca Novel Online Cinta Terlarang yang Bikin Baper 


Novel Cinta Terlarang -  Jika mengomel sama dengan membanting piring maka sudah remuklah beling hancur berkeping-keping. Kali ini kemarahannya telah menggelegak,  dikhianati dan harga dirinya telah diinjak-injak tanpa peduli.  Sakit, marah, kecewa dan mengamuk sejadinya.

Ia dulu berkata apapun kesalahan dan kekurangan akan diterima dan dimaafkan. Kecuali satu yaitu diselingkuhi. Sejak kapan istri tidak cemburu melihat suaminya menikah lagi? 

Ada kilatan api di sorot matanya. Tentang hati menggelegar seperti di sambar petir. Cukup! Stop!  Makinya dalam hati. 


"Jan cuk kamu, Urya. Kenapa baru sadar? Betapa bodohnya aku selama ini percaya dan menelan mentah-mentah seluruh bualan dan rayuan menjijikkanmu. Akh.., bren gsek, namun kacau memikirkan tingkah lakumu padaku sejauh ini. Benarkah aku ini wanita bodoh?"

Eva mendelik mematung dengan tubuh gemetar, kata sakit tidak akan sanggub menjelaskanya. Bangkai busuk selama ini disembunyikan akhrirnya terbongkar.

Urya menikah lagi tanpa ijinya.  Haruskah bercerai? 

"Maafkan aku dek Va!"  Urya lirih seperti tanpa dosa mencoba merayu  istrinya yang sudah tidak terkendali.

"Maaf katamu? Gak sudi bangs4t." Kemarahan Eva semakin memuncak seperti orang kesurupan.

"Sayang sudah malu didengar orang kaya di apain aja?" 

Kata-kata suaminya membuat Eva jengah, ingin muntah. Rayuan tidak bisa memadamkan api kecewa. Satu jawabannya, tampar. 

Plakk

"Gila kamu!!" bentak Urya dengan mata menghuncam menahan kesakitan, "sakit tau."


"Sakit? Lebih sakit mana dengan hatiku? Jawab!" Eva mengamuk dan berteriak  memukul-mukul dadanya sendiri. Sakit. Perih. Nyesek.

"Iya sayang aku tau ... Malu didengar tetangga teriak-teriak seperti itu." Urya mencoba merayu lagi  menenangkan.


Lagi-lagi bukanya Eva tenang yang ada ia makin histeris. Menangis guling-guling kelonjotan di lantai seperti anjing gila melolong jauh memecah riuh luka tersayat-sayat perih.

Dinding-dinding bisu menjadi saksi pecahnya rumah tangga mereka yang berantakan.

Bringas dan ganas Eva megigit lengan Urya hingga berdarah-darah. Karena sakit laki-laki itu melawan dengan mendorongnya lalu ia mengikat  kedua  tangan istrinya agar tidak bisa keluar kamar. 


Mulut Eva terus meracau sedari tadi ia sumpal dengan kain agar tidak di dengar tetangga.

Eva  sudah kesetanan terus meronta dan melawan hingga lepas tali mengikat tangannya. Apapun didepannya ia ambil dan lempar sembarangan. Tidak luput benda persegi empat melayang menghantam kepala Urya hingga berdarah.

Sudah habis batas kesabaranya, Urya marah naik pitam. Dilucutilah semua baju istrinya itu lalu tanganya diikat kembali. Satu tujuanya agar Eva tidak ke luar kamar atau ke luar rumah. Jangan sampai tetangga tau bahwa mereka bertengkar. 

Suasana seperti neraka, panas membakar menyala-nyala. Dikuncilah Eva didalam kamar.

****

Kalau saja waktu itu aku tidak jumpa dirinya mungkin semua takkan seperti ini. Dirimu dan dirinya kini ada di hati ini membawa aku dalam kehancuran. Eva kau jiwaku sedangkan Alena adalah hatiku, pilih yang mana?

Cinta ini begitu dalam begitu tipis mudah pecah beribu berkeping-keping, oh Tuhan apa yang harus aku lakukan? Mungkin lirik lagu band Ungu ini mewakili perasaan dan pikir ini.

