Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Misteri Ekspedisi Pedalaman Hutan Kalimantan, Royal Princes Of Kuyang, Episode 3

Novel  Horor dan  Misteri,  Princes Of Kuyang



Gawi hantan tirimg, salam pahari! 

Adalah diangkat dari cerita masyarakat pedalaman kalimantan tengah. Sebuah novel untuk didedikasikan pada penyelamatan hutan kalimantan lewat sebuah karya fiksi horor. 



Horor Seram, Misteri Royal Princes Of Kuyang 

20 Tahun yang lalu....


Lagit baru saja mengulung mendung pagi tergesa seperti biasanya. Menyulap terang menjadi gelap cahaya remang. Bunyi-bunyi hewan dalam hutan bersahutan penuh pertanyaan hari itu. Sekelompok orang dari ibu kota melakukan ekspedisi dengan misi survey pembebasan lahan untuk kebun kelapa sawit. Seperti desa lain sepanjang sungai Seruyan dan Sungai Lamandau banyak yang sudah menjadi perkebunan kelapa sawit.


Berbeda  dengan Desa Sambi Kecamatan Arut Utara Kabupaten Kota Waringin Barat. Penduduk desa Sambi menolak karena bagi mereka hutan adalah kehidupan. Di samping itu ada desa tersembunyi dibalik bukit tengah hutan. Ya itu Desa Ayawan ( Hidden village). Tapi bukan Konoha seperti di Naruto ya.





Dari desa Ayawan inilah kisah 'Hantu kepala pemakan ari - ari' dimulai. Mereka menyebutnya Kuyang dan tanpa di sadari tiem expedisi ini mereka terjebak di sana.

"Sebentar lagi hari akan gelap. Ayo cari kampung dekat disini," ucap Rico pimpinan tiem.

"Baik Bos," timpal Rahman. Setelah menyelusuri hutan akhirnya mereka sampai juga di desa dan rombongan itu menginap di rumah kepala suku.


Angin dingin singup hawa getar terasa redup entah itu sesuatu yang ganjil sedikit hawa menggigil, desa tengah hutan rumah panggug berbanjar sepanjang pingir sungai rawa-rawa. Indahnya suara hewan terkadang membawa hawa dingin membuat bulu kuduk merinding.

Tikar anyaman khas kalimantan di gelar di atas lamin papan ulin terasa sejuk angin dari rumah panggung kepala suku. Terlihat kepala rusa bertanduk ganjil berjejer di atas dinding,  nampak dari kepala rusa mata melihat yang seolah mengawasi. 

"Kamu tau gak sepertinya desa ini mistis. Entah mengapa aku selalu merinding, Richard." 
"Ah itu perasaanmu saja."
"Tidak Ric, tanya saja sama Aldy!" seru Rahman dengan menyerengitkan keningnya. Sementara Aldy yang hanya bengong diam tanpa kata. Pikirannya terjebur pada  sosok  gadis yang ia lihat disungai 


"Memang benar perawan kalimantan memang sungguh catik tidak kalah dengan artis Drakor. Bahkan SNSD, Tae Yeon Pun lewat. Prawan Kalimantan memang menawan," tanpa sadar bibir Aldy begitu mudah bicara sendiri. Sebuah kekaguman atau mungkin awal bencana? 


"Aldy, jangan cari masalah ya di sini. Jangan sampai 'anu' mu hilang," bentak Rahman terkekeh, tatapannya mengejek.

Aldy sepertinya sudah silap mata terkena guna-guna? Sama sekali ia tidak menyadari  akan menjadi mangsa dari Antang Badiang.


Tanah malai bulu perindu menjerat Aldi, mengendalikan pikirannya. Siapapun yang terkena tanah malai, hatinya tidak akan mampu berpaling. 


Kebijaksanaan Antang Badiang 



Memang di usianya yang sudah tidak muda lagi, Antang semakin 'bijak' mengontrol dirinya. Dulu ia membutuhkan darah segar setidaknya sekali dalam satu bulan. Namun sudah lebih dari dua puluh tahun terakhir dia berhasil menjadikannya cukup satu dalam sebulan. 


Hanya saja ia perlu asupan yang lebih besar, lebih banyak darah. Anak kecil dan bayi tidak akan mencukupi kebutuhannya dan yang paling pas adalah remaja.


