Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Menguntai Masa Lalu, Bagian 28, Cinta Terlarang Remaja Ini Dosa Siapa?

Baca Gratis Novel Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? Episode 28


Novel Cinta Terlarang- Taukah kamu apa yang paling menyiksaku di penghujung hari? Adalah angin dingin tanpa suara hangatmu. Ragaku mengaduh, tertusuk remuk tidak berkesudahan. Hujan-hujan air mata mulai mengalunkan simfoninya yang sayu tidak lagi merdu. 

Menguntai masa lalu yang pernah terjadi kini kembali terdengar, membuatku menuliskan sebuah cerita agar aku kembali terjaga. Demi air hujan yang membasuh laraku, kita tetap berpelukan walau dalam bayangan.


Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? 18 Tahun yang lalu.

Waktu berjalan tiga bulan lamanya Urya tidak memberikan kabar pada Alena di pulau dewata. Seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami akhirnya celah untuk kabur sejenak dari pengawasan dari sapam lampir muda menindas, Eva istri pertamanya Urya dapatkan. Kesempatan peluang emas, akhirnya terbentang juga.


"Mas bolehkan melihat sebentar proyek di Kalimantan, Dek?"
"Mas kan udah janji?"
"Iya. Ini yang terakhir!"
"Benar?"
"Iya sayang," Urya merayu, modus akal bulus.

Hari itu Urya pergi ke kalimantan untuk melihat proyek disana dan tiket pesawat sudah terbeli.

(Baca cerita sebelumnya saat Urya pamitan pada Eva untuk pergi ke Kalimantan)

Urya menjadikan proyek di Kalimantan  sebagai alasan untuk menemui Alena di Bali. Pucuk cinta ulampun tiba, di tengah perjalanan ia bertemu sesorang yang ingin pulang kampung dan tidak memiliki biaya.

Bukannya sok baik hati, memang sudah menjadi tradisi Urya gemar berderma, ia memberikan tiket pesawat pada orang tersebut dengan atas namanya. Beruntunglah saat check in bisa lolos dan ia terbang ke pulau boerneo sedangkan Urya memilih menggunakan bus lewat darat menuju Bali.


Siapa sangka ternyata pesawat yang seharusnya membawa Urya ke Kalimantan mengalami kecelakaan. Urya selamat karena yang berada di pesawat tersebut adalah orang lain.

Jika ia memberikan kabar pada Eva tentu impiannya untuk memiliki keturunan dari Alena semakin sulit. Itulah kenapa ia memilih tidak memberikan kabar pada Eva bahwa ia baik-baik saja.

(Pada cerita sebelumnya, Urya tidak mengetahui perihal kehamilan Eva. Urya sama sekali tidak tau punya putra Raditya)

Sesampainya Urya di Bali ternyata rumah Alena sudah kosong dan menurut tetangga dia pulang ke Jawa Timur. Tanpa berpikir panjang kali lebar Urya menyusul untuk memberikan kejutan pada Alena.



Malang, Jawa Timur Awal November


Senja itu cerah dan sejuk sekali di Kota Malang. Langit tampak terang, angin dingin membelai mesra pucuk-pucuk pohon besar yang tegak berdiri di sepanjang jalanan. Sambil bersenandung, Urya sudah tidak sabar ingin segera memeluk Alena, istri muda yang begitu dirindukan.

Tersebab rindu ada orang ingin hidup selamanya, sekaligus saat yang sama karena rindu ingin mati secepatnya. Rindu itu berat, Jendral. Dilan aja tidak kuat, biar Urya saja.

Unisma, Malang 

Unisma, Malang 


Urya memang beberapa kali pergi ke Malang untuk urusan pekerjaan. Sedangkan datang ke rumah Alena ini adalah pertama kalinya. Berbekal alamat dalam note smarphone yang dulu pernah Alena berikan saat di Bali.

Udara bening tanpa warna dingin, di desa Pesangrahan, Batu, Malang. Menyambut kedatangan Urya malam itu setelah melewati Kota Malang. Semburat lampu menyala menyapa gelap malam membuat nampak peni akan perkampungan yang berjajar naik turun di atas bukit pegunungan. Kerlap kerlip nyala lampu begitu menakjubkan menghias langit.


"Permisi numpang nanya, Pak?" Urya bertanya pada sekelompok bapak-bapak mengenakan pakaian batik, sepetinya kondangan pernikahan.
"Iya, apa yang bisa dibantu, Mas?” balas salah satu Bapak berwajah ramah.

"Benarkah ini alamat rumah Alena, Pak?" Urya menjulurkan tangan, memberikan smartphonya, menunjukan alamat yang tertera, untuk memastikan alamanya benar.

"Alena siapa ya, Mas?"
"Alena yang bekerja di Bali."
"Oh … Apa yang hari ini punya hajad.? Itu di depan, Mas!” tunjuk mereka kemudian pergi. Rumahnya kelihatan ramai, Urya mulai diresapi perasaan bertanya-tanya. Rumahnya ramai? Ada apa ini, siapa yang menikah?

"Permisi numpang tanya lagi, Pak?" Ia tergopoh menghentikan salah satu para bapak-bapak dengan berjau rapi yang lain.

"Ada yang bisa dibantu, Mas?" Bapak-bapak itu merasa heran melihat Urya wajahnya pucat-pasi, sakit tidak berdarah.

"Apa yang sedang melakukan resepsi pernikahan itu Alena, Pak?"
Urya masih tidak percaya dengan apa yang terjadi dihadapanya. Apakah itu sebuah mimpi buruk atau lingkaran karma? Ia sangat terpukul. Lingkaran karma membawa ingatanya malam pertama dengan Alena di Surabaya …. 


*
“Sakit, Kak … Pelan-pelan,” Alena memelas, menatap Urya dalam-dalam. 

