Sepasang Bidadari Malam, Bagian 29, Cinta Terlarang Mama Muda Ini Dosa Siapa?
Baca Gratis Online Novel Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa?
Novel Cinta Terlarang- Urya masih saja termangu saat tiba di bandara Juanda, Surabaya. Tanganya memegang gadget, terlihat galeri yang berisi semua hal tentang kebersamaan dengan Alena.
“Pengkhiantan,” demikian Urya menamakanya, adalah sebuah permainan semesta sangat tidak lucu sama sekali. Membuat hatinya sakit, remuk, perihnya berantakan.
Banyangan kenangan indah bersama Alena telah mengkikis logika akal sehat. Urya pulang dengan kekalahan, menorehkan sejuta kecewa dan pikiranya terombang-ambing bak perahu berlayar kehilangan arah.
Siapa sangka? Tanpa pernah ia bayangkan adalah tidak lagi hari-hari terjalani bersama Alena. Tidak lagi menjadikan ia tempat berbagi cerita. Tidak ada lagi sedikit bodoh berbagi tertawa bersama.
Urya benar-benar tidak tau bagaimana membayangkan hidupnya nanti, bila orang-orang terkasih menghilang. Ia tidak sanggup menerka takdir apa yang akan terjalani selanjutnya.
“Apakah aku pulang ke Eva karena Alena telah berkhianat atau pergi saja?”
Pagi itu Urya memilih membatalkan membeli tiket pesawat untuk pulang ke Jakarta. Ia memutuskan mencari hiburan menghilangkan stress, berjalan-jalan di kota pahlawan. Pikiranya tertuju Gang Dolly, menjadi pilihan.
"Taxi …" Panggil Urya setelah keluar dari bandara. Dengan cepat kilat sopir-sopir menghampirinya.
"Kemana, Bos?"
"Keliling saja Kota Surabaya."
"Siap 86, Bos," Sopir itu membukaan pintu dan Urya masuk ke dalam mobil.
Surabaya, kota kenang-kenangan. Saat keperawanan Alena tersembahkan, begitu menakjubkan. Sekaligus saat yang sama menjadi perpisahan.
"Ada Cewek yang bisa 'pakai' gak, Pak?" Meluncur begitu saja dari bibir Urya. Otaknya mulai berimaginasi liar. Jika tidak bisa merukunkan Eva dan Alena, mengapa tidak membuat “Eva-Alena” dengan wanita-wanita lain?
"Ada Bos," balasnya dengan senyum mengembang. Tatapan pak sopir tanda paham.
"Bersih gak, Pak?"
"Penampilanya bersih, Bos. Kalau ‘barangnya’ siapa yang tau? Mau Anak Sekolahan atau umuran berapa?"
"Susah juga ya, Pak. Kalau yang cantik pasti udah banyak yang pakai. Kalau jelek staternya gak mau hidup."
"Yok opo, Bos ... Bos," balas Pak Sopir memberikan gadgetnya. Mereka tertawa bersama. Hanya sesama lelaki dewasa yang paham percakapan alam seperti itu.
Sejenak Urya bisa sedikit menghilangkan beban stres. Satu persatu foto-foto cewek dalam layar datar, mulai Urya scrol, rata-rata memang mereka masih umur 18 tahun hingga kepala tiga. Kemudian Urya memilih salah satu dan menjemputnya.
Roda mobil mengelinding kencang di atas jalanan aspal Kota Surabaya bersama angan Urya menggila. Beberapa waktu kemudian mobil berhenti di dekat salah satu minimarket. Tidak menunggu waktu lama pesanan tiba, seorang gadis cantik, berkulit putih dengan penampilan berbeda dan mempesona.
Rambut lurus seperti serutan sekam, bulu mata lentik gadis itu tersenyum dan segera masuk ke dalam mobil. Semerbak harum parfumnya memenuhi ruangan dalam mobil.
“Jalan, Pak,” perintah Urya pada Pak Sopir untuk membawa taxi melaju. Sejenak hening yang terdengar hanya deru roda menggelinding.
Mata Urya mulai membayangkan gadis itu selayaknya Alena. Pandangnya menyusuri inci-demi inci, dari ujung rambut hingga kaki.
“Celine …” Gadis itu menjulurkan tangan, memperkenalkan diri. Perkenalan mulai mengalir hangat pada keduanya. Urya sengaja tidak langsung menuju hotel, mereka memilih berkeliling kota surabaya. Mulai dari pasar Atom, Tunjungan dan Mall-mall besar di kota pahlawan.