Demi Waktu

Aku yang tak pernah bisa lupakan dirinya
Yang kini hadir di antara kita
Namun ku juga takkan bisa menepis bayangmu
Yang s'lama ini temani hidup ku

Maafkan aku menduakan cintamu
Berat rasa hati ku tinggalkan dirinya
Dan demi waktu yang bergulir di sampingmu

Maafkanlah diri ku sepenuh hatimu
Seandainya bila... ku bisa memilih...

Kalau saja waktu itu ku tak jumpa dirinya
Mungkin semua takkan seperti ini
Dirimu dan dirinya kini ada di hati ku
Membawa aku dalam kehancuran

Maafkan aku menduakan cintamu
Berat rasa hati ku tinggalkan dirinya
Dan demi waktu yang bergulir di sampingmu

Maafkanlah diri ku sepenuh hatimu
Seandainya bila ... Ku bisa memilih...  


Wanita setulus merpati selincah tupai melompat secerdik ular berbisa mungkin benar adanya kenapa mereka tidak mau mengerti dan memilih egonya? Bukan hanya egois namun juga serakah. Semestinya mereka sadar, sebagai pemilik penitipan benih jika sawahnya kering seharusnya merelakan sawah lain yang subur untuk di tanami.

Sudah menjadi kodrat dan kewajibanya bahwa sawahnya hanya penitipan benih selama sembilan bulan sepuluh hari. Setelah lahir ya bayi itu jadi pemilik benih. Namanya juga penitipan, laki-laki seharusnya bebas dong menitipkan pada siapa saja yang ia percaya.

Kenapa laki-laki tidak pernah benar di mata semua wanita? Ngomong jujur salah, gak ngomong tambah salah. Andaikan saja Eva bisa berjiwa besar tentu aku akan jujur menikah dengan Alena dan kekacauan ini tidak akan terjadi.

Nasi sudah menjadi bubur, kini aku hanya bisa pasrah siapa  setia denganku dialah akan tetap menjadi istriku. Siapapun memberiku keturunan dialah rumah  aku tuju hingga akhir hayatku.  Persetan kata orang ini sudah menjadi janji yang akan aku tepati.


Tidak Tau Harus Berbuat Apa? 


Masih menatap lagit-langit plapon, Urya duduk di sofa ruang tengah  meratapi nasibnya?

Kemudian membersihkan darah lukanya akibat gigitan Eva dengan tisu di atas meja. Ngilu dan perih rasanya bukan pada luka gigitan melainkan dalam hati.


Siapa sangka wanita yang awalnya lemah lembut jika sudah marah bisa beringas dan mengerikan. 

Gundah gulana bingung tidak tau harus berbuat apa? Jika ia menampar istrinya tentu ia akan terkena UU KDART. Olehnya dia memlih diam meski tubuhnya sakit dan remuk akibat kemarahan Eva yang mengamuk membabi-buta.


Melihat darah menempel di tisu membawa ingatannya kembali saat bulan madu di Ungaran. Cinta itu tumbuh bersemi setelah menikah....


Saling berpelukan, Urya mencium kening bidadari surganya begitu lama, begitu dalam. Tubuh gemeteran, lirih terdengar mereka berdoa.

"Kita bukan dua, melainkan satu. Seandainya penyatuan ini menumbuhkan benih dalam rahim, jauhkanlah dari setan yang terkutuk."

Kecupan mendarat di kening Eva, matanya terpejam hatinya jedag-jedug berantakan. Ciuman turun ke alis yang teratur hingga sampai bibir. 

Baku hantam lidah tidak bertulang semakin lama semakin bergelora. Alunan nafas mengiringi nada rindu menderu. Tangan Urya tadi memeluk kini sudah mulai melepaskan segalanya hingga tarian surgawi dimulai. 

"Apapun yang terjadi nanti dimasa depan. Jangan ceraikan dan tinggalkan aku ya, Mas?"

"Iya sayang. Adek istriku."