Satu persatu remaja belia usia antara 15 - 20 tahun di desa-desa sekitar Ayawan lenyap setiap bulannya. Tidak banyak orang yang akan mencurigai hilangnya para remaja tersebut. Warga pun hanya menganggap mereka melarikan diri ke kota akibat tekanan kemiskinan.


Muslihat dan teror mengerikan ia ciptakan. Merubah wujud menjadi Diang Ama untuk mengelelabuhi warga dalam perburuan mangsanya, mencuri ari - ari bayi atau berburu warga.

Sehingga anggapan orang kampung adalah itu kutukan dendam. Bahkan Tetua adat dan warga tidak mengetahui jika pelaku sebenarnya adalah Antang Badiang.





Pagi telah tiba, Desa Ayawan indah menyapa, udara sejuk bertajuk embun, nyainyian burung menari indah menawan. Biasanya desa-desa di Kalimantan ada di pinggiran sepanjang Sungai. Berbeda dengan Desa Ayawan yang berada dibalik bukit dikelingi rawa-rawa dan hutan durian.


Begitu lebat, di dalam hutan durian ini ada berbagai macam buah-buahan, ada cempedak, langsat, duku, kampul, rambutan hutan, kerantungan dan berbagai buah hasil hutan. Sungguh ini memang surganya dunia.


Penduduk Ayawan memegang teguh tradisi. Mereka tidak mau menghianati hutan. Seperti desa- desa yang lain.


Lihat penduduk kampung-kampung itu sekarang, kemana mereka mencari ranting dan kayu lagi untuk masak didapur, jika hutan sudah habis terbakar.


"Pribumi menjadi budak dinegri sendiri. Mereka semua hidupnya tergantung dari perusahaan. Itu bukan 'Ayongku' lagi seperti yang mereka banggakan selama ini," kata Rico.


"Apa yang lu katakan Ric, kita disini dalam misi membebaskan lahan bukan membela mereka," sanggah Aldy.

Hari itu kebetulan ada acara 'Tewah' (pemakam orang mati) yang mana Rico dan kawan-kawan mendapat undangan dari tetua adat. 

Menolak pemberian makan atau minuman yang dihidangkan itu namanya 'kepuhunan'. Acara begitu sakral,  di desa Ayawan mereka disuguhi 'baram' yang di campur dengan tempoyak.


"Minuman jorok."

Aldy mengumpat tanpa tedeng aling-aling, merasa jijik melihat campuran tempoyak dan baram. Baginya, bagaimana seorang tamu disuguhi menuman seperti itu? 


"Huss...Kalau gak mau dulit sedikit napa. Dari pada 'kepuhunan' tau rasa lu." 

Rico mencoba menasehati. Bagaimanapun juga setiap daerah punya kearifan lokal tersendiri yang layak untuk dihormati, meski tidak membuat nyaman. Apalagi bagi seorang pendatang?


"Ahk....Apaan sih lu? Zaman now percaya takhayul?" Aldy merasa benar dengan keangkuhannya. 


"Bukan gitu, terserah lah. Susah ngomong ama lu. Kalau ada apa-apa nanti, gue kagak tanggung jawab."

Rico kesal dengan salah satu temanya itu. Berkali-kali menginginkan bahwa kedatangan mereka ke pulau Boerneo sebagai tamu. 

Sementara itu dari kejauhan Aldy melihat gadis cantik orentalis yang dilihatnya beberapa hari yang lalu. 


Perawan Kalimantan itu melemparkan senyum termanis. Sebuah senyuman yang bisa membuat diabetes. Hati Aldy meleleh dibuatnya. 

Kepalang tanggung, tanpa berpikir panjang kali lebar Aldy terus memandangi tanpa berkedip. Pikiran nakalnya mulai muncul. 

"Wao betapa cantik dan membuat jantung berantakan. Putih polos, begitu menggoda. Out door, seru nih."

Aldy bergumam, membayangkan bermain kuda liar dihutan. Seru juga menantang. 

Gadis itu menarik perhatian agar Aldy mengikutinya. Ia berjalan gemulai, sesekali sengaja gadis itu membusungkan dadanya. Terus berjalan menyelusuri dalam hutan.




Jelijih Aldy jatuh bertubi-tubi, membayangkan bukit melandai-landai dan hutan  di sana. Ia terus mengikuti kemanapun gadis itu berjalan. 

Siang berganti senja, Aldy tanpa sadar terus meguntit gadis itu hingga malam tiba. 