Selayaknya pasangan suami-istri yang tengah berbulan madu, Urya dan Celine bersenang-senang, melepaskan segala beban pikiran. Sebuah drama seindah impian dengan Urya sebagai sutradaranya.
Sutradara Urya meminta Celine mencari pemain tambahan untuk memerankan tokoh Eva. Sebagaimana naskah skrip film “Eva-Alena”, memainkan peran sebagi bidari-bidari khayalan Urya. Malamnya mereka menginap di SBA Hotel.
Segera Urya mengeluarkan KTP untuk standard check in dan menunggu sejenak di area lobby, mempersiapkan kamar. Tidak beberapa lama, staff resepsonis memangil mengatkan kamar sudah siap.
Karena badan sudah terasa lelah, mereka segera naik ke lantai satu menuju kamar. Urya hamburkan tubuhnya di atas ranjang besar dalam kamar bertipe Suite hingga membentuk cekungan tubuhnya. Sementara Celine segera masuk kamar mandi membersihkan diri.
Seandainya saja Eva dan Alena rela saling berbagi suami, mungkin Urya tidak akan sekakit ini? Terpaksa membuat sebuah permainan dengan pemeran wanita-wanita lain. Barangkali pemikiran nakal Urya hanyal halu akut akan pahitnya kenyataan bahwa, wanita mana yang rela dimadu?
Pikiran-pikiran itu berkecamuk sepanjang hari, berlanjut sepanjang malam, sepanjang bulan hingga semuanya berakhir berantakan. Maka terpaksa Urya mengambil kesimpulan sendiri.
Bel berbunyi, membuyarkan lamunan Urya. Ternyata itu adalah teman wanita “pemain” yang telah disiapkan tiba.
“Sudah menunggu lama?” Bidiadari kedua bertanya sambil menjulurkan tangan,” Angela,” imbuhnya memperkenalkan diri.
Sudatradara mulai menawarkan kerja sama kontrak pada mereka berdua untuk tujuh hari. Setelah tawar-menawar harga dan tercapai kesepakatan, Urya langsung membayar lunas dimuka.
Selama sepekan, Celine dan Angela memainkan peran “Eva-Alena” sebagai bidadari-bidari surgaloka. Harga bukan sebuah masalah bagi Urya, kepuasan batin tidak bisa diukur dengan apapun juga.
Ketika bicara jujur tidak lagi dihargai, mungkin materialistik bisa menghargainya? Bukan Urya tidak menyadari apa yang dilakukanya itu sebuah kesalahan. Sangat sadar, hanya ia tidak suka pada sesuatu yang ribet.
Bukankah wanita di dunia ini bukan “Eva-Alena” saja? Masih banyak wanita-wanita lain yang bisa memberinya cinta “Eva-Alena” walaupun dengan cara menukar dengan uang, benarkah? Kenyatannya Urya tenggelam dalam kegilaan akibat sakit hati.
Terluka akibat tertusuk duri, seiring berjalannya waktu bisa sembuh sendiri. Sementara lubang dalam dada? Hanya cinta yang mampu mengobatinya.
“Kamu cantik sekali,” kata Urya mendekat. Matanya lekat menatap Celine masih berendam dalam bathub berisi air hangat. Gadis itu mungkin juga kelelahan menemani dan mendengarkan ocehan mulut Urya seharian penuh.
Angela tersenyum dalam hati … dasar pengusaha, selalu merasa segala sesuatunya bisa diatur. Tetapi gadis asal Minahasa itu tidak ingin membuat Urya kecewa.
“Apa iya sih, Aa?” Celine menyambut, membiarkan satu-satunya pria dalam kamar itu menikmati keindahan lukisan Maha Pecipta. Begitu polos, lukisan itu seperti anggur merah, sangat memabukan.
“Sudah mandi belum, Sayang?” Urya berbalik menatap Angela yang berdiri dibelakangnya.
“Cantik begini masa belum mandi, Bang?” balik Angela bertanya, pura-pura tidak paham dengan pertanyaan Urya.
Angela sengaja memainkan layangan, tarik ulur agar Urya tidak begitu udah mendapakat lukisan alam semesta itu.
“Emm iya, jo.” Sindir Urya sambil mencubit pipinya. Urya menelan ludahnya sendiri saat Celine berdiri, sabun masih menempel, basah, memaksa detak jantung resah. Segera terbayang tubuh Alena, seolah terpampang nyata istri keduanya menjelma pada gadis amoy itu.
