Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Jalan Asmara Janda Muda : Jejak Seribu Rindu, Episode 6

Menggenggam Bara Neraka, Jalan Asmara Janda Muda, Jejak Seribu Rindu, Episode 6





Cerbung Romantis - Taukah kamu apa yang paling menyiksa saat janda muda bertemu dengan lelaki berpunya? Adalah menyakitkan! mengapa bibirnya  begitu mudah mengurai kata cinta? Sebuah cinta yang bersumber dari ketidak pastian, menyeretmu terombang-ambing dalam bimbang. Siapa tau, setelah bertemu denganmu, ia akan menetapkan bahwa kamu, hanya kamu memang layak menjadi bidadari surganya. Ini perjalanmu dari malaysia ke jakarta menemuinya .... kekasihmu. 

Jarak telah menghadirkan ruang sepi dihatimu. Kau dan dia bahkan sering tersiksa merasa hampa dikeramain kota. Doamu untuk pria di pulau sumatera, sementara hatimu untuk pria dijakarta. Semendadak angin semuanya berkabut. 




Cinta Tamara atau mentari yang lebih tulus untuk Dirandra? Ataukah hanya perasaan saja untuk membuat menyakiti Ahya. Bukan, sesama wanita menjadikan pria sebagai piala bukan pilihan. 

Jika ditanya tentang hati Tamara inilah pertarungan batin, apa itu perasaan cinta atau nafsu belaka. Menggenggam Bara Neraka 





Tamara menarik nafas dalam-dalam, berkali-kali, memenuhkan rongga kosong dalam dada, hingga detak jantungnya berangsur normal. Ia bertemu seseorang di sebuah perjalanan menuju Jakarta. Seperti pertemuan dua orang asing pada umumnya, saling melempar senyum, lalu selesai begitu saja.

Selebihnya yang terdengar hanya deru mesin 'Burung Raksa' yang sudah mulai terbang dari Bandar Udara Kualanamu menuju Bandar Udara Soekarno-Hatta. Perjalanan mulai membosankan, perempuan berkulit seputih kapas itu mulai merasa jengah.

"Makan, Mbak?" kata lelaki yang duduk di sebelahnya basa-basi.
"Ya silahlkan," balas Tamara lirih.
Ia kembali menatap jauh ke luar jendela, memandang kosong awan putih menjulang di angkasa. Sedang pria itu, nampak malu-malu menelan setiap suap makanannya.
"Ke Jakarta juga?"
"Em, eh.. iya. He.. he..." Gugup. Bukan karena pertanyaanya. Hanya saja Tamara terlalu takut apa yang dilamunkan, diketahui oleh pria asing itu. Lelaki yang sama sekali tidak di kenalnya.

"Mengunjugi keluarga, atau...?"
"Mengunjungi keluarga." Tamara membuka ransel yang ia dekap. Selanjutnya mengeluarkan gadget, pura-pura sibuk mensrcol layar datar dipermukaan. Berharap lelaki di sebelahnya itu segera mengerti bahwa ia sedang tidak ingin diajak bicara.


Tamara : "Aku memberikan kebebasan buat, Mas. Jika Mas Rama inging pergi, pergilah berpetualang. Jika lelah kembalilah. I'm still stay here. Aku juga tidak melarang Mas mau berpetualang dengan hal-hal yang kali-kali aja menjadi inspirasi menulis, Mas. Silahkan saja."

Tamara tenggelam dalam lamunan. Perlahan merambat, kata-katanya pada pria yang hendak di temui di Jakarta mulai memenuhi minda, membentuk labirin, mempora-porandakan akal waras.


"Perjalanan masih jauh, Mbak!" kata pria asing itu lebih pada bicara sendiri. Karena Tamara sudah kembali membuang tatapannya jauh ke luar jendela pesawat yang tertutup. Lalu suasanya kembali hening, terlihat beberapa penumpang mulai tertidur. Namun tidak pada Tamara yang pikiranya mulai kacau, antara bahagia atau sedih? Berkecamuk, mengaduk aduk perasaan.


Spoiler for Hati Perempuan
Taukah kamu apa itu hati perempuan? Adalah tidak akan berubah, meski bergulirnya musim dan bergantinya waktu. Bahkan jika mati untuk selamanya, ia tidak akan musnah dari hati. Perempuan memang mahkluk paling misteri.

Dalam kecemasan hanyalah sunyi, entah dari mana semua berawal, ketika jendela sudah menyuguhkan lukisan bergerak, Tamara mulai menyadari kepalanya terkulai di pundak lelaki asing itu. Ia segera menarik kepala dan tubuhnya untuk kembali tegak. Bersandar pada bantaran kursi pesawat.



"Maaf." Tamara tertunduk malu. Atau mungkin justru bahagia? Entahlah.

Pria bermata sorot tajam itu diam tak bergeming, hanya sedikit melempar senyum, lalu menyodorkan sebotol minuman. Tamara yang terbiasa dehidrasi saat tertidur, tidak menolak botol yang masih tersegel itu. Mungkin memang butuh aqua? Biar tidak asal tidur di pundak orang tak dikenal.

"Tak tega rasanya membangunkanmu, maaf..."

Tamara hanya terdiam membisu, lidahnya kelu, mungkin dalam hatinya meruntuki kebodohanya. Bagaimana mungkin ia bisa tidur dibahu lelaki itu? Sedangkan perjalananya ini hendak menemuli lelaki yang telah mampu membuatnya menjadi gila, menyesal, bayanganya sekelebat melesat cepat, semakin cepat, semakin jelas akan tatapan manisnya.

"Maafkan aku tidak membangunkanmu. Aku tidak bermaksut jahat atau buruk terhadapmu," imbunya lagi lelaki itu mengulangi untuk meminta maaf.
"Sudahlah, lupakan saja."
"Ok. Mbak baik-baik saja'kan?"

Lagi dan lagi, Tamara tidak menjawab, mungkin sebuah perasaan ganjil memenuhi dadanya. Atau mungkin kepalanya terasa berat? Memikul rindu yang semakin serat dan dalam dada yang terkoyak. Bagaimana mungkin Tamara bisa bercerita? Sedangkan ia hanyalah lelaki asing yang baru saja bertemu dalam perjalanan itu.

Mendapat pertanyaan itu, ingatanya mulai tercebur pada pesan-pesan Whatshap atau inbox selama beberapa bulan sebelumnya pada lelaki yang akan ditemuinya itu. Sebuah pesan-pesan romantis yang selalu Tamara tunggu saat sebelum memejamkan mata, sekaligus yang membuat hatinya sekarat oleh cupit rayuan gombalnya hanya pemberi harapan palsu saja.




Tamara : Aku merindukan pesan-pesanya, merindukan prosa romantisnya. Aku merindukan semua hal tentangnya. Kebencianya padaku, tidak akan menggores hati sama sekali, sebab aku memang tak punya hati. Ya karena hatiku sudah kamu curi, kamu jahat'kan? Jawab

Next 

Daftar Isi Cerbung 



Baca selengkapnya:  INDEKS LINK 

<Sebelumnya > < Selanjutnya >

Post a Comment for "Jalan Asmara Janda Muda : Jejak Seribu Rindu, Episode 6"