"Aduh udah malam lagi, sinyal pun tak ada," pekik Aldy  dalam hati yang mulai risau. 

Angin semakin dingin menusuk hingga ke tulang. Sementara ia terperangkap dalam hutan gelap. 


Wuss.. Brakk


Semendadak terdengar sebuah suara seperti benda terjatuh atau hewan? Rasa takut menyelusup dalam dada Aldy yang sudah tidak stabil. 

"Apa itu?" 

Aldy melompat ketakutan. Tubuhnya gemetar. Keringat dingin panas.

Sesuatu melesat cepat kilat terang seperti binatang terbang namun terlihat seperti api yang menyala-nyala begitu terang benderang. 

Bola api? Mata Aldy menerawang jauh, bola matanya berputar-putar mencari jalan kabur. 

Lagi terdengar suara sangar dari dalam hutan. Suara terdengar seperti peluit, tapi terlalu dalam, terlalu tenang dan terlalu lama.



"Tolong...Tolong...Tolong...!!" 

Aldy yang  ketakutan berteriak sekencang mungkin,  perut kempas kempis gemetar.

Sekeras apapun ia berteriak tidak ada satupun yang mendengarnya. Tubuhnya merasa dingin menggigil semakin ketakutan.

Sekerjab saja terlihat terlihat beberapa cahaya melesat yang berasal dari hutan gelap berhias kunang-kunang terbang tidak beraturan.


Begitu terang menyala-nyala membara semburat saga.

Dag dig dug dag dig dug jantung  Aldy mulai berdegub kencang.

Sama sekali tidak sadar itu adalah kepala wanita terbang dengan usus tanpa tubuh bagian bawah dan aromanya amis nyinyir bikin darah berdesir tidak beraturan. 


Aldy menoleh ke belakang....

"Mamakhluk aapa ii tu..?" Pekik Aldy gagap gemetar ketakutan melihat makhluk mengerikan dan menakutkan. 


Bersinar menyala dengan darah menetes-netes dari usus yang menjuntai tampaknya terbang ke arahnya. Ia begitu takut hingga terkencing-kencing lalu lari sekencang-kencangnya.


Lari tenggang-langgang, dalam keadaan berlari ketakutan, Aldy setiap menoleh kekiri atau kekanan terlihat kepala seperti wanita dengan rambut kusut panjang, mata merah menyala seperti api. Bukan hanya gemetar takut namun terasa mual pula perutnya, seperti isi dalam perut naik ke tenggorokan lalu...




"Huauweekk..," Aldy muntah, melihat kepala dengan usus dan organ-organ tubuh yang aromanya amis, anyrir. 

Aldy sekuat tenaga  terus berlari, rasa takut merenggut jiwa dan hatinya, keringat sebesar jagung menetes deras membasahi bajunya.

Terus berlari, tidak peduli semak belukar ia lompati, duri dari pohon merampas menancap rapi pada kulitnya, sudah tak terasa lagi.




Terus berlari.

Lolongan serigala hutan menjerit jauh dikolong mendekati maut yang mengerikan dan hingga akhirnya Aldy jatuh dan terjerembab di semak-semak.

"Tolong....!"

Sebuah teriakan melengking dengan pita suara yang hampir putus. Putus karena takut. Menggigil gemetar.

Antang Badiang dengan cepat menggit leher Aldy yang dalam keadaan setengah sadar.

Gigi taring tajam menancap pada urat lehernya, merah genta  mengalir seperti madu segar yang baru saja dipanen.

Rasa haus Antang seperti diterik siang hari tidak sabar ingin menghisap genta dengan rakus.

Manis, segar, bukan lagi penunda lapar macam jely drink. Genta   segar itu mengalir dari leher dan membasahi tubuhnya seperti orang sedang mandi, mandi cairan merah kental.

Hawa dingin genta  yang membasahi tubuhnya membuat Aldy  siuman tersadar.

Sakit yang luar biasa ia rasakan lalu menjerit lagi.


"To to tolong...!" Aldy berteriak lagi sekuat tenaga namun sepertnya sia-sia.


Makhluk mengerikan itu menyobek perut Aldy dengan gigi-gigi yang tajam.

"Dagingnya segar, manis," ucap makhluk kelaparan itu.