Celine mulai jengkel karena hanya dianggap lukisan alam, mulai menunjukan keahlianya. Gerakan mendesis seperi ular, memancarkan getaran-getaran listrik, kapan saja menyengat dahsyat.
“Sabar dulu atuh, Neng," Urya mencoba mengendalikan suasana, menyusun kembali kepingan-kepingan kesedihan. Entah bagaimana mulanya, setiap memandang mata Celine, Urya merasakan sesuatu, seolah mata itu menyimpan kepedihan.
Angela menyaksikan drama tatapan Urya dan Celine, membuat pelita dalam dadanya menyala, segalanya mulai memanas. Kini ketiganya bagai anak kecil yang tengah bermain dan mandi di sungai, mengalirkan debar kenikmatan belaka.
"Oh begitu, Angela aja yang cantik ini?" Celine mencebik manja. Urya berhasil membuat dua biadadari itu saling cemburu. Sebuah cemburu yang Urya tunggu-tunggu agar ada emosi saat memainkan peran yang sudah ditentukan.
Urya menghela nafas, menguatkan hatinya. Terkadang mencubit dirinya sendiri, seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi. Bagaimana mungkin impiannya menyatukan Eva dan Alena kini terwujud dengan pengganti Celine dan Angel. Ia sadar itu hanya kenikmatan semu.
Seumur hidup inilah pertama kalinya Urya bersama dua wanita dalam satu bak mandi. Ia menciptakan takdirnya sendiri, tanpa peduli apa yang akan terjadi nanti. Terlanjur basah ya sudah ...
"Kamu bukan cantik namun gelis, atuh, Neng," bisik Urya dalam desah. Biar bagaimanpun juga, lelaki yang nafasnya terasa hangat menuju tengkuknya itu adalah pria pertama yang begitu menghargai tubuh wanita. Bagi Celine, ini pertama kalinya merasa diperlakukan sebagai perempuan. Romantis, hangat dan ... apa yang akan terjadi? Next
Novel Cinta Terlarang- Urya masih saja termangu saat tiba di bandara Juanda, Surabaya. Tanganya memegang gadget, terlihat galeri yang berisi semua hal tentang kebersamaan dengan Alena.
“Pengkhiantan,” demikian Urya menamakanya, adalah sebuah permainan semesta sangat tidak lucu sama sekali. Membuat hatinya sakit, remuk, perihnya berantakan.
Banyangan kenangan indah bersama Alena telah mengkikis logika akal sehat. Urya pulang dengan kekalahan, menorehkan sejuta kecewa dan pikiranya terombang-ambing bak perahu berlayar kehilangan arah.
Siapa sangka? Tanpa pernah ia bayangkan adalah tidak lagi hari-hari terjalani bersama Alena. Tidak lagi menjadikan ia tempat berbagi cerita. Tidak ada lagi sedikit bodoh berbagi tertawa bersama.
Urya benar-benar tidak tau bagaimana membayangkan hidupnya nanti, bila orang-orang terkasih menghilang. Ia tidak sanggup menerka takdir apa yang akan terjalani selanjutnya.
“Apakah aku pulang ke Eva karena Alena telah berkhianat atau pergi saja?”
Pagi itu Urya memilih membatalkan membeli tiket pesawat untuk pulang ke Jakarta. Ia memutuskan mencari hiburan menghilangkan stress, berjalan-jalan di kota pahlawan. Pikiranya tertuju Gang Dolly, menjadi pilihan.
"Taxi …" Panggil Urya setelah keluar dari bandara. Dengan cepat kilat sopir-sopir menghampirinya.
"Kemana, Bos?"
"Keliling saja Kota Surabaya."
"Siap 86, Bos," Sopir itu membukaan pintu dan Urya masuk ke dalam mobil.
Surabaya, kota kenang-kenangan. Saat keperawanan Alena tersembahkan, begitu menakjubkan. Sekaligus saat yang sama menjadi perpisahan.
"Ada Cewek yang bisa 'pakai' gak, Pak?" Meluncur begitu saja dari bibir Urya. Otaknya mulai berimaginasi liar. Jika tidak bisa merukunkan Eva dan Alena, mengapa tidak membuat “Eva-Alena” dengan wanita-wanita lain?
"Ada Bos," balasnya dengan senyum mengembang. Tatapan pak sopir tanda paham.