“Jika kamu belum siap, aku bisa menundanya,” Urya mendengus kesal, wajahnya bisa dilipat-lipat seperti buku usang. Alena memejamkan mata, menganguk mempersilahkan masuk. 

“Sakit, Kak … Pelan-pelan,” Alena mencebik lesu, menatap Urya sayu. 

“Asudahlah, jika bunga terindah di dunia itu tidak bisa kamu berikan padaku, berikan saja pada lelaki lain yang kamu cintai,” Urya beranjak, memalingkan wajah, kesal dan menyebalkan.

“Kak Urya … Maafin aku,” sebening tirta membasahi pipi Alena membentuk pulau keterasingan. Urya masih mematung, memandang nyalang langit-langit platfon hotel. “Kak Urya marah?”

Lidahnya kelu, Urya tidak tau harus berkata apa? Tersebab apapun yang dilakukan selalu berakhir dengan jawaban salah. Pikiranya terpenjara.

“Demi Alam Semesta Raya, aku Alena bersumpah bahwa bungaku hanya untuk Kak Urya seumur hidupku. Catat. Aku memang bukan wanita suci yang pandai berkhotbah, bukan pula shalihah. Tapi ingat, Kak....

Ada orang rajin ibadah sekaligus saat yang sama gemar ghibah. Ada suka berzina sekaligus gemar berderma. Pada akhirnya semua orang hanya berbeda memilih jalan dosa. Aku Alena, apapun yang terjadi tidak akan menarik kata-kataku,” Alena panjang kali lebar bukan sembulan lemak meyakinkan Urya bahwa cintanya tidak tersentuh pamrih.

“Yakin? Jangan membuat sumpah seperti itu. Kamu tau siapa aku? Sabdo ratu pandito wali. Apa yang terucapkan adalah tuntutan moral seumur hidup,” tegas Urya menatap Alena.

Malam itu mahkota suci terkorbankan disaksikan alam semesta. Darah suci mengalir terbungkus lamilating untuk selamanya ….

*

"Benar sekali, Mas," jawaban Bapak-bapak itu bagaikan pertir menggelegar, menyambar hati Urya hancur berkeping-keping. Apakah mungkin Alena akan menikah dengan pria lain?

"Suaminya orang mana, Pak?" tanyanya lirih menahan sesak dalam dada, remuk porak-poranda.
"Oh suaminya teman sekolahnya dulu. Katanya mereka bertemu di Jakarta kemudian pulang kampung dan menikah."

Menikah? Tidak … Bagaimana mungkin Alena bisa mengkhianati Urya seperti itu? Tubuhya gemetar tersengat sangat menahan amarah tidak tertahan berantakan, sakit hancur lebur. Hidupnya bagaikan masuk kedalam air kubangan, hingga sulit untuk bernafas.


Benar adanya mahkota kesucian Alena memang diberikan pada Urya, lantas apa artinya wanita itu menikah dengan laki-laki lain? Begitu mudahnya Alena mencampakan Urya tanpa perasaaan.

Tidak ... Urya adalah lelaki lelananging jagat, tentu tidak ada ruginya bahkan seharusnya ia merasa beruntung karena keperawanan Alena dipersembahkan. Buat apa Urya menyesal? Jawab!


Oh Sakitnya ... Memutar-mutar isi kepala Urya rasanya seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja. Alena itu hatinya dan tentu saja bagaimana Urya bisa hidup tanpa hati ini? Tidak lengkap, gersang, hampa. Bodoh ... Bodoh sekali Urya masih saja mengharapkan cinta dari seorang yang telah berkhianat. Apa Urya terlalu naif atau karma semesta?


Semoga saja hukum karma membalasnya ....
Tidak ...

Itu bukan karma untuk Urya. Ya Tuhan Sang Maha Pencipta apa yang harus Urya lakukan? Langit dan bumi sebagai saksi Urya tidak rela diperlakukan seperti itu, menghancurkan pernikahan mereka harus terjadi. Lantas bagaimna dengan Eva yang telah Urya khianati?

Tidak ... Perlahan sayup-sayup terdengar prosa pesakitan hatinya Urya yang remuk.

Prosa Pesakitan Hati

Aku dapat mendengarmu wahai cintaku, mendengar panggilan dari sebrang lautan dan merasakan kelembutan sentuhan sayap-sayap jiwamu. Aku tinggalkan ranjang tidurku dan berjalan di atas rerumputan, embun malam membasahi pakaian dan kaki ini.

Aku di sini berdiri di bawah keindahan bunga pohon-pohon kenari menanti panggilan jiwamu. Apakah kamu masih ingat saat kita bercengkerama di bawah rindang pepohonan yang menaungi kita dari kemanusiaan? Sebagaimana tulang rusuk melindungi rahasia illahi dalam hati agar tidak terluka.

Apa kamu masih ingat saat kita bercanda manja di bawah rindang pepohonan dan pulangnya bentol semua karena di gigit nyamuk.

Aku membiarkan diriku dalam rindu, karea aku tidak lagi mampu. Taukah kamu apa yang paling menyiksaku dipengujung malam? Adalah aku tidak lagi mampu membisikan desah ditelingamu berulang kali seperti dulu. 

Mungkin suatu hari nanti kita bersyukur karena terpisah. Jika tidak, apa mungkin akan terangkai aksara menyanyat jiwa, sesakan dada. 

Ternya Urya masih hidup, tidak pulang ke Eva tidak juga pada Alena, lantas kemanakah dia selama ini?  

Daftar Isi Novel 


 Selengkapnya Part 1- 50  INDEK LINK 

Post a Comment for "Menguntai Masa Lalu, Bagian 28, Cinta Terlarang Remaja Ini Dosa Siapa? "