"Istri bisa cerai. Setelah aku menjadi istri Mas. Aku tidak bisa dengan yang lain seumur hidupku. Janji demi Allah dan Rasulullah jangan pernah ceraikan aku. Apapun yang terjadi."

"Iya sayangku."

"Iya apa, Mas?"

"Iya janji Demi Allah dan Rasulullah, aku tidak akan pernah menceraikanmu."

"Seluruh hidupku aku abidkan untuk Mas Urya. Jangan sakiti aku ya Mas...."


Jangan sakiti? Urya kembali dari lamunanya. Ia sudah menyakiti istrinya. Saat yang sama juga sudah bersumpah untuk tidak pernah menceraikan istrinya. Bersama sakit, berpisah juga sakit. Apa harus dilakukan? 


Sebatang rokok filter ia hisab dalam-dalam setelah disulutnya dengan mancis berwarna biru yang ia keluarkan dari sakunya. 

Merelakannya pergi? Oh tidak, Urya masih sangat mencintai Eva dan ia juga terikat satya. 

Sudah beberapa hari dia tidak menghubungi Alena. Urya hatinya mulai ragu dan bimbang dengan keputusan menikah lagi. Dengan memandangi foto pernikahan mereka yang terpajang didinding, tanpa  terasa air mata laki-laki kelihatanya tegar itupun menetes membasahi pipi.

Suara dalam kamar sudah tidak terdengar  Eva mengamuk, mungkinkah  sudah tenang? Urya kembali ke kamar untuk melihatnya. Ia berpikir, mungkin semuanya bisa dibicarakan dengan baik-baik tidak harus bertengkar.

Namun apa yang terjadi?

Ikatan tangannya lepas dan Eva sudah memakai busana lagi.

"Tidak....." teriak Urya menggelegar gemetar.

Tubuh Eva sudah bersimbah darah, ia mencoba mengiris lenganya sendiri. Beban pikiran yang begitu berat tidak sanggup dipikulnya. Mungkin bunuh diri adalah cara terbaik menghukum Urya agar menderita seumur hidup.


Tubuh Urya menggigil, panik dan ia bertetiak minta tolong melolong panjang dengan suara yang menyayat-nyayat jiwa. Sontak para tetangga tanpa dikomamdo berdatangan lalu membawa Eva ke Rumah Sakit.

Sakit hati Urya karana dia tidak ingin kehilangan Eva. Istri  yang sangat-sangat dia cinta. Penyesalanya kini seolah tiada guna.

"Kenapa kamu lakukan ini padaku, Dek Va?"

 Urya menagis menciumi istrinya selama dalam mobil menuju rukah sakit. "Kamu bisa menghukumku yang lain namun jangan tinggalkan aku sayang."

Secara otomatis semua kenangan indah saat bersama terpapar dalam ingatan Urya, bagaimana saat mereka bertemu hingga saling jatuh cinta? Suka dan duka yang selama ini ia lalui bersama benar-banar menghukum hatinya. Inikah Karma? Oh Tidak ...

Eva memang belum bisa memberinkan Urya keturunan. Tetap saja  ia adalah wanita yang sangat dicintanya. Kalau cinta kenapa menyakitinya dengan menikah lagi? Tidak selama ini Urya tidak tahan dengan cemooh dari teman dan keluarganya.

"Kapan punya anak? Bisa buat anak tidak? Anakmu berapa?"

Pertanyaan-pertanyan yang horor bagi Urya itulah alasan kenapa ia ingin menikah lagi. Berharap Alena memberinya keturunan, setelah itu anaknya kelak akan ia besarkan bersama Eva.

Kenyataanya berbeda, kalau ia jujur tidak mungkin Eva mengijinkan, tapi .... Oh tidak, jangankan keturunan, kini ia akan kehilangan orang yang dicintanya.

"Bila kamu mati, aku juga mati dek Va." Janji Urya naif. Satu hal dalam benaknya, istrinya harus selamat.  Apa yang akan terjadi? 


Next  

Daftar Isi Novel 


Selengkapnya  INDEK LINK DISINI

1 comment for "Terkapar, Bagian 13, Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? "