"Bersih gak, Pak?"
"Penampilanya bersih, Bos. Kalau ‘barangnya’ siapa yang tau? Mau Anak Sekolahan atau umuran berapa?"
"Susah juga ya, Pak. Kalau yang cantik pasti udah banyak yang pakai. Kalau jelek staternya gak mau hidup."
"Yok opo, Bos ... Bos," balas Pak Sopir memberikan gadgetnya. Mereka tertawa bersama. Hanya sesama lelaki dewasa yang paham percakapan alam seperti itu.
Sejenak Urya bisa sedikit menghilangkan beban stres. Satu persatu foto-foto cewek dalam layar datar, mulai Urya scrol, rata-rata memang mereka masih umur 18 tahun hingga kepala tiga. Kemudian Urya memilih salah satu dan menjemputnya.
Roda mobil mengelinding kencang di atas jalanan aspal Kota Surabaya bersama angan Urya menggila. Beberapa waktu kemudian mobil berhenti di dekat salah satu minimarket. Tidak menunggu waktu lama pesanan tiba, seorang gadis cantik, berkulit putih dengan penampilan berbeda dan mempesona.
Rambut lurus seperti serutan sekam, bulu mata lentik gadis itu tersenyum dan segera masuk ke dalam mobil. Semerbak harum parfumnya memenuhi ruangan dalam mobil.
“Jalan, Pak,” perintah Urya pada Pak Sopir untuk membawa taxi melaju. Sejenak hening yang terdengar hanya deru roda menggelinding.
Mata Urya mulai membayangkan gadis itu selayaknya Alena. Pandangnya menyusuri inci-demi inci, dari ujung rambut hingga kaki.
“Celine …” Gadis itu menjulurkan tangan, memperkenalkan diri. Perkenalan mulai mengalir hangat pada keduanya. Urya sengaja tidak langsung menuju hotel, mereka memilih berkeliling kota surabaya. Mulai dari pasar Atom, Tunjungan dan Mall-mall besar di kota pahlawan.
Selayaknya pasangan suami-istri yang tengah berbulan madu, Urya dan Celine bersenang-senang, melepaskan segala beban pikiran. Sebuah drama seindah impian dengan Urya sebagai sutradaranya.
Sutradara Urya meminta Celine mencari pemain tambahan untuk memerankan tokoh Eva. Sebagaimana naskah skrip film “Eva-Alena”, memainkan peran sebagi bidari-bidari khayalan Urya. Malamnya mereka menginap di SBA Hotel.
Segera Urya mengeluarkan KTP untuk standard check in dan menunggu sejenak di area lobby, mempersiapkan kamar. Tidak beberapa lama, staff resepsonis memangil mengatkan kamar sudah siap.
Karena badan sudah terasa lelah, mereka segera naik ke lantai satu menuju kamar. Urya hamburkan tubuhnya di atas ranjang besar dalam kamar bertipe Suite hingga membentuk cekungan tubuhnya. Sementara Celine segera masuk kamar mandi membersihkan diri.
Sepasang Bidadari Bumi
Seandainya saja Eva dan Alena rela saling berbagi suami, mungkin Urya tidak akan sekakit ini? Terpaksa membuat sebuah permainan dengan pemeran wanita-wanita lain. Barangkali pemikiran nakal Urya hanyal halu akut akan pahitnya kenyataan bahwa, wanita mana yang rela dimadu?
Pikiran-pikiran itu berkecamuk sepanjang hari, berlanjut sepanjang malam, sepanjang bulan hingga semuanya berakhir berantakan. Maka terpaksa Urya mengambil kesimpulan sendiri.
Bel berbunyi, membuyarkan lamunan Urya. Ternyata itu adalah teman wanita “pemain” yang telah disiapkan tiba.
“Sudah menunggu lama?” Bidiadari kedua bertanya sambil menjulurkan tangan,” Angela,” imbuhnya memperkenalkan diri.
Sudatradara mulai menawarkan kerja sama kontrak pada mereka berdua untuk tujuh hari. Setelah tawar-menawar harga dan tercapai kesepakatan, Urya langsung membayar lunas dimuka.
Selama sepekan, Celine dan Angela memainkan peran “Eva-Alena” sebagai bidadari-bidari surgaloka. Harga bukan sebuah masalah bagi Urya, kepuasan batin tidak bisa diukur dengan apapun juga.