Rasa haus sudah terobati dengan genta segar, tinggal rasa lapar mengerogoti, tidak tertahan lagi, air liur menetes, jantung segar manis kan didapatnya. Kuku-kuku tajam menancap tepat diperut yang berkulit tipis lembut dan mengalir menetes rinai genta segar dari jantung, dari usus-usus perut Aldy yang sudah terkoyak, robek.

Aroma amis yang begitu nikmat membuat rasa lapar Kuyang ingin segera menyantap hidangan penutup. 


"Nyaman banar te.., jatung segar handak yaku kuman cukup jualah te sebulan pang ae."

Kuyang menikmati makanan segar hasil perburuanya. Gurih nikmat, manis anyir dan sangat lezat. 


Aldy kejang-kejang, kelonjotan, tergelepar, perutnya robek, jantung dan hatinya di makan Siluman Kuyang, lalu tewas di tempat.


****

Sementara di sisi lain, Rico bersama bubuhan mulai risau atas hilangnya Aldy. Sudah satu malam tanpa kabar. 

"Kemana Aldy ya?"  Rahman saat pagi tiba, mereka sedang santai di depan rumah kepala adat. 
"Mungkin udah kecantol prawan Kalimantan!" seru Agus.

"Dasar 'PK' (Penjahat Kelamn), lihat kambing dibedakin aja diembat," balas Rahman.

"Ya.., baru berapa bulan sih olinya gak di tap, apa udah kental ha ha."

Mereka berdua tertawa renyah, seperti biasa percakapan lelaki pada umumnya. Tentu tidak pada Rico, firasatnya berkata lain, entah seperti ada sesuatu yang ganjil.


"Udah, jangan  pada becanda, lu. Bagaimana'pun Aldy kawan kita." Rico mengerutkan kening membentuk garis-garis sebuah tanya.




Mereka mulai pencarian keseluruh kampung, menanyakan satu persatu pada warga namun selalu berakhir dengan jawaban tidak tau.


Perlahan rasa panikpun kini meliputi hati mereka. Di bantu warga dan Kepala Suku pencarian hilangnya Aldy dari semalam diperluas, menelusuri setiap hutan, sungai dan lembah juga tidak diketemukan.



Hingga akhirnya diturunkan pasukan khusus anti suap milik warga, Anjing Pemburu yang terlatih pada medan gunung dan hutan, bukan Akamaru ya he he....


Penciuman anjing itu tajam dan setitik harapan'pun didapat. Terus menelusuri hutan Ayawan hingga akhirnya ditemukan mayat terkoyak yang sulit untuk dikenali lagi.


Seperti dimakan binatang buas, perut sobek, dada terbelah dengan hilangnya seperti jantung dan beberapa organ lainnya.

Gigitan, sayatan, cakaran dan luka-luka akibat semak dan duri semakin sulit mengenali mayat tersebut.


Ketakutan, dari sekian banyak warga hanya Kepala Suku yang berani memeriksa mayat tersebut. Beruntungnya ada KTP disaku celana, ternyata adalah Aldy yang ditemukan teman-temanya sudah tewas mengerikan.


Tiem Ekspedisi ada yang menjadi korban dan warga sekampung geger dibuat olehnya. Warga semakin resah, takut, mencekam dan aroma kampung bertambah mistis.


Apa yang akan terjadi dengan tim Ekspedisi ini?

***

Kembali ke Adelia dalam perjalanan.... 

"Apa Om mengenal Papaku?"

Adelia segera ingin menyelesaikan keingintauanya. Rasa penasaran dalam minda semakin menindas logikanya.

"Ya udah, nanti kita jelaskan sesampainya di rumah saja."

"Kenapa, Om? Apa yang sebenarnya kalian sembunyikan dariku? Ya... tidak Mama, tidak Papa, sekarang Om juga sama."


Bukan karena rasa penasaran yang membuat dada Adelia terasa sesak. Bukan? Lebih dari pada rasa dikhianati, tidak diakui. Sepertinya semua orang berkonspirasi untuk menyembunyikan dia dari dunia. Apakah memiliki anugerah berbeda dari pada manusia pada umumnya itu adalah dosa? Atau dunia merasa iri atas kelebihannya itu.


Apa yang akan terjadi? Next

INDEKS LINK 


Meen Pahari, salam bubuhan uluh Seruyan.  Selamat membaca dan jangan lupa ikuti cerita selanjutnya. 


Post a Comment for "Misteri Ekspedisi Pedalaman Hutan Kalimantan, Royal Princes Of Kuyang, Episode 3"