Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

'Meracik Bumbu Cinta', Rahasia Wanita Part 3, Love Young Mom

Rahasia Wanita, Love Story Young Mommy 


Ilustrasi gambar/ www.pinterest.com

Adalah cerita cinta tentang rahasia wanita yang tayang secara Uptodate dan bisa dibaca secara online.

Jangan tanya kenapa saat para mama muda bersua itu saling bercerita yang terkadang tidak lucu sama sekali! Semisal tentang rahasia privasi, begitu juga dengan pada episode kali ini. 

Seperti biasa, sebelum melanjutkan jangan lupa pantengin forum novel online Story. Bisa  follow chanel telegram agar tidak ketinggalan cerita selanjutnya. Langsung saja, cekidot! 

Author,  Novie Purwanti 

Rahasia Wanita Bagian 3



"Santai aja, keles. Kek kamu gak pernah tanya 'tentang meracik bumbu di atas kasur' sama Mas Rino aja." Yuki terkikik melihatku terbatuk-batuk parah.

Dia menyodorkan es teh padaku. Aku meminum cairan dingin manis itu sampai habis separuh.

"Gila kamu, Yuki."
"Gimana-gimana?" Yuki berkedip-kedip.
"Yakin mau dengar?"
"Banget!"

Aku menghirup napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya lewat mulut. Yuki kuberi isyarat agar mendekat. Biar pembicaraan rahasia tidak ikut didengarkan orang.

"Bang Wildan itu ... " Sengaja aku gantung kalimat. Yuki menggigit bibirnya. "Uggh luar biasa  banget, sumpah. Aku sampai tepar dua kali setiap melintasi sembilan samudra. Menajubkan  banget. Dia udah pengalaman sih, kan duda tiga kali jadi jam terbangnya itu wow mantap jiwa!" Aku ngompori Yuki sekalian.

Yuki memasang wajah mupeng. "Mas Rino juga mantab jiwa, tapi keknya hebatan Bang Wildan ya."

"Makanya aku cepet banget hamilnya. Sehari masa 'meracik bumbu di atas kasur' minimal dua kali. Waw gila Bang Wildan itu."

Mata Yuki makin terbelalak. "Wow! Untung saja Mas Rino lagi di rumah sekarang. Ayo cepetan selesaikan makananmu."

"Lha napa?"
"Aku mau main sama Mas Rino. Lagi pengen, nih. Gara-gara ceritamu."


Baca Juga 




Aku terkikik melihat ulah Yuki. Sahabatku itu memang konyol. Kami tidak pernah merahasiakan apapun, termasuk tentang melintasi sembilan samudera di atas awan asmara. 

Gila?
Ya, aku dan Yuki memang segila itu.

Bukannya mempercepat makan, aku justru mengunyah bakso pelan-pelan. Tidak lupa memandang Yuki dengan ekspresi yang membuatnya misuh-misuh. Yuki mencubit pipiku gemas. Aku pura-pura menjerit sambil terkikik.

Sayangnya, Yuki lupa membungkuskan bakso buatku. Dia terburu-buru pulang untuk minta jatah pada suaminya. Awas, ya!




Sesampainya di rumah, Mama sudah menyambutku dengan wajah masam. Mama itu memang jarang tersenyum, kecuali kalau dapat uang banyak. Sayangnya, selama ini dia jarang memegang uang banyak.


Wanita paruh baya itu menolak untuk bekerja. Padahal aku sudah menyarankan Mama agar menghabiskan waktunya untuk mendapatkan uang.  Misalnya buka jasa katering atau 'ngemong' anak tetangga yang butuh baby sitter dadakan. Mama tidak mau. Apapun yang kulakukan untuk membujuknya bekerja, semua tidak mempan.


Mama memang tidak pernah bekerja seumir hidupnya. Setelah lulus sekolah, Mama langsung nikah dengan Papa. Jadinya ya begitu, Mama sangat manja dan semaunya sendiri.

"Khaya, Mama minta duit lima puluh ribu aja. Itu mau bayar kredit baju. Cepetan." Tangan Mama menodongku.

"Mama ini duit terus." Aku membuka tas dan menyerahkan lembaran biru. "Tadi aku ketemu sama Bu Rida, dia sedang butuh tenaga buat bantuin warung soto. Apa mama mau kerja sama Bu Rida?"

"Khay, Mama ini sudah tua. Sudah waktunya menikmati hari yang tenang. Kamu jangan suruh Mama kerja! Tugasmu memelihara Mama sampai mati nanti."


"Lah Mama kok tega amat sama aku?"
"Kamu udah 23 tahun dipelihara Mama. Udah pokoknya gantian. Mama mau bayar utang dulu. Kamu siapin makan malam buat Mama dan Wildan. Itu bahan sudah Mama siapkan di meja dapur."

"Mama!"

Aku melangkah ke dalam rumah dengan kesal. Untung saja perutku sudah terganjang bakso kabut. Kalau tidak, pastilah sudah emosi.

Mama benar. Aku harus balas budi. Mama sudah memelihara aku sampai sebesar ini. Sudah menikahkan aku dengan Bang Wildan. Jadi aku juga harus baik sama mama. Jangan sampai membuatnya bersedih. Kalau mama marah, lalu aku diusir dari rumah ini bisa bahaya. Bakalan jadi gelandangan.



Tidak! Itu tidak boleh terjadi. Bagaimanapun, aku harus tetap tinggal di rumah ini. Bersama mama dan Bang Wildan.

Setelah mandi, aku segera ke dapur dan melihat ikan lele yang sudah siap digoreng. Kebiasaan memasak sejak SMU membuatku dengan mudah menyiapkan makan malam hari ini. Lele goreng dengan sambal kemangi yang segar.

"Hmm ... Harum banget aromanya, Dik." Bang Wildan rupanya sudah pulang kerja.

Hidungnya mengendus udara. Dia menyelipkan tangannya di perut saat aku mengulek sambel. Rahangnya menggesek bahu. Romantis sekali.

"Mandi dulu sana, Bang. Bau asem."
"Okey, Adik."

Bang Wildan mendaratkan kecupan di tengkuk yang membuatku merinding. Dia kemudian menuju ke toilet dan bersenandung sambil membersihkan diri.

"Bang, sekali-kali beli daging, dong. Aku mau bikin rendang. Seringnya makan lele, tempe, tahu, pol ayam goreng."

"Bukannya semua gaji Abang sudah kuserahkan ke Adik semua?" Bang Wildan keluar dari kamar mandi dan duduk di meja setelah mengambil nasi di piring. Dia menyomot lele goreng dan sambal yang baru saja jadi.

"Cari kerja sambilan sono, Bang. Gaji Abang kurang buat cicilan utang sebulan. Gaji aku jadi ikutan terpotomg buat nombok."
"Kerja apa lagi, Dik? Seharian kerja di depan komputer Abang sudah capek."
"Kerja apa aja lah, Bang. Buka warkop atau apa gitu, kek. Asalkan dapat duit tambahan."
"Nggak segampang itu, Dik, buka warkop. Harus sewa tempat, modal juga banyak."
"Ah, Abang memang nggak niat. Masa nggak malu makan ikut aku terus? Abang juga harusnya bikinin aku rumah. Masa tinggal di rumah Mama terus?"

Bang Wildan diam sejenak mendengar keluhanku. Wajar aku mengeluh kerena kenyataannya memang uang empat juta sebulan yang diberikan Bang Wildan itu kurang.

Seolah tidak mendengar perkataanku, Bang Wildan menyuapkan nasi hangat yang masih mengepulkan asap di mulutnya. Keringat keluar dari pori-pori Bang Wildan, pertanda dia kepedesan.

"Enak banget masakanmu, Dik Khaya."
"Siapa dulu. Khaya Ningrum gitu, lo."

Dua jempol Bang Wildan membuatku tersipu-sipu.

"Bang, Mama sengaja memberiku nama Khaya supaya aku menjadi orang kaya. Nggak tahunya sampai sekarang aku belum kaya-kaya."

"Sabar, Dik. Suatu saat pasti kita akan jadi orang kaya. Sekarang Abang sedang berusaha bekerja keras demi bayar utang nikah dulu. Setelah itu semoga kita bisa ajukan pinjaman buat beli rumah sendiri."
"Asiik! Abang memang terbaik!"

Aku mencubit pipi Bang Wildan gemas. Ya, dialah suami yang aku pilih sendiri. Bang Wildan sangat sabar menghadapi sikapku yang kata beberapa orang sangat kekanakan.

"Lho, kok makan duluan? Nggak nunggu Mama?"
Mama datang! Merusak suasana romantis.

Bersambung ....


Daftar Isi Novel 


Baca selengkapnya:  Indeks Link 



Wuaa! Kira-kira apa yang akan dikatakan Mama, ya? 
Ada lho, Mama model gitu. Sama sekali nggak mau tau kesulitan anak. Hanya mikirin kesenangan pribadi. 

Gaspol komen biar jempolmya lincah ngetik. Wohoho.
Happy reading dan salam bahagia senantiasa.

1 comment for "'Meracik Bumbu Cinta', Rahasia Wanita Part 3, Love Young Mom"