Ketika bicara jujur tidak lagi dihargai, mungkin materialistik bisa menghargainya? Bukan Urya tidak menyadari apa yang dilakukanya itu sebuah kesalahan. Sangat sadar, hanya ia tidak suka pada sesuatu yang ribet.
Bukankah wanita di dunia ini bukan “Eva-Alena” saja? Masih banyak wanita-wanita lain yang bisa memberinya cinta “Eva-Alena” walaupun dengan cara menukar dengan uang, benarkah? Kenyatannya Urya tenggelam dalam kegilaan akibat sakit hati.
Terluka akibat tertusuk duri, seiring berjalannya waktu bisa sembuh sendiri. Sementara lubang dalam dada? Hanya cinta yang mampu mengobatinya.
“Kamu cantik sekali,” kata Urya mendekat. Matanya lekat menatap Celine masih berendam dalam bathub berisi air hangat. Gadis itu mungkin juga kelelahan menemani dan mendengarkan ocehan mulut Urya seharian penuh.
Angela tersenyum dalam hati … dasar pengusaha, selalu merasa segala sesuatunya bisa diatur. Tetapi gadis asal Minahasa itu tidak ingin membuat Urya kecewa.
“Apa iya sih, Aa?” Celine menyambut, membiarkan satu-satunya pria dalam kamar itu menikmati keindahan lukisan Maha Pecipta. Begitu polos, lukisan itu seperti anggur merah, sangat memabukan.
“Sudah mandi belum, Sayang?” Urya berbalik menatap Angela yang berdiri dibelakangnya.
“Cantik begini masa belum mandi, Bang?” balik Angela bertanya, pura-pura tidak paham dengan pertanyaan Urya.
Angela sengaja memainkan layangan, tarik ulur agar Urya tidak begitu udah mendapakat lukisan alam semesta itu.
“Emm iya, jo.” Sindir Urya sambil mencubit pipinya. Urya menelan ludahnya sendiri saat Celine berdiri, sabun masih menempel, basah, memaksa detak jantung resah. Segera terbayang tubuh Alena, seolah terpampang nyata istri keduanya menjelma pada gadis amoy itu.
Celine mulai jengkel karena hanya dianggap lukisan alam, mulai menunjukan keahlianya. Gerakan mendesis seperi ular, memancarkan getaran-getaran listrik, kapan saja menyengat dahsyat.
“Sabar dulu atuh, Neng," Urya mencoba mengendalikan suasana, menyusun kembali kepingan-kepingan kesedihan. Entah bagaimana mulanya, setiap memandang mata Celine, Urya merasakan sesuatu, seolah mata itu menyimpan kepedihan.
Angela menyaksikan drama tatapan Urya dan Celine, membuat pelita dalam dadanya menyala, segalanya mulai memanas. Kini ketiganya bagai anak kecil yang tengah bermain dan mandi di sungai, mengalirkan debar kenikmatan belaka.
"Oh begitu, Angela aja yang cantik ini?" Celine mencebik manja. Urya berhasil membuat dua biadadari itu saling cemburu. Sebuah cemburu yang Urya tunggu-tunggu agar ada emosi saat memainkan peran yang sudah ditentukan.
Urya menghela nafas, menguatkan hatinya. Terkadang mencubit dirinya sendiri, seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi. Bagaimana mungkin impiannya menyatukan Eva dan Alena kini terwujud dengan pengganti Celine dan Angel. Ia sadar itu hanya kenikmatan semu.
Seumur hidup inilah pertama kalinya Urya bersama dua wanita dalam satu bak mandi. Ia menciptakan takdirnya sendiri, tanpa peduli apa yang akan terjadi nanti. Terlanjur basah ya sudah ...
"Kamu bukan cantik namun gelis, atuh, Neng," bisik Urya dalam desah. Biar bagaimanpun juga, lelaki yang nafasnya terasa hangat menuju tengkuknya itu adalah pria pertama yang begitu menghargai tubuh wanita. Bagi Celine, ini pertama kalinya merasa diperlakukan sebagai perempuan. Romantis, hangat dan ... apa yang akan terjadi? Next
akhirnya .... :D :D
ReplyDeleteAkhirnya kenapa, Kak?
DeleteðŸ¤ðŸ¤ðŸ¤ªðŸ¤ª
episode 30 dst kok gak ada kak?
ReplyDeleteLihat bawah sendiri, part selanjutnya. Atau diindek link untuk lihat semua partnya